#AkhiriDiskriminasi-LawanPatriarki: 10 Tuntutan Women’s March Jakarta 2024
Dari menegakkan implementasi UU TPKS hingga menuntut pemerintah membentuk mekanisme pencegahan dan penanganan femisida. Berikut isi tuntutan Women’s March Jakarta.
Koordinator Women’s March Jakarta (WMJ) Ally Anzi bilang, Women’s March Jakarta (WMJ) konsisten hadir sejak 2017 sebagai solidaritas terhadap gerakan perempuan internasional. WMJ berkomitmen jadi ruang aman buat perempuan dan kelompok rentan dalam menyuarakan aspirasi demi perubahan sosial, politik, dan sistem hukum yang lebih adil dan berperspektif gender.
Terlebih mengingat pemerintah Indonesia punya rapor merah dalam menjadi sponsor kekerasan terhadap perempuan dan kelompok rentan. Ini diperparah lagi dengan kurangnya pejabat yang sensitif gender, karena mayoritas masih jadi bagian dari dinasti politik.
Enggak heran jika kebijakan berperspektif gender yang adil, non-diskriminatif, dan non-represif bertaburan di Indonesia beberapa tahun belakangan. Belum lagi lambatnya penanganan kasus kekerasan dan femisida yang juga marak.
“Kekerasan berbasis gender dan seksual tidak pernah menjadi prioritas pemerintah, padahal kasus seperti kekerasan seksual di institusi pendidikan dan tempat kerja terus terjadi,” ucap Ally, (6/12).
Baca juga: ‘Women’s March Jakarta’ Bukan Aksi Ikut-ikutan
Berangkat dari sinilah, WMJ menginisiasi aksi bersama turun ke jalan untuk menyampaikan sejumlah tuntutan, (7/12). Bersama dengan gerakan perempuan lain, mereka beraksi di depan gerbang Monumen Nasional. Di tengah hujan, para perempuan ini tetap semangat menyoroti beberapa PR besar pemerintah yang belum tuntas.
Tuani perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) bilang, kita punya harapan besar dengan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Namun sayang, UU ini masih belum mampu memberi perlindungan menyeluruh karena lemahnya implementasi di lapangan.
“Di banyak kasus, bahkan aparat penegak hukum justru memperparah penderitaan korban melalui bias gender dan victim blaming,” ujar Tuani dalam konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), (6/12)
Tak hanya itu, teman-teman ramah gender, kelompok rentan—pekerja seks, orang yang hidup dengan HIV-AIDS, dan penyandang disabilitas juga masih kerap mengalami diskriminasi dan jadi korban kekerasan seksual.
Bahkan saat dunia tengah mengalami krisis iklim kini, perempuan lagi-lagi menjadi kelompok paling terdampak. Khususnya perempuan masyarakat adat atau mereka yang tinggal di pedesaan.
“Mereka kehilangan akses pada sumber daya dasar seperti air, pangan, dan obat-obatan tradisional. Sayangnya, perempuan sering dikecualikan dari kebijakan mitigasi bencana dan pengelolaan lingkungan,” ungkap Khalisah Khalid perwakilan dari Greenpeace Indonesia dalam acara yang sama.
Karena itu, kita perlu perempuan ada di garda terdepan bersama dengan para laki-laki untuk membuat kebijakan yang menguntungkan semua lapisan masyarakat.
