Culture Screen Raves

‘Heartstopper Season 2’, Isu ‘Coming Out’, dan Pelajaran dari Isaac

Heartstopper 2 masih tetap bisa membuat penonton meleleh dengan romansa ABG SMA, tapi juga berhasil hadirkan bentuk cinta lainnya.

Avatar
  • August 10, 2023
  • 7 min read
  • 1792 Views
‘Heartstopper Season 2’, Isu ‘Coming Out’, dan Pelajaran dari Isaac

Setelah menunggu satu tahun sejak perilisan musim pertama, Heartstopper kembali menyapa para penonton di seluruh dunia. Dengan segala rintangan yang harus dihadapi Charlie Spring (Joe Locke) dan Nick Nelson (Kit Connor) di musim pertama, kini keduanya resmi pacaran. 

Pertama kalinya mencicipi hubungan romansa, Nick dan Charlie betul-betul mabuk kepayang. Hari-hari mereka dipenuhi ciuman dan kata-kata manis. Saling mendukung dan menjaga satu sama lain. Begitu lengket dan menggemaskan sampai membuat banyak penggemar merasakan kembali manisnya cinta semasa SMA.

 

 

Tao Xu (William Gao) dan Elle Argent (Yasmin Finney) juga tak mau kalah. Tao dan Elle, dua remaja yang sudah berteman sejak kecil ini akhirnya mulai menyadari ada rasa yang tak bisa mereka sangkal. Rasa itu adalah rasa suka yang melebihi definisi persahabatan saja. 

Awam soal cinta, pada awalnya mereka dilanda dilema. Ingin tetap mempertahankan persahabatan sehidup semati atau mengakui gejolak rasa suka. Beruntung keduanya mendapatkan jawaban. Mereka menyatakan rasa suka tanpa harus menghilangkan ikatan persahabatan yang sudah dijalin sejak lama.  

Diadaptasi dari volume kedua dari novel grafis karya Alice Oseman berjudul sama, Heartstopper musim kedua memang terasa lebih manis dari musim pertamanya. Namun, manisnya kisah romansa SMA bukan jadi satu-satunya hal yang ditawarkan dari serial ini. 

Lebih bernuansa dibandingkan musim pertama, Heartstopper musim kedua mulai berani mengangkat konflik yang lebih berat dengan representasi queer yang lebih beragam. Tak heran, di musim keduanya Heartstopper kembali menjadi hits. Menuai banyak pujian tidak hanya dari penonton muda tapi juga dewasa.

Ulasan Heartstopper Season 2
Sumber: Netflix

Baca Juga: Ulasan ‘The Little Mermaid’ yang Perlu Dibaca Reviewer Rasis

Susahnya Coming Out

Musim kedua Heartstopper sebagian besar berfokus tantangan baru dari hubungan Nick dan Charlie. Tantangan ini salah satunya hadir dalam pergulatan batin Nick. Nick yang sudah menerima dirinya sebagai biseksual berencana untuk coming out. Ia sudah capek melihat respons teman-temannya yang menganggap Charlie hanya sebagai teman dekat bukan kekasih. 

Ia merasa dengan coming out, ia bisa dengan bebas mencintai Charlie. Ia juga jadi bisa melindungi Charlie dari perundungan yang selama ini harus ia alami seorang diri.

Awalnya Nick menganggap coming out adalah hal yang mudah. Tetapi dalam perjalanannya ia baru menyadari bagaimana ia kerap mengalami kesulitan hingga harus kembali menjalin hubungan romansa dalam bayang-bayang. 

Nick memang dikelilingi oleh lingkaran pertemanan dan ibu yang suportif, tetapi keputusannya coming out selalu dihalangi oleh rasa takut dan cemas berlebihan akan ejekan dan penghakiman. Hal ini sayangnya semakin diperparah lewat kehadiran saudara laki-lakinya David (Jack Barton) dan sang ayah Stéphane Fournier Nelson (Thibault de Montalembert). 

David dalam berbagai kesempatan terus memojokkan Nick dan mengkerdilkan identitasnya dengan ejekan dan hinaan bifobik. Di saat bersamaan, dengan membawa-bawa masa lalunya sebagai supernova dan mendorong Nick untuk bermain rugbi agar dikejar-kejar oleh perempuan, sang Ayah selalu berusaha mendorong Nick untuk mencari pacar perempuan. 

Melalui pengalaman Nick, Heartstopper musim ini secara blak-blakan berusaha menampilkan realita susahnya jadi remaja queer di tengah masyarakat yang menekankan compulsory heterosexuality. Dikutip dari Cosmopolitan, compulsory heterosexuality adalah sebuah gagasan yang menekankan bahwa heteroseksualitas adalah sesuatu yang normal dan perlu dijunjung tinggi. 

review terbaru Heartstopper Season 2
Sumber: Netflix

Melalui gagasan ini, heteroseksualitas diasumsikan dan dipaksakan kepada setiap orang. Akibatnya, setiap orang yang bukan heteroseksual akan dianggap aneh, menjijikan bahkan berbahaya. Stigma dan diskriminasi pun tak terhindarkan karena gagasan ini mampu membatasi pemahaman seseorang tentang seksualitas dan gender sebagai sesuatu yang luas dan cair. 

Tak kalah penting, compulsory heterosexuality juga membuat coming out jadi semacam hutang yang harus dibayarkan secepatnya. Dalam kasus Nick, ia jadi merasa punya tanggung jawab besar untuk segera coming out ke semua orang. Setiap ia gagal melakukannya, ia akan merasa bersalah, kecewa pada diri sendiri, dan terus minta maaf kepada Charlie.

Beruntung Nick masih dikelilingi orang yang menyayangi dan ingin menjaganya. Pelatih Singh (Chetna Pandya), ibunya, dan Charlie berulang kali berusaha memberitahu Nick bahwa ia tidak “berutang” pada siapa pun untuk menjadi dirinya sendiri. Hal ini berhasil mengurangi tekanan pada Nick untuk buru-buru coming out.

Baca Juga: Membedah Bahaya Grooming Lewat Film ‘Palm Trees and Power Lines’

Bentuk Lain dari Romansa Cinta

Cinta selama ini hampir selalu dikaitkan dengan romansa. Dicintai dan mencintai seseorang jadi penekanannya. Ratusan buku, film, dan serial diproduksi tiap tahunnya untuk terus memelihara keagungannya. Filsuf dari Rice University, Elizabeth Brake Calls dalam bukunya “Minimizing Marriage: Marriage, Morality, and the Law” (2012) pun bahkan sampai menciptakan istilah untuk pengagungan ini.

Namanya amatonormativitas. Amatonormativitas adalah gagasan yang menekankan bagaimana cinta romansa adalah sesuatu yang normal bagi manusia. Ia bersifat sentral dan eksklusif. Dalam Heartstopper amatonormativitas hadir hampir di setiap kisah karakternya. Ia hadir dalam kisah Nick dan Charlie, Tao dan Elle, Tara dan Darcy, Ajayi dan Farouk. Amatonormativitas bahkan hadir dalam karakter Ben dan obsesi toksiknya terhadap Charlie.

Heartstopper Season 2
Sumber: Netflix

Cinta romansa membuat para karakter-karakter di Heartstopper bahagia, tetapi ada juga yang nelangsa karena berbagai tantangan untuk memperjuangkannya. Tapi inilah yang memang jadi daya tarik serial ini. Serial hangat tapi juga bikin sebagian orang iri. 

Menariknya, walau menjadikan amatonormativitas sebagai fondasi cerita di saat bersamaan Heartstopper juga berusaha menentang gagasan tentang cinta romansa adalah segalanya. Penentangan ini dilakukan lewat karakter Isaac (Tobie Donovan). Jika pada musim sebelumnya, Isaac hanya digambarkan sebagai si kutu buku teman Charlie, Elle, dan Tao, musim kedua ini akhirnya penonton bisa lebih dalam menyelami karakternya.

Di musim kedua, dalam berbagai adegan Isaac selalu digambarkan teralienasi dari teman-temannya. Ia duduk seorang sendiri di tengah kerumunan orang yang sedang memadu kasih, dengan bangga merayakan cinta romansa.

Ia tak tahu berbuat apa dan harus merasakan apa. Sudah ratusan buku dan film romansa ia lahap untuk memahami keajaiban dari cinta romansa. Sayangnya, ia tetap saja terperangkap dalam kesendirian karena tidak bisa memahaminya. 

Perasaan ketersendirian ini semakin parah. Ia menyadari tak hanya tak mampu memahami cinta romansa tetapi ia juga tak memiliki hasrat seksual terhadap siapapun. Ia tak punya celebrity crush (hal yang kata Imogen mustahil). Ia bahkan tak tau harus merespons apa ketika seseorang menyatakan rasa suka dan menciumnya. 

Buat masyarakat yang memandang cinta dan hasrat seksual adalah dua hal yang saling berkaitan dan secara naluriah dimiliki setiap manusia, Isaac pun merasa berbeda dari teman-temannya lain. Bagaimana seseorang tidak bisa jatuh cinta dan punya hasrat seksual di saat bersamaan?

“Aku merasa ada yang salah denganku,” kata Isaac satu waktu.

Nyatanya, tak ada yang salah dengan dirinya. Dalam sebuah pertemuan dengan seorang seniman queer, Isaac mulai memahami dan menerima dirinya sendiri. Ia adalah seorang aromantic asexual atau aro ace sama seperti penulisnya Alice Oseman. Aro ace sendiri adalah seseorang yang tidak memiliki ketertarikan baik romantis maupun seksual. 

Walau tidak memiliki ketertarikan romantis atau seksual, bukan berati seorang aro ace tidak bisa memahami rasa cinta. Perasaan cinta yang dirasakan oleh aro ace adalah bentuk cinta platonik dan cinta pada diri mereka sendiri.

Sumber: Netflix

Baca Juga: Review ‘Nimona’: Fantasi Gemerlap dengan Pesan Kuat tentang Queer

Melalui bentuk cinta platonik, persahabatan bagi seseorang aro ace begitu penting dan berharga dibandingkan apa pun. Ini terlihat dari bagaimana Isaac selalu bahagia saat dikelilingi teman-temannya dan selalu ada untuk mereka.

Di sisi lain, melalui cinta pada diri sendiri, aro ace berproses untuk membebaskan dirinya sendiri dari kekangan sosial yang mendikte seseorang harus jatuh cinta dan punya hasrat seksual.

Penggambaran ini terlihat dalam momen di mana dia menggenggam erat buku Angela Chen berjudul Ace: What Asexuality Reveals About Desire, Society, and the Meaning of Sex. Inilah momen heartstopper Isaac. Momen yang melambangkan langkah pertamanya menemukan cinta lewat pencarian jati diri dan menerima diri apa adanya.

Representasi Isaac sebagai aro ace pun akhirnya jadi milestones langka. Hal ini lantaran menurut Gay & Lesbian Alliance Against Defamation (GLAAD) representasi aro ace tidak hanya buruk tapi bahkan hampir tidak ada sama sekali di media. Dalam laporan 2022 misalnya dari 637 karakter yang GLAAD kaji di serial TV, film, dan serial streaming, hanya ada dua karakter yang digambarkan sebagai aro ace.

Dengan fakta ini, kehadiran Isaac pun jadi berharga. Karakternya mampu memvalidasi pengalaman sesama aro ace. Isaac membuat penonton yang mengidentifikasi sebagai aro ace dirangkul dan memungkinkan mereka untuk mencintai diri sendiri seutuhnya. 


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *