Vecna: Simbol Depresi, Kebencian, dan Musuh Besar ‘Stranger Things 4 Vol.1’
Vecna, musuh besar serial sci-fi ‘Stranger Thing’ menjadi simbol trauma dan depresi yang menakutkan.
Peringatan pemicu tentang depresi dan artikel mengandung spoiler
Stranger Things 4 Vol.1 membuktikan tak akan ada hari yang tenang untuk penduduk kota fiktif Hawkins, Indiana. Monster pemakan manusia (demogorgon), gumpalan daging–manusia dan tikus–yang bisa mengendalikan pikiran The Mind Flayer, dan antek-anteknya demodogs selalu mengintai dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali menyerang.
Walaupun gerbang ke Upside Down telah ditutup oleh Jim Hopper (David Harbour) di musim ketiga, monster dari dunia lain tetap jadi ancaman konstan. Untuk musim ini, duo pencipta Stranger Things, The Duffer Brothers, membawa musuh yang lebih mematikan ketimbang monster sebelumnya.
Jika demogorgon bak binatang karnivora yang selalu lapar dan berburu manusia untuk bersenang-senang, Vecna sang ancaman terbaru, berwujud humanoid dengan wajah menyerupai tengkorak. Ia sangat kalkulatif sebelum menyerang musuhnya. Parahnya sang spell caster itu memiliki semacam sulur bak ‘otak” yang membantunya memata-matai warga Hawkins dari Upside Down.
Celaka tiga belas karena Eleven (Millie Bobby Brown) secara magis kehilangan kekuatannya kemudian pindah ke California bersama Will (Noah Schnapp), Joyce (Winona Ryder), dan Jonathan (Charlie Heaton). Sementara, Dustin (Gaten Matarazzo), Lucas (Caleb McLaughlin), dan Max (Sadie Sink) masih menetap di Hawkins dan harus menyelidiki siapa Vecna dan mengapa ia ingin membuka kembali gerbang menuju Upside Down.
Bak Freddy Krueger, karakter fiksi dari film A Nightmare on Elm Street yang membunuh remaja melalui mimpi, Vecna mampu membawa targetnya ke alam Upside Down secara psikis. Namun, jasadnya tetap berada di dunia nyata, seperti Krueger. Inspirasi itu menjadi semacam homage untuk aktor yang memerankan Krueger, Robert Englund, yang tampil jadi cameo sebagai Victor Creel, tokoh kunci soal asal usul Vecna.
Jika melihat enam tahun silam saat serial itu rilis, Stranger Things tak lagi tentang hilangnya Will dan sekelompok anak-akan menemukan Hawkins National Laboratory, yang risetnya mampu membahayakan manusia. Sekarang serial itu melangkah lebih jauh dengan keterlibatan agen Rusia, nuansa cerita yang gelap, bahkan mulai memasuki genre horor.
Sebagai penggemar sejak awal serial dan melihat aktornya tumbuh besar di televisi, rasanya tak sabar menyaksikan cara Vecna membawa ancaman untuk Eleven dkk di Stranger Things 4 Vol.2 awal Juli nanti. Namun, selama penantian panjang–yang enggak panjang-panjang amat–itu, Vecna memang musuh paling mengerikan di Stranger Things.
Baca juga:Trilogi ‘Fear Street’: Amarah Perempuan dari Alam Kubur
Kebencian dan Motif Tatanan Dunia Baru
Untuk mengenal Vecna lebih jauh, dua episode terakhir Stranger Things mengisahkan alasannya menjadi jenderal tertinggi The Mind Flayer, penguasa dunia Upside Down: Menciptakan tatanan dunia baru yang sebenarnya neraka dunia. Motif itu sejatinya mudah ditebak, formulaik, dan sudah dilakukan berulang kali di karya sinema lain, seperti Darth Vader dalam waralaba Star Wars dan Sauron untuk trilogi The Lord of The Rings.
Namun, Vecna sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat a new world order sejak berusia tujuh tahun atau saat namanya masih Henry Creel. Semua bermuara dari rasa kebencian atas dunia, teralienasi karena berbeda dari orang lain, dan kemampuan telepati yang membuatnya dapat membaca pikiran gelap hingga trauma seseorang.
Ayah, ibu, dan adik perempuannya dijadikan kelinci percobaan untuk meningkatkan kemampuan ‘sihirnya’. Mereka terus dihantui bayang-bayang kejadian traumatis yang pernah mereka alami. Sang ayah, misalnya, terus berhalusinasi masa-masa mengerikan saat dia menjadi tentara perang. Tak berhenti di situ, Vecna kemudian melatih kekuatannya dengan membunuh hewan-hewan kecil di sekitar rumahnya.
Untuk keluarga Creel hal itu diartikan sebagai gangguan setan, apalagi di tahun 1970 sampai 1980-an AS digandrungi Satanic Panic akibat munculnya kultus, seperti Son of Sam di New York City. Akan tetapi, hal yang paling mencolok dari Henry adalah minimnya empati atas nyawa makhluk hidup, sebuah karakteristik yang kerap disematkan kepada calon pembunuh berantai. Henry is a serial killer in the making.
Layaknya pembunuh berantai Ted Bundy yang menguntit korban dengan karakteristik perempuan kulit putih di usia awal 20-an, Vecna mengintai remaja yang mengalami depresi, trauma, dan memendam rasa bersalah besar yang memakannya hidup-hidup dari dalam. Belum lagi Vecna memiliki kemiripan dengan kanibal serta pembunuh Jeffrey Dahmer yang menyimpan jasad korbannya.
Di apartemen Dahmer ditemukan potongan kepala, genital, dan tulang belulang korbannya, ia bahkan berencana untuk membuat kuil untuk tulang-tulang itu. Sementara Vecna, menyimpan tubuh ibunya di alam Upside Down dan berkata, “You will never forget your first,” yang diindikasikan sebagai ‘kenang-kenangan’ pembunuhan pertamanya. Seperti pembunuh berantai lainnya, Vecna juga lihai dalam berkata dan mudah memanipulasi seseorang, termasuk Eleven.
Karakter Vecna yang dipengaruhi beberapa pembunuh berantai menjadi hal yang tak mengherankan karena Hollywood memiliki karya sinema yang ‘terinspirasi’ darii Ed Gein, seperti Psycho, The Texas Chainsaw Massacre, dan The Silence of The Lambs. Masing-masing antagonis film tersebut menjadi karakter tersohor genre horor.
Meski demikian, kekejaman Vecna menyerang kondisi psikologis remaja sebelum membunuh mereka membuat monster itu semakin menyeramkan. Ketika si remaja sudah tak mampu melawan, Vecna merenggut nyawanya. Mengutip perkataan Max, “Ada hal lain yang lebih menyeramkan daripada hantu.”
Baca juga: ‘Umma’, Kombinasi Horor dan Trauma yang Gagal Memikat Saya
Vecna dalam Serial Stranger Things adalah Personifikasi Trauma dan Depresi
Korban pertama Vecna, Chrissy memang tampak sempurna. Siswa populer, anggota tim cheerleader dan kekasih ketua tim basket sekolah. Tapi, Chrissy menyimpan rahasia yang tak diketahui orang lain. Dia mengalami gangguan makan akibat perlakuan kejam ibunya dan pengalaman traumatis itu membuat Chrissy menjadi sasaran ‘empuk’ Vecna.
Chrissy mulai mengalami gangguan tidur hingga halusinasi auditori yang melontarkan kalimat mengancam nyawa. Adegan itu membuat saya terkejut karena saya mengalami depresi dengan gejala psikotik dan ‘suara-suara’ jahat tersebut bukan hal yang asing. Ketika Vecna menampakkan wujudnya, sudah jelas musuh terbaru Eleven ini personifikasi dari trauma dan depresi. Stranger Things just got real.
Tak hanya Chrissy, Max juga menjadi incaran Vecna karena mengalami depresi setelah kakak tirinya, Billy dibunuh The Mind Flayer pada musim sebelumnya. Vecna yang melumpuhkan korbannya secara psikologis memang mengerikan. Jika saya tinggal di Hawkins mungkin saya menjadi korban selanjutnya. Pasalnya, hidup dengan depresi sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) bukan hal mudah.
Seperti Max, saya cenderung mengisolasi diri dan menjauhkan sahabat-sahabat saya. Bahkan berbicara kepada psikolog maupun psikiater sangat sulit dan butuh keberanian besar untuk bisa benar-benar terbuka pada orang lain. Karenanya, saat Lucas berujar, “Saya tak butuh surat (untuk bicara) karena saya ada di sini,” saya merasa disentil.
Baca juga: ‘Perang Hantu vs Kiai di Film Horor Indonesia Era Orde Baru
Akan tetapi, jika saya berada di posisi Max dan berhadapan dengan depresi kronis–dalam wujud Vecna–saya juga memilih untuk tak menyerah. Di tengah mengerikannya dunia Upside Down dan rentetan bisikan manipulatif kalau saya tak berharga dan pantas mati, ada beberapa sahabat yang menunggu di ujung terowongan gelap itu.
Layaknya Max yang diselamatkan’ lagunya Kate Bush ‘Running Up That Hill (A Deal With God)’, puncak lagu dan hentakan gitar yang keras dari ‘The Chain’ oleh Fleetwood Mac, “Chain keep us together (Running in the shadow)” memberi saya kekuatan untuk melawan Vecna.
Max yang berani mengonfrontasi Vecna–sekilas membuatnya menjadi final girl atau karakter perempuan yang ‘mengalahkan musuh di film slasher–mengingatkan saya untuk tak takut akan depresi yang saya alami. Mengutip Max yang bernafas lega saat lepas dari ‘sihir’ Vecna, “(Syukurlah) saya masih di sini.”