Culture Screen Raves

True Detective Night Country: Musim Kedua yang Kurang Menghentak?

Apakah jiwa Joji Fukunaga yang “hilang” jadi alasan musim kedua kurang menggigit?

Avatar
  • January 23, 2024
  • 6 min read
  • 2183 Views
True Detective Night Country: Musim Kedua yang Kurang Menghentak?

Bagi pecinta televisi, kisah misteri, atau konten HBO, kamu semua pasti ingat ketika musim pertama True Detective dirilis. Kisah misteri pembunuhan yang menggigit, dimainkan dengan aktor-aktor kelas A Hollywood, ditambah dengan desain produksi yang hanya bisa dibuat oleh bujet mumpuni, membuat True Detective langsung menjadi tontonan wajib kala itu.

Saya seperti penggemar berat True Detective pada umumnya berusaha keras untuk memecahkan misteri. Siapa “The King In Yellow”? Apa motivasi pembunuhan-pembunuhan ini? Kenapa karakter Matthew McCounaghey sekarang menjadi alkoholik? Tidak ada satu pun episode musim pertama True Detective yang jelek. Bahkan kalau pun konklusinya kurang begitu menghentak, tapi serial misteri itu terlalu berkesan untuk dilupakan.

 

 

HBO tentu saja berusaha keras untuk mereplika kesuksesan True Detective. Ada banyak faktor yang membuat serial antologi misteri ini dicintai umat. Salah satunya mungkin adalah penyutradaraan Cary Joji Fukunaga yang brilian. Sayangnya Fukunaga tidak kembali hadir di musim keduanya. Konon, menurut gosip yang beredar, kreator Nic Pizzolatto dan Fukunaga berantem hebat. Gosip ini sama menariknya dengan misteri yang ada di musim pertama.

Entah apa karena Pizzolatto kekurangan bensin atau memang chemical-nya kurang tepat, musim kedua True Detective hadir tanpa ledakan yang sama. Saking tidak menariknya musim kedua serial ini, saya bahkan tidak tergerak untuk menyaksikan musim ketiganya yang dimainkan oleh Mahershala Ali.

Sebenarnya sangat prematur untuk mengatakan bahwa musim keempat True Detective yang berjudul Night Country adalah entry terbaik serial ini setelah musim pertamanya. Tapi berdasarkan dua episode dari enam episode yang akan hadir, saya cukup percaya diri untuk bilang bahwa True Detective hadir kembali. Semua hal yang membuat musim pertamanya disayangi bisa saya temukan di Night Country dengan mudah. Hanya dengan dua episode, HBO lagi-lagi membuat Senin pagi saya menjadi lebih bersemangat.

Baca juga: 5 ‘Murder Mystery’ HBO untuk Temani Isoman Kamu

Kota Kecil Misterius di Alaska

Night Country membuka dengan setting yang mencekam. Di sebuah kota terpencil bernama Ennis di Alaska, kita berada di sebuah momen ketika Alaska menjalani hari-hari mereka dalam kegelapan. Matahari yang tidak pernah hadir ini sudah membuat Night Country angker duluan. Meskipun pembukaannya adalah sebuah adegan pesta senang-senang di sebuah laboratorium, penonton tahu bahwa hal yang buruk akan segera terjadi. Kita tidak bertemu lagi dengan para ilmuwan yang asyik nonton Ferris Bueller’s Day Off. Kali berikutnya penonton bertemu dengan mereka, ilmuwan-ilmuwan itu sudah menjadi mayat.

Kepala polisi di Ennis adalah Liz Danvers (Jodie Foster) yang mempunyai reputasi sebagai sosok yang keras. Polisi veteran disitu adalah Hank (John Hawkes) yang setengah mati membencinya. Tidak lama bagi True Detective untuk menjelaskan bahwa ada kasus pembunuhan yang belum terpecahkan. Berbeda dengan ayahnya Hank, Peter Prior (Finn Bennett) menganggap Liz adalah orang yang perlu didekati dan diserap ilmunya. Beruntung sekali kasus pembunuhan ini muncul. Tidak ada waktu yang lebih tepat untuk belajar bagaimana Danvers mencoba menyelesaikan kasus ini.

Lalu kemudian ada Evangeline Navarro (Kali Reis). Navarro dulunya dekat dengan Danvers sampai sebuah kasus membuat hubungan mereka tidak kembali seperti dulu. Tidak hanya Navarro mempunyai masalah keluarga yang pelik (adiknya mempunyai masalah dengan mental health yang serius), Navarro masih terobsesi untuk menyelesaikan kasus yang belum, atau lebih tepatnya tidak akan pernah terpecahkan itu. Sekumpulan mayat yang membeku di es sepertinya akan menjadi katalis bagi semua orang ini untuk memecahkan misteri di masa lalu dan… memperbaiki hubungan satu sama lain.

Baca juga: ‘The Fall of the House of Usher’: ‘Succession’ Versi Horor Khas Tangan Dingin Flanagan

Mencontek Musim Pertama dengan Baik, tapi…

Kalaupun ternyata Night Country pada akhirnya tidak berhasil menjadi serial televisi yang baik (yang mana saya skeptis), serial ini setidaknya berhasil meyakinkan saya hanya dengan dua episode bahwa ini adalah tontonan yang menghipnotis. Ia dengan baik “mencontek” semua hal yang membuat musim pertamanya begitu dicintai tapi dengan tambahan bumbu-bumbu baru yang membuat kisahnya menjadi segar. Pemilihan setting di Alaska adalah keputusan yang jenius karena kondisi yang tidak wajar ini sudah membuat saya sebagai penonton takjub duluan. Kalau musim pertama True Detective hadir dengan keringat dantumbleweed, Night Countrymengajak penonton untuk menyaksikan kehidupan orang-orang yang bertahan di tempat yang dingin dan malam yang panjang.

Perbedaan kedua yang mencolok dalam Night Country tentu saja adalah perspektif perempuan yang menjadi kompas serial ini. Matthew McCounaghey dan Woody Harrelson memimpin musim pertamanya dengan baik tapi musim pertama True Detective hadir bukan tanpa backlash. Adegan telanjang yang tidak perlu membuat banyak orang menuding bahwa musim pertamanya terkesan mysoginistic dan terlihat seperti menggunakan male gaze sebagai cara untuk membuat penonton bertahan. Sejauh ini Night Country tidak hanya tidak menampilkan ketelanjangan yang tidak perlu tapi kita juga mendapatkan dua anti-hero yang menarik.

Issa López, kreator dan orang yang menyutradarai semua episode Night Country, perlu mendapatkan kredit lebih karena ia berhasil membuat Danvers dan Navarro menjadi karakter yang menarik untuk diikuti. Dua karakter ini digambarkan dengan tiga dimensional sehingga kalau pun mereka terlihat manipulatif, obsesif atau egois, saya tidak pernah sedikit pun kesal dengan kehadiran mereka. Di akhir episode dua, saya tidak sabar untuk melihat kedua orang ini akhirnya berkolaborasi.

Bumbu baru ini kemudian diolah dengan resep lama True Detective yang sudah paten. Dari opening title yang asyik (kali ini menggunakan lagu Billie Eilish), desain produksi yang paten dan tentu saja: misteri pembunuhan berbau supernatural. Sebelum True Detective, penonton sudah barang tentu familiar dengan begitu banyak procedural dramatentang detektif-detektif yang berusaha menyelesaikan kasus pembunuhan. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu hal yang membuat musim pertamanya begitu menggigit adalah unsur supernatural yang hadir di tengah-tengah kasus ini. Saya tidak ingat siapa sebenarnya pembunuh di musim pertamanya tapi saya tidak pernah lupa dengan “The King in Yellow”.

Baca juga: ‘Lies Hidden In My Garden’: Semisterius Hutan Berkabut, Secerdas Teka-teki Tersulit

Dari dua episode Night Country, penonton sudah disuguhkan dengan local folklore yang cukup untuk membuat saya menganga. Tidak hanya jasad-jasad para ilmuwan itu hadir dalam bentuk visual yang sungguh mengerikan (sekaligus visually interesting) tapi simbol unik yang hadir di beberapa tempat menjadi device storytelling yang engaging. Seorang karakter mengaku pernah melihat sosok yang harusnya sudah meninggal di beberapa tempat.

Karakter lain menjawab dengan kalem, “Ini Ennis. Ini sudah biasa.” And just like that, Night Country langsung menjadi tontonan wajib pecinta misteri di mana pun kamu berada.

Dua episode telah ditonton untuk menulis artikel ini

True Detective: Night Country dapat disaksikan di HBO Go



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *