Culture Screen Raves

Review ‘Gadis Kretek’: Ada Romansa, Ada Trauma 1965

Tak hanya mengisahkan romansa, serial ‘Gadis Kretek’ menyorot peristiwa 1965 yang menghancurkan sebuah bisnis kretek di Jawa Tengah.

Avatar
  • November 10, 2023
  • 5 min read
  • 7662 Views
Review ‘Gadis Kretek’: Ada Romansa, Ada Trauma 1965

Peringatan: Artikel ini mengandung spoiler.

Dasiyah (Dian Sastrowardoyo), adalah anak sulung dari Idroes Moeria (Rukman Rosadi), pemilik Kretek Merdeka. Di tengah masyarakat patriarkal yang melihat peran perempuan hanya masak, macak, dan manak, Dasiyah punya satu mimpi: Meracik saus kretek. Selain paham bahwa racikan saus adalah kunci dari cita rasa kretek, ia tahu, ini cara mempertahankan keunggulan Kretek Merdeka dari pesaingnya, Kretek Proklamasi milik Soedjagad (Verdi Solaiman).

 

 

Sayang, keinginan Dasiyah sulit terwujud, mengingat perempuan dilarang masuk ke ruang meracik saus. Pekerja di pabrik Kretek Merdeka percaya, keterlibatan perempuan dalam pembuatan saus akan mengubah rasa kretek jadi asam.

Karakter Dasiyah dalam serial Gadis Kretek (2023) dipotret sebagai sosok perempuan progresif pada 1960-an. Ia begitu independen, tak ingin melayani laki-laki dan terjebak dalam peran gender tradisional lainnya. Yang ada di pikiran Dasiyah hanya satu: Kretek.

Di saat tak ada orang-orang di sekelilingnya yang memahami, kehadiran Soeraja (Ario Bayu) memberikan angin segar. Soeraja membantu Dasiyah merealisasikan mimpi, sebagai dukungan untuk perempuan yang dicintai, sekaligus membalas utang budi lantaran hidupnya diselamatkan keluarga Idroes. Meski ini seketika sirna, begitu tuduhan keterlibatan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), mengubah jalan hidup keduanya.

Disutradarai Kamila Andini dan Ifa Isfansyah, serial Gadis Kretek tak hanya menyorot bisnis kretek pada 1960-an, maupun asmara antara Dasiyah dan Soeraja. Ada dampak buruk dari stigma terhadap PKI setelah kejadian 1965 yang turut terefleksikan.

review serial gadis kretek indonesia

Baca Juga: ‘Gadis Kretek’ dan Citra Perempuan Merokok: Melawan atau Sekadar Keren-kerenan?

Gelapnya Kehidupan Dua Generasi yang Dicap Orang PKI

Saat bersama Lebas (Arya Saloka), Arum (Putri Marino) mengaku tak pernah bertemu Dasiyah, budenya. Arum enggak pernah mendapatkan informasi tentang Dasiyah dari sang ibu, Rukayah, yang selalu menangis setiap nama Dasiyah disebut. Karena itu, Arum urung bertanya lebih lanjut.

Respons Rukayah mencerminkan trauma dari tragedi 1965. Peristiwa tersebut membuatnya kehilangan Dasiyah dan Idroes, yang ditangkap aparat militer karena dianggap terlibat dengan kelompok komunis. Akibatnya, Rukayah hidup miskin di balik bayang-bayang keluarga eks tahanan politik (tapol), bersama Dasiyah setelah dibebaskan dari penjara.

Hidup keduanya tak kunjung mudah. Dasiyah dan Rukayah harus “merunduk”, saling menjaga, dan mengandalkan bantuan anggota TNI demi menjamin keamanan—-dari tempat tinggal, sampai mencari pekerjaan. Sebab, masyarakat mengucilkan orang-orang yang dicurigai sebagai PKI, lantaran dinilai mau merebut kekuasaan dan mengubah ideologi bangsa menjadi komunisme.

Realitas serupa pernah dinarasikan Fanny Chotimah, dalam You and I (2020). Dokumenter ini memotret keseharian Kusdalini dan Kaminah, dua orang sahabat yang menjadi tapol semasa remaja. Setelah menerima surat pembebasan, Kaminah tak diakui keluarga, sehingga tinggal bersama Kusdalini dan neneknya. Kemudian, kedua sahabat itu merawat satu sama lain sampai wafat.

Gelapnya kehidupan eks tapol dalam You and I disampaikan lewat keterbatasan pekerjaan, yang dilakukan Kusdalini dan Kaminah. Mereka menjual kerajinan tangan dan membantu berjualan di rumah makan. Lalu di usia senja, Kusdalini dan Kaminah berdagang kerupuk untuk bertahan hidup.

Sementara dalam Gadis Kretek, Dasiyah berusaha menyambung hidup dengan menjadi peracik saus kretek, meski harus menyembunyikan identitas di balik nama orang lain. Ini sekaligus menggambarkan KTP mantan tahanan pada saat itu diberi cap ET (eks tapol), sehingga mereka tak lagi bisa mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak. Bahkan, status dan keberadaan Dasiyah sebagai istri anggota TNI pun tak diketahui, karena dapat membahayakan profesi sang suami.

Selain mengorbankan hidup yang harus “merunduk”, keluarga eks tapol juga berusaha melindungi keturunan mereka. Sebab, ada “dosa turunan” yang ditanggung generasi berikutnya dari penyintas tragedi 1965, seperti karakter Arum.

Kenyataan tersebut dapat menjadi alasan lain bagi Rukayah, yang berusaha menutupi sosok Dasiyah. Jika mengetahui peristiwa yang dilalui keluarganya, ada kemungkinan Arum menerima perlakuan diskriminatif dari masyarakat, dan beban yang dialami Rukayah bersama Dasiyah terulang kembali.

Bahkan, dari pancaran mata Rukayah, terlihat betapa traumatisnya kejadian yang menimpa keluarga Idroes sewaktu Rukayah remaja. Pasalnya, dampak tragedi 1965 juga yang merenggut nyawa Dasiyah. Bertahun-tahun di penjara melemahkan tubuhnya, sehingga tak mampu melawan infeksi yang menyerang. Hal itu membuat Rukayah harus melanjutkan hidup sendirian, sambil membesarkan anak.

Yang perlu diketahui, penderitaan yang ditanggung Dasiyah dan Rukayah tak luput dari keterlibatan sosok penguasa, yang melayangkan tuduhan pada keluarga Idroes. Tak lain untuk merebut kejayaan, akibat dendam dari masa lalu.

ulasan serial gadis kretek netflix

Baca Juga: 6 Film Adaptasi Novel Indonesia yang Angkat Isu-isu Sosial

Tuduhan PKI yang Dilatarbelakangi Kekuasaan

Dalam Gadis Kretek, Kamila Andini dan Ifa Isfansyah mengangkat momentum penangkapan orang-orang tak bersalah, yang dituduh terafiliasi dengan PKI. Itu tampak dalam suatu adegan, yang mencerminkan realitas pada 1965, saat banyak warga sipil ditangkap, diasingkan, dipenjara, dieksekusi, hingga asetnya dirampas.

Seperti dialami Melki Bureni, 71, penyintas tragedi 1965 di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam liputan BBC Indonesia, Melki bercerita, namanya tiba-tiba masuk daftar yang diduga anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Kemudian ia diinterogasi aparat pemerintahan, dan perangkat desa di Kecamatan Merbaun, Kupang, NTT. Padahal, Melki tak tahu Gerwani seperti apa.

Selain itu, orang-orang terdekatnya pun ditangkap dan dieksekusi—paman, guru, hingga ayah Melki. Terakhir kali Melki melihat sang ayah adalah 54 tahun lalu, saat dibawa naik mobil tentara.

Kejadian serupa dialami Dasiyah dan Idroes Moeria. Keduanya disergap, masuk tahanan, sampai Idroes tak pernah kembali. Ada kekuasaan yang berperan di baliknya, membuat nama Dasiyah dan Idroes tercatat dalam daftar orang-orang yang dinilai berpihak pada komunisme. Adalah permintaan Soedjagad, dilatarbelakangi konflik pribadi yang berlapis: Persaingan antara Kretek Merdeka dan Kretek Proklamasi, serta urusan asmara.

Di masa muda, Soedjagad dan Idroes bersaing untuk mendapatkan hati Roemaisa. Namun, Roemaisa memilih Idroes sebagai suami, menimbulkan dendam dalam diri Soedjagad. Diikuti kesuksesan Kretek Merdeka, yang melampaui bisnis kretek miliknya.

Baca Juga: 5 Hal Seputar Peristiwa 1965 yang Sungkan Kamu Tanyakan

Untuk merebut keunggulan kretek milik Idroes, Soedjagad memasukkan nama Idroes dan Dasiyah lewat teman dekatnya, seorang perwira TNI. Kemudian, Soedjagad mempekerjakan Soeraja, yang mengetahui rahasia Kretek Merdeka. Narasi tersebut menunjukkan kekuatan, yang dimiliki segelintir penguasa saat peristiwa 1965. Yang mana dimanfaatkan untuk mengendalikan situasi demi suatu kepentingan.

Di balik drama dan romansa yang menjadi sorotan utama, serial Gadis Kretek sekaligus mengingatkan dampak tragedi 1965. Suatu sejarah besar yang berusaha dilupakan pemerintah, tapi stigmanya akan terus membekas dalam hidup penyintas dan keturunannya.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *