‘English Teacher’: Komedi Nyeleneh dari Brian Jordan Alvarez yang Mengocok Perut
Brian Jordan Alvarez dikasih kesempatan FX bikin serial komedi. Lucunya jangan ditanya.
Evan Marquez (Brian Jordan Alvarez) tidak punya waktu untuk drama, meskipun dia tidak bisa menghindarinya. Sebagai guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah publik di suburban Texas, ia harus menavigasi hidupnya sebagai seorang gay, menghadapi murid-murid Gen-Z yang penuh dengan opini dan alasan woke untuk tidak mengerjakan PR, kolega yang punya masalah-masalah yang tidak penting dan menghadapi kepala sekolahnya, Grant (Enrico Colantoni) yang mendapat laporan keberatan dari orang tua murid yang homofobik. Laporan itu ditujukan ke Evan yang beberapa tahun sebelumnya sempat mencium pacarnya di depan sang murid.
Mereka tau kalau laporan itu bisa dilandasi homofobia, maka itu di sepanjang episode Evan mencari alasan demi meyakinkan wali murid bahwa yang dilakukannya bukan masalah. Tapi, laporan itu justru dicabut begitu saja karena Evan dibantu guru olahraga Markie Hillridge—yang didesain sangat maskulin, suka kekerasan, dan tipikal pendukung Trump, tapi sebetulnya tidak terlalu kanan.
Di ujung episode satu, Evan tetap dilarang jatuh cinta sesama petugas sekolah. Kehadiran Harry (Langston Kerman), guru baru yang ganteng dan kemungkinan gay jelas tidak membantu hidup Evan.
English Teacher adalah sebuah sitkom FX yang sesuai dengan brand-nya untuk tidak ingin menjadi politically correct. Kalau penonton ingin menyaksikan kisah yang menginspirasi tentang guru dan murid, Abbott Elementary adalah pilihan yang lebih baik. English Teacher seperti teman-temannya yang berasal dari FX, macam It’s Always Sunny in Philadelphia, What We Do In The Shadows, dan You’re The Worst lebih tertarik untuk membuat penonton tertawa dengan humornya yang nyeleneh daripada menampilkan humor yang standar.
Sebagai penonton webseries Alvarez yang berjudul The Gay and the Wondrous Life of Caleb Gallo (bisa disaksikan secara gratis di YouTube), saya sudah menantikan spotlight untuknya. Alvarez memang sudah beberapa kali nongol sebagai bintang tamu di Jane the Virgin atau reboot Will & Grace. Tapi baru di English Teacher inilah ia tidak hanya dipercaya sebagai pemeran utama, tapi juga menjadi kreator. Hasilnya tidak mengecewakan. Delapan episode yang hadir benar-benar lucu.
Baca juga: ‘Abbott Elementary’ dan Kembalinya Sitkom Bikinan TV
Bermain-main dengan Wokeness
Alvarez bersama tim penulisnya (Jake Bender, Zach Dunn, Dave King dan Stephanie Koenig yang juga bermain menjadi Gwen) mematahkan ekspektasi penonton sebagai bahan utama kelucuannya. Evan Marquez yang gay tidak dijadikan sumber kelucuan. Dibanding karakter lain, ia justru terlihat paling normal dan mempertanyakan situasi di sekolah yang nyaris, selalu, chaos.
Contoh berikutnya bisa langsung dilihat di episode kedua. Berjudul “Powderpuff”, episode yang disutradarai Alvarez sendiri dan ditulis oleh Koenig ini bercerita tentang tradisi sekolah di mana tim futbol merayakan permainan dengan berdandan menjadi perempuan. Hal ini kemudian menjadi bahan protes murid-murid yang masuk aliansi LGBTQ+ karena menganggap yang dilakukan para atlet futbol adalah penghinaan.
Semuanya akan dimaafkan kalau mereka tampil dengan otentik. Solusi dari gurunya: Menghadirkan drag queen untuk mengajari anak-anak futbol ini bagaimana menjadi drag queen yang benar. “Powderpuff” lucu luar biasa karena ia berhasil membalikkan skrip yang biasa kebanyakan penonton harapkan. Para penggemar Drag Race juga akan dibikin teriak oleh kehadiran Trixie Mattel sebagai bintang tamu.
English Teacher tahu bahwa ia hadir di situasi sosial yang dipegang dan dikendalikan Gen Z. Maka skripnya bermain-main di sana. Kelucuan mereka malah datang dari konflik antara Gen Z yang dilambangkan para murid, dan guru-guru mereka yang berusaha beradaptasi dengan wokeness—tanpa menjadikan hal-hal yang diperjuangkan wokeness.
Wokeness sendiri, berdasarkan kamus Cambridge, berarti sikap yang dimiliki seseorang muncul dari kewaspadaan dan kepedulian terhadap ketidakadilan sosial dan diskriminiasi. Kata itu sudah ada di sejarah Amerika Serikat sejak 1930-an. Belakangan, masuk dalam bahasa sehari-hari karena Gen Z yang didapuk lebih aware dengan ketidakadilan dibanding generasi-generasi sebelumnya.
Di episode ketiga, Marquez harus dipusingkan oleh seorang murid yang kesulitan untuk belajar karena penyakit yang dia diagnosis sendiri. Kelucuan episode ini adalah melihat bagaimana Marquez dan guru-guru lainnya (baca: millennial) harus menghadapi para Gen-Z yang selalu mempunyai jawaban atas semua respons yang mereka lemparkan.
Baca juga: ‘Hacks’: Komedi Kualitas Premium
Diisi Karakter-karakter Jenaka
Sebagai sebuah sitkom, English Teacher memiliki barisan karakter yang siap untuk dieksplor. Persahabatan antara Marquez dan Gwen menjadi salah satu highlight episode lima. Gwen sendiri selain terlihat konyol karena berusaha keras untuk mengerti mindset murid-muridnya, juga punya masalah yang sangat “tidak penting” dengan pacarnya yang pengangguran.
Selain Gwen dan kepala sekolah Grant, ada Sean Patton sebagai Markie Hillridge si guru olahraga. Sikapnya yang urakan dan ketidakpeduliannya dengan semua hal yang berbau woke menjadi kejutan ketika English Teacher menunjukkan bahwa Markie mempunyai sisi lembut. Rick Santana (Carmen Christopher) sementara itu, pada awalnya tidak terlihat mencuri perhatian. Sebagai guru bimbingan konseling, ia memang tidak terlihat kompeten. Tapi sebagai karakter yang punya banyak pekerjaan sampingan, ia justru lucu luar biasa.
Baca juga: Vecna: Simbol Depresi, Kebencian, dan Musuh Besar ‘Stranger Things 4 Vol.1’
Di musim pertamanya, English Teacher memang belum berhasil menggebrak dengan luar biasa seperti yang dilakukan The Bear. Tapi sebagai sebuah hiburan yang berhasil menampilkan isu sensitif (buku yang di-ban, wali murid yang terlalu mengontrol sekolah, woke culture, representasi LGBTQ+, drag ban di Amerika, isu pengaturan senjata api), serial yang satu ini lolos inspeksi. Kalau FX berbaik hati memberikan sitkom ini musim kedua, semoga ia bisa tampil lebih gila lagi.