Baca juga: Jakarta’s Women’s March for Gender Justice and Other Intersecting Issues
Ada 10 tuntutan yang disuarakan buat pemerintah adalah:
1. Mengesahkan dan menjalankan kebijakan yang menghapus kekerasan, diskriminasi, stigma, represi terhadap perempuan, kelompok marginal, rentan, dan minoritas lainnya lewat:
- Implementasi UU TPKS
- Mengarusutamakan prinsip keadilan gender, disabilitas, dan inklusi sosial dalam setiap instrumen dan aturan di institusi hukum
- Menjamin akuntabilitas ruang peradilan pidana
- Menciptakan layanan yang aman, layak, dan berpihak pada perempuan dan anak korban kekerasan
- Menjamin hak pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual
- Mengesahkan RUU Perlindungan Masyarakat Adat
- Mendorong revisi UU HAM untuk perlindungan bagi perempuan pembela HAM
- Membentuk mekanisme dan penghapusan upaya femisida lewat sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat
- Implementasi 21 amar putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 tentang revisi UU Ciptaker
- Mendorong reformasi kebijakan narkotika yang lebih humanis untuk dekriminalisasi penggunaan dan kepemilikan narkotika
- Segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
- Mengakui dan menjamin penyandang disabilitas adalah subjek hukum yang punya kapasitas hukum
- Memperluas manfaat penerima bantuan hukum dalam Revisi UU No.16 tentang Bantuan Hukum, dengan memasukkan terminologi komunitas rentan dan termarginalkan
2. Mencabut dan/atau membatalkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan kelompok marginal, rentan, dan minoritas lainnya dengan:
- Merevisi UU ITE yang berpotensi memidana korban kekerasan seksual
- Membatalkan ratusan Perda dan menghentikan segala rancangan perda diskriminatif di Indonesia
- Menghapus segala aturan diskriminatif dalam RUU Penyiaran
- Mendorong penghapusan kebijakan hukuman mati di KUHP dan setiap peraturan perundang-undangan
- Menghapus syarat diskriminatif soal keterangan bebas narkotika, HIV, hepatitis B, sehat jasmani dan rohani dalam proses rekrutmen kerja
- Mengeluarkan/Membatalkan RUU Ketahanan Keluarga yang masuk Program Legislasi Nasional 2025-2029
- Mencabut kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat, khususnya kenaikan PPN 12% dan pengampunan pajak (tax amnesty)
3. Menghentikan praktik-praktik berbahaya dan diskriminatif terhadap perempuan, anak perempuan, kelompok minoritas gender dan seksual seperti:
- Sunat perempuan
- Tes keperawanan dan rekonstruksi selaput dara
- Pemaksaan kontrasepsi dan larangan memiliki anak, termasuk pada pekerja migran, perempuan dengan HIV dan AIDS, warga binaan perempuan, dan perempuan dengan disabilitas mental dan intelektual
- Upaya mengubah orientasi seksual dan identitas gender melalui praktik konversi
- Pemaksaan pernyataan dan pemeriksaan menstruasi terhadap murid perempuan
- Perkawinan anak
- Tradisi kawin tangkap
- Prosedur medis yang dilakukan tanpa persetujuan yang diinformasikan dengan baik kepada perempuan
- Diskriminasi layanan kesehatan
- Pemaksaan penggunaan atribut tertentu berbasis moralitas ke murid maupun pekerja
- Kondisi dan upah yang tidak layak bagi pekerja
- Penyitaan dan penahanan dokumen seperti ijazah, passport, KK, atau dokumen penting lain
- Penghapusan praktik-praktik tidak manusiawi dalam penanganan kesehatan, rehabilitasi, dan habilitasi terhadap penyandang disabilitas dan kelompok rentan
Baca juga: Bersatu Lawan Patriarki di Women’s March Jakarta 2018
4. Mendorong kurikulum pendidikan yang komprehensif, adil gender, dan inklusif
5. Memberikan perlindungan sosial yang universal, accessible, berkualitas, komprehensif, adil gender, inklusif, dan akomodasi layak
6. Memastikan keterwakilan perempuan dan kelompok marginal lainnya dalam pemerintahan di tingkat eksekutif, yudikatif, dan legislatif, termasuk mengubah komposisi pimpinan dalam Komisi VII DPR RI yang mengatur Sosial, Agama, Perempuan, dan Anak dengan memasukkan perwakilan perempuan secara proporsional
7. Menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara berkeadilan dan berpusat pada pemenuhan hak-hak korban
8. Menuntut pemerintah Indonesia melakukan aksi dan intervensi tegas dalam mengatasi krisis iklim dengan melibatkan peran perempuan dalam kebijakan iklim dan pengelolaan sumber daya alam, aksi iklim, dan mitigasi bencana yang lebih inklusif dan berkeadilan
9. Menuntut pemerintah menghentikan kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran HAM terhadap perempuan terutama di Papua
10. Mendesak pemerintah Indonesia mengakui konflik ekonomi politik di berbagai wilayah, termasuk genosida, militerisme, otoritarianisme, krisis kemanusiaan terhadap masyarakat Palestina, Rohingya, Myanmar, Filipina, Sudan, Congo, Bangladesh, Papua, dan berbagai wilayah lain, lewat upaya:
- Memutus segala bentuk kerja sama kepada pihak-pihak yang selama ini berkontribusi dalam konflik dan krisis kemanusiaan
- Memberikan pernyataan terbuka menolak kekerasan dan pelanggaran HAM
- Melakukan diplomasi antarnegara atau di tingkat regional untuk bersama-sama menghentikan kekerasan dan pelanggaran HAM di wilayah konflik tersebut