Lifestyle

Valentine’s Day Memang Patut Diharamkan!

Sebagai lulusan madrosah, saya sepakat bahwa Hari Valentine memang patut diharamkan.

Avatar
  • February 14, 2020
  • 4 min read
  • 745 Views
Valentine’s Day Memang Patut Diharamkan!

Saya mau membuat pengakuan. Waktu masih SMP, sebagai lulusan madrasah, saya giat mengadvokasi teman-teman agar tidak merayakan Valentine’s Day alias Hari Kasih Sayang yang jatuh setiap 14 Februari. Hal ini sesuai dengan petuah para guru yang selalu mengingatkan agar kami tidak ikut-ikutan merayakan Valentine. Kata mereka, Valentine itu bukan budaya Islam.

Baru-baru ini beredar surat dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi dan Kota Bandung yang “mengimbau” pelarangan merayakan Valentine di lingkungan sekolah. Wow, ternyata setelah belasan tahun lulus SMP, kontroversi hari Valentine tetap berlangsung setiap tahun.

 

 

Memang saya sudah bukan murid madrasah lagi, tapi saya tetap setuju kalau Valentine’s Day ini perlu diharamkan! Sejarahnya saja cukup menyeramkan, sungguh morbid. Entah benar atau tidak, katanya Santo Valentine dipenggal kepalanya oleh aparat Kekaisaran Romawi karena ketahuan menikahkan pasangan terlarang, di mana sang pengantin prianya buru-buru menikah untuk menghindari perang.

Melihat situasi dan kondisi bangsa saat ini, dan demi kepentingan generasi muda penerus bangsa, dengan ini saya nyatakan bahwa perayaan Valentine memang tidak baik. Berikut alasan-alasan mengapa Valentine patut diharamkan.

  1. Cokelat pemicu diabetes dan obesitas

Perayaan hari Valentine identik dengan pemberian hadiah berupa cokelat atau permen dan kudapan manis lainnya. Oh-em-ji, Michele Obama pasti setuju dengan saya, bagaimana makanan-makanan ini adalah pemicu obesitas dan diabetes di kalangan generasi muda.

Perayaan Valentine membuat kita abai dengan gaya hidup sehat. Bayangkan, satu batang cokelat ukuran sedang berbobot 62 gram itu mengandung 313 kalori! Lebih banyak dari segelas soda. Harus berlari sepanjang berapa kilometer agar kita bisa membuang kalori tersebut dari badan kita?

Dibandingkan cokelat, lebih afdal kurma tiga buah (atau jumlah ganjil lainnya di bawah 10) karena itu adalah sunah Rasul saat berbuka puasa.

  1. Hari Valentine jalan tol menuju seks bebas

Hati-hati jika mendapat cokelat, karena itu bisa merupakan alat atau modus dari para fuckboy untuk menjeratmu ke tempat tidur. Mereka bakal bilang juga, “Kalau kamu sayang, buktiin dong ke aku.”

Padahal berhubungan seks di luar nikah itu dilarang sama agama! Jauhilah zina, tetapi kalau enggak ketahuan enggak apa-apa. Contohlah akhi-akhi yang tampangnya religius tapi khatam ngebokep di Twitter. Selain itu, kalian juga perlu mencontoh kegigihan laki-laki religius yang nekat menikah tanpa persiapan dan mengandalkan pertolongan Tuhan.

Valentine no, ngebokep diam-diam di Twitter, yes.

Baca juga: Argumentasi Utama Akun Dakwah Soal #FeminisMabok Bikin WKWKWK

  1. Valentine bukan budaya Islam

Beberapa di antara kita memanfaatkan hari Valentine sebagai momen untuk mengungkapkan rasa sayang kita pada pasangan. Sebagai lulusan madrasah, saya ulangi, bahwa Valentine’s Day sangat tidak sesuai budaya Islam pada umumnya.

Menurut sejumlah pemimpin agama, menyatakan cinta itu lewat akad, bukan cokelat. Walaupun enggak punya persiapan, dan enggak tahu pasangan dan keluarganya akan seperti apa, kita harus tetap optimistis dalam membina hubungan rumah tangga. Kita harus tetap percaya pada Tuhan, kalau rezeki akan mengalir pada hamba-Nya yang sabar dan tidak melakukan maksiat.

Kalau nanti kita kena KDRT, jangan bersedih, itu mah cobaan.

  1. Valentine itu bukan budaya kita

Kenapa sih orang-orang tetap pingin merayakan hari kasih sayang ini, padahal jelas-jelas ini bukan budaya Timur. Bukan budaya Indonesia. Budaya kita itu sebetulnya adalah ngejulidin kesenangan orang lain.

Saking membudayanya, julid itu sudah masuk ke dalam salah satu kata baku di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mungkin di kemudian hari, julid juga bisa menjadi salah satu ekstrakurikuler di sekolah, dan dijadikan lomba 17 Agustus, lomba julidin kesenangan orang lain.

Lagi pula, budaya kita sesungguhnya itu falling in love with people we can’t have alias bucin.

  1. Memicu fitnah

Di Hari Kasih Sayang ini, banyak yang memberi ide untuk melakukan aktivitas bersama pasangan, contohnya Netflix and chill di rumah kos sendiri atau pasangan. Aktivitas ini sangat berbahaya, bisa memicu fitnah. Daripada memicu fitnah, dan mengundang gibah, lebih baik muhasabah.

Boleh dua-duaan tapi harus tetap di lingkaran, kata Eyang Titiek Puspa. Daripada berdua-duaan, mending kita mengadakan nobar. Adakanlah layar tancap film Pengkhianatan G30S/PKI, agar generasi muda ingat PKI yang masih menjadi momok bagi bangsa.

(Kalau-kalau ada yang tidak memahami bahwa tulisan ini satir, berarti saya yang kurang lucu. Ikan kakap ikan patin, mohon maap lahir batin. Selamat Palentin.)



#waveforequality


Avatar
About Author

Elma Adisya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *