People We Love

Seniman Ika Vantiani Pertanyakan Definisi Kata Perempuan

Konteks perempuan dalam kamus selalu dilihat dari alat kelaminnya, baik sebagai bagian dari proses reproduksi maupun sebagai segala sesuatu yang konteksnya seks.

Avatar
  • August 24, 2018
  • 4 min read
  • 1452 Views
Seniman Ika Vantiani Pertanyakan Definisi Kata Perempuan

Jika kita melihat definisi kata perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terkini, maka kitab bahasa yang merupakan tingkatan tertinggi dalam institusi negara itu akan mendeskripsikan perempuan sebagai “orang yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.” Definisi itu kemudian disusul dengan contoh lain seperti geladak, jalang, jalanan, jahat, lacur, nakal, dan lainnya yang bersifat negatif.

Merasa terganggu dengan fakta tersebut, seniman dan kurator yang kerap mengambil tema tentang perempuan dalam karyanya, Ika Vantiani, mempertanyakan bagaimana perempuan direpresentasikan dalam bahasa Indonesia.

 

 

Pada 2015, Ika membuat proyek lokakarya kolase di lima kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bogor, dan Ubud, Bali dengan judul “Kata Untuk Perempuan”. Di sini, publik, baik laki-laki maupun perempuan, ditanya satu kata untuk mendeskripsikan perempuan, dan kemudian membuat kolase dari hasil jawabannya.

“Temuan-temuannya terus terang luar biasa. Gue mendapatkan cerita-cerita yang sangat menarik, dari pengalaman pribadi, trauma, budaya, sampai opresi,” kata Ika dalam wawancara dengan Magdalene.

Hal itu kemudian membuka banyak cerita lain lagi mengenai bagaimana orang-orang mendefinisikan kata perempuan dalam konteks bahasa Indonesia.

“Bicara tentang bahasa, gue harus refer ke kamus untuk periksa. Karena yang gue lakukan dari proyek ‘Kata Untuk Perempuan’ itu riset pengumpulan kata yang non-formal, gue harus mengecek juga secara konteks formalnya. Awalnya gue lihat Kamus Bahasa Indonesia tahun 1988. Dari situ gue menemukan kejanggalan definisi kata perempuan dari kamus itu, padahal itu hanya dari satu edisi saja,” tutur Ika, yang juga salah satu penggagas kolektif feminis Mari Jeung Rebut Kembali, dimana salah satu proyeknya adalah Tubuhku Otoritasku tentang kepemilikan tubuh perempuan adalah perempuan itu sendiri.

Ia kemudian berfokus untuk menelaah lebih dalam lagi mengenai kata perempuan dalam konteks formal dari KBBI Cetak melalui pameran dan instalasi “Perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Hasil kolaborasinya bersama desainer Yolando Siahaya berlangsung pada 7-19 Agustus di Galeri Nasional, Jakarta Pusat.


Ika Vantiani dan Yolando Siahaya di Pameran ‘Perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia’

Pameran tersebut sekaligus merupakan tugas akhir Ika setelah mengikuti Proyek Sekolah Kontemporer (Proyek SKS), sekolah alternatif yang berlangsung selama enam bulan, yang diprakarsai oleh seniman kontemporer senior FX Harsono.

Ika menggunakan media kaca akrilik bening dengan ukuran A0 (84,1 × 118,9 sentimeter) untuk mencetak definisi kata perempuan dalam lima edisi KBBI, dari edisi pertama tahun 1988 sampai edisi terkini tahun 2016.

“Di instalasi ini gue hanya mengangkat dari KBBI karena it is the highest level of dictionary, istilahnya kamus-kamus lain doesn’t matter. Artinya, ketika orang mau belajar bahasa Indonesia, berbagai institusi mulai dari sekolah sampai lembaga-lembaga, semuanya mengacu pada kamus ini. Karena KBBI cetaklah yang paling lengkap, akurat, dan resmi,” jelas Ika.

Kelima instalasi itu sengaja dibuat transparan, sehingga ketika seorang perempuan berada di balik kaca tersebut, maka itulah yang seolah-olah mendefinisikan mereka sebagai perempuan. Setiap ada transisi atau perubahan dari definisi kata perempuan dalam KBBI, Ika menggarisbawahi kata tersebut dengan warna merah.

Menurut Ika, kata perempuan dalam kitab bahasa negara yang diperbaharui setiap lima tahun itu memiliki pergeseran arti yang menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan.

Ia mengatakan secara etimologis, kata perempuan itu memiliki arti “empu, tuan, penyokong, sokong, puan, dan pengampu”. Namun faktanya, pendeskripsian kata perempuan di dalam KBBI Cetak selama 30 tahun terakhir, kata Ika, tidak keluar dari konteks perempuan dilihat dari alat kelaminnya, baik sebagai bagian dari proses reproduksi, atau sebagai segala sesuatu yang konteksnya seks.

“Mengapa harus dibawa ke sana terus selama 30 tahun, masa tidak ada perubahan. Belum lagi konteks pelacur, sundal, jalang, nakal, buruk, penipu. Kata pelacur digunakan berulang kali di dalam pendeskripsian kata perempuan dalam KBBI, mutlak selama 30 tahun. Seperti tidak ada contoh lain untuk kata perempuan,” lanjut Ika.

As simple as, anak perempuan, itu juga tidak ada. Atau presiden perempuan, bos perempuan. There are so many things yang bisa jadi referensi kata dan contoh yang menurut gue dalam kehidupan kita sehari-hari perannya perempuan kan banyak banget, kenapa hanya diambil yang konteksnya seksual?”

Karya-karya ini, menurut Ika, adalah sebuah pembukaan dari sebuah proyek panjang.

“Jadi gue mulai dengan presentasi fakta ke publik. Dari fakta ini, kemudian gue akan melakukan proses penelusuran pencarian jawaban. Ini titik mulainya,” ujarnya.

Lebih lanjut lagi, Ika juga mempertanyakan pihak-pihak yang merasa punya andil dan merasa punya hak atau kuasa namun tidak menganggap problematik pendeskripsian perempuan seperti yang tertera pada kamus.

“Di setiap edisi kamus itu ada nama-nama mereka yang memformulasikan setiap kamus, dan di situ banyak perempuannya. How do they feel when that happened? Apakah mereka ditanya pendapatnya? Apakah mereka diajak diskusi? Apakah pada akhirnya pendapat mereka tidak digubris? Kita tidak tahu apa yang terjadi di balik itu, dan gue sangat mempertanyakan itu,” ujarnya.

“Ini akan menjadi perjalanan yang panjang. That I deserve to know the answer sebagai perempuan di Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia setiap hari. It could take me a lifetime, enggak apa-apa juga, sih. But it could be interesting to know why, isn’t it?”

Baca tentang pameran ilustrasi ‘Mixed Feelings Project



#waveforequality


Avatar
About Author

Amel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *