Issues

Dari Tabrak Lari Sampai Memakai Patwal: 3 Kasus Viral di Jalanan

Mahasiswa UI—HAS—yang ditetapkan sebagai tersangka atas kematiannya, mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan di jalan. Kejadian itu hanyalah satu dari beberapa ‘abuse of power’ lainnya.

Avatar
  • February 6, 2023
  • 5 min read
  • 1161 Views
Dari Tabrak Lari Sampai Memakai Patwal: 3 Kasus Viral di Jalanan

Pada Jumat (27/01), polisi menetapkan HAS—mahasiswa Universitas Indonesia (UI), sebagai tersangka dari kasus tabrak lari yang dilakukan AKBP Purnawirawan Eko Setia. Kematian HAS dinilai sebagai kelalaiannya sendiri, dikarenakan ia tertabrak usai terjatuh ke jalanan sebelah kanan. Polisi pun menyatakan, kejadian itu bukan kesalahan Eko yang menabrak HAS.

“Jadi dia menghilangkan nyawa sendiri karena kelalaian sendiri,” tutur Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman, dilansir dari Kompas.com.

 

 

Sebelumnya, keluarga HAS telah melaporkan peristiwa tersebut ke kepolisian. Namun, yang diproses adalah laporan milik Eko. Pasalnya, berdasarkan bukti dan keterangan yang dikumpulkan Eko, ia telah berada di jalur yang benar. Eko yang melaju dengan kecepatan 30km/jam, dinilai tidak merampas jalan orang lain. Tabrakan tersebut dinilai tidak dapat dihindari, karena jarak mobil dengan posisi HAS sudah terlalu dekat.

Selain penetapan HAS sebagai tersangka, kejanggalan lain ditemukan dalam kasus ini. Yakni sejumlah polisi yang mendatangi rumah HAS.

Kunjungan tersebut dilakukan untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP)—menimbulkan kecurigaan dari pihak keluarga. Sebab, biasanya surat tersebut dikirim menggunakan jasa kurir. Ditambah adanya permintaan damai kepada ibu dari HAS, dalam mediasi oleh pihak kepolisian. Katanya, HAS berada di posisi yang lemah.

Hal itu mencerminkan adanya abuse of power, atau penyalahgunaan kekuasaan, oleh aparat kepolisian. Secara tidak langsung mereka menekankan, polisi memiliki kekuatan atas kasus tersebut, sehingga HAS ditetapkan sebagai tersangka mutlak. Bahkan dianggap lemah sehingga disarankan untuk berdamai.

Namun, tragedi tersebut bukanlah satu-satunya penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di jalanan. Berikut beberapa peristiwa lainnya, yang melibatkan abuse of power berdasarkan jabatan di masyarakat.

1. ‘Istri Polisi’ Tabrak Lari

Beberapa waktu lalu, Nur—perempuan yang mengaku istri polisi—terlibat dalam kasus kecelakaan di Cianjur, Jawa Barat. Akibatnya, mobil Audi A6 yang dikemudikan Sugeng, sang sopir, menewaskan mahasiswa Universitas Suryakancana.

Nur yang janjian dengan suaminya untuk makan siang, mengikuti iring-iringan polisi. Ia mengaku melakukannya atas izin sang suami, yang katanya seorang polisi berinisial D dan bagian dari rombongan tersebut. Mengutip CNN Indonesia, sosok polisi yang dimaksud bukanlah suami Nur, melainkan temannya.

Sugeng merasa percaya diri lantaran atasannya kenal dengan polisi. Hal itu membuatnya berani menjadi bagian dari rombongan pengawalan, dengan mengikuti rombongan tersebut.

Akibatnya, Sugeng dikenakan Pasal 310 ayat 4 juncto 312 Undang-undang No. 2002 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Ia terancam hukuman maksimal enam tahun penjara.

Perilaku Nur yang mengaku pasangannya adalah polisi, merupakan contoh lain dari jabatan aparatur sipil negara yang dipandang memiliki kekuasaan. Membuat sipil ikut memainkan “kartu” tersebut. Bahkan, Sugeng mengatakan pada CNN Indonesia, ia mengikuti rombongan berdasarkan perintah “bapak”—alias suami dari bosnya. Sugeng pun menyebutkan, mengikuti iring-iringan “seperti biasa” seolah sudah sering melakukan.

Pengakuan Sugeng sekaligus menunjukkan, anggapan bahwa aparatur sipil negara memiliki kekuasaan telah dinormalisasi, dan dengan mudahnya dimanfaatkan untuk memiliki hak istimewa.

2. Memakai Voorijder Bagi yang Tidak Bertugas

Sebagai pengguna jalan, mungkin kamu juga pernah mendapati voorijder menerobos kemacetan. Diikuti kendaraan pribadi berpelat hitam di belakangnya. Perilaku tersebut merupakan contoh abuse of power lainnya, karena penggunaan layanan pengawalan itu tidak diperuntukkan untuk semua kalangan.

Berdasarkan UU LLAJ, hanya sejumlah pengguna jalan yang memiliki hak utama untuk menggunakan voorijder. Yakni pada Pasal 134, dengan urutan sebagai berikut:

  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
  2. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
  3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
  4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
  5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
  6. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
  7. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kenyataannya, pengguna jalan sering mendapati mobil berpelat hitam—atau yang tidak memiliki hak utama sebagaimana dimaksud dalam UU—memakai voorijder. Misalnya oleh mobil mewah yang bukan pejabat, atau aktivitas touring kelompok tertentu. Di sini terlihat adanya penyalahgunaan kekuasaan, melihat khalayak umum dapat menggunakan voorijder.

Pasalnya, pengguna jalan dapat membayar untuk jasa pengawalan perjalanan tersebut. Melansir Kompas.com, sebagian besar wilayah memiliki tarif pengawalan berkisar sampai Rp2 juta untuk penggunaan mobil patroli. Sementara sepeda motor mulai dari Rp750 ribu rupiah, hingga Rp1 juta. Harga tersebut untuk sekali jalan.

Artinya, layanan voorijder dapat berlaku bagi siapa saja—dengan catatan mampu membayar. Setelah itu tinggal melakukan koordinasi, dengan memberikan surat keterangan kegiatan.

Dalam artikel yang sama di Kompas.com, Indrajit yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Bin Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas mengatakan, polisi akan melakukan pengawalan jika kegiatannya dianggap penting. Pun tidak semua permintaan masyarakat yang membutuhkan pengawalan akan diterima, dengan sejumlah pertimbangan.

Lalu, apakah ada pengecualian bagi pengguna jalan di luar pemilik hak utama penggunaan voorijder?

3. Menggunakan Jalur TransJakarta

Pada Juni 2022, warganet ramai membicarakan Toyota Fortuner berpelat ‘RF’, yang menerobos jalur TransJakarta di bilangan Jakarta Selatan. Melalui video yang viral di media sosial, terlihat mobil tersebut mengikuti TransJakarta di depannya, dan lolos dari penjagaan polisi di lokasi. Berdasarkan penelusuran polisi, mobil Fortuner itu dikendarai oleh sopir dari seorang staf di kementerian.

Merujuk pada Pasal 90 ayat 1 Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, kendaraan bermotor selain mobil bus angkutan umum massal berbasis jalan, dilarang menggunakan lajur atau jalur khusus angkutan umum massal berbasis jalan.

Artinya, polisi seharusnya menindaklanjuti pelanggaran Fortuner tersebut. Bahkan, terkena hukuman pidana paling lama dua bulan, dan/atau denda dengan jumlah paling banyak Rp50.000.000,00. Hal ini tercatat dalam Pasal 253 Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Sebenarnya ada pengecualian untuk penggunaan jalur TransJakarta. Yakni ambulans dan mobil pemadam kebakaran, serta mobil yang menggunakan pelat RI. Peraturan itu tertulis setelah adanya perubahan, dalam peraturan pengecualian kendaraan yang diizinkan melintasi jalur TransJakarta.

Sayangnya, polisi menindaklanjuti kasus tersebut setelah viral di media sosial. Yaitu menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan pelat kendaraan, serta melarang pemilik mobil menggunakan pelat nomor ‘RF’—harus pelat nomor asli. Pengemudi juga ditilang dengan Pasal 287 UU LLAJ karena melanggar rambu lalu lintas.

Polisi yang meloloskan Fortuner pun diberikan sanksi berupa teguran tertulis. Namun,  terlambatnya penindakan menunjukkan, polisi “tunduk” terhadap identitas pengendara mobil tertentu—dalam hal ini pelat ‘RF’ yang dikenal milik staf kementerian, dan dikenal memiliki kekuasaan.


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *