Issues

Mission Possible: Seks Menyenangkan dan Kemesraan Setelah Punya Anak

Hubungan seks yang menyenangkan dan kemesraan seperti masih pacaran sangat mungkin setelah punya anak.

Avatar
  • September 17, 2020
  • 6 min read
  • 1064 Views
Mission Possible: Seks Menyenangkan dan Kemesraan Setelah Punya Anak

Saya percaya bahwa kehidupan seks sebelum dan setelah memiliki anak bagi banyak orang, khususnya perempuan, bisa terasa sangat berbeda. Setelah menjadi ibu, banyak sekali tantangan yang harus saya hadapi untuk memperjuangkan kehidupan seks dan kemesraan dengan pasangan.

Dulu, saya merasakan kehidupan seks penuh gairah dan spontanitas yang menyenangkan. Itu semua bergeser menjadi aktivitas seks yang dilakukan sebagai bagian dari rutinitas dan komitmen setelah menyandang predikat ibu.

 

 

Tidak hanya bergulat dengan perubahan hormon, fisik, dan psikis ketika hamil dan melahirkan (matrescence), saya pun mesti meladeni anak-anak siang-malam. Pada saat bersamaan, saya juga tetap melakukan berbagai pekerjaan domestik dengan bantuan seorang asisten rumah tangga. Dalam kesibukan tersebut pun, saya kadang menyisipkan proyek-proyek kecil pribadi.

Alih-alih memikirkan untuk bercinta dengan pasangan, kadang-kadang malah saya hanya ingin diam sejenak dan menikmati kesendirian dalam kesunyian. Pasangan saya juga mengalami hal yang sama. Tanggung jawab di kantor yang meningkat sering kali membuatnya lebih memilih untuk me time dengan menonton TV sampai tertidur atau kegiatan lainnya.

Bukan tak pernah saya menolak atau mendapat penolakan ketika diajak atau mengajak berhubungan seks. Kami sama-sama merindukan kehidupan seks seperti dulu, namun kerap kali energi, gairah dan timing-nya tidak selaras.

Baca juga: Jangan Bercinta Jika Tak Berhasrat: ‘Yes Means No’ yang Perlu Disudahi

Kedua anak kami hanya terpaut sekitar dua tahun saja. Selama empat tahun pertama menjadi ibu, payudara saya bukan lagi menjadi bagian tubuh yang bernilai seksual, melainkan beralih fungsi menjadi “pabrik susu” bagi anak-anak. Karena pengalaman tersebut, pasangan saya jadi melihat payudara saya sebagai penghasil ASI dan saya pun enggan mendapat stimulasi seksual di area tersebut. Pandangan kami mengenai bagian tubuh seksual pun berubah.

Setelah dua kali melahirkan, bentuk dan ukuran tubuh saya pun berubah drastis, terasa lebih cepat lelah dan terasa tidak semenarik sebelumnya. Ukuran panggul melebar dan struktur otot perut yang berubah ketika hamil membuat saya tidak punya kendali lagi atas perut saya, seakan-akan bagian tersebut sepenuhnya terpisah dari tubuh saya.

Upaya saya untuk meningkatkan stamina dan segera mengembalikan bentuk dan ukuran tubuh dengan berolahraga pun tidak bisa saya lakukan dengan ambisius. Pasalnya, setelah memiliki dua anak, proses pemulihan saya setelah berolahraga berat membutuhkan waktu lebih lama dan hal tersebut dapat menghambat kegiatan saya lainnya dalam rumah tangga. Terkadang, saya pun jadi cepat marah ketika kelelahan setelah berolah raga dan kemudian makan seperti kesetanan.

Banyak perempuan yang memandang buruk tubuhnya setelah melahirkan, termasuk saya dulu. Namun seiring berjalannya waktu, saya dapat mengurangi pandangan buruk macam itu dan berdamai dengan kondisi tubuh. Pikiran saya untuk mengembalikan tubuh seperti semasa gadis perlahan bergeser menjadi niatan untuk berterima kasih pada tubuh saya karena telah melahirkan dua anak yang sehat dan tidak adil rasanya untuk “menyiksa” atau terlalu banyak menuntutnya untuk kembali seperti dulu. Tubuh saya memang telah banyak berubah, tetapi selama indeks massa tubuh berada di batas normal dan tidak ada keluhan kesehatan yang dapat menghambat aktivitas, saya rasa tidak masalah untuk menerimanya.

Saya sadar, memiliki pandangan positif terhadap tubuh sendiri ternyata sangat memengaruhi pengalaman seks saya. Pandangan positif terhadap tubuh saya berhubungan dengan kepercayaan diri yang sedikit banyak berdampak terhadap performa bercinta.

Selain masalah-masalah yang berhubungan dengan diri, ada juga masalah eksternal yang mempengaruhi berubahnya kegiatan seks saya dan pasangan. Misalnya, anak-anak kami yang sering sleepwalking di tengah malam. Selain itu, ruang privat untuk saya dan pasangan menjadi terbatas sehingga menimbulkan kekhawatiran dan keterbatasan bagi kami untuk bereksplorasi dan berekspresi.

Lantas, saya dan pasangan menyadari bahwa kami harus memilih prioritas, berdamai, dan beradaptasi dengan keadaan. Kalau saja kami terus-menerus melihat berbagai tantangan ini hanya sebagai masalah tanpa solusi, mungkin kami tidak akan pernah bercinta, ever again.

Baca juga: Seks dan COVID-19: Panduan Berhubungan Seks Saat Pembatasan Sosial

Kami akhirnya menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada yang salah dengan kegiatan seks yang bukan diawali dengan gairah yang membara dan spontanitas, melainkan dilakukan sebagai bagian dari rutinitas dan komitmen. Bagaimana pun, kami memaknainya sebagai solusi dari masalah karena hubungan seks dalam pernikahan adalah hal yang sangat penting, karena dapat menambahkan kebahagiaan, kehangatan, dan kedekatan hubungan kami.

Komunikasi dan usaha

Saya dan pasangan menyadari bahwa kami perlu menjaga intimasi melalui hubungan seks karena kami tidak ingin pada suatu hari tiba-tiba menyadari bahwa ternyata kami sudah sekian lama tidak bercinta. Renggang waktu yang terlalu jauh dapat membuat keadaan emosional kami berjarak dan membutuhkan waktu lebih untuk reconnecting.

Dari situ, kami melakukan berbagai usaha untuk merasakan kehidupan seksual yang sehat lagi. Hal pertama yang kami lakukan adalah menjaga komunikasi dengan pasangan. Komunikasi ini berperan besar dalam pemenuhan kenikmatan dan kepuasan seksual satu sama lain. 

Ketika sedang tidak ingin bercinta misalnya, saya atau pasangan akan mengatakan baik-baik perasaan kami saat itu dan alasan enggan bercinta sehingga tidak ada pihak yang merasa tertolak, sakit atau kecil hati saat itu terjadi.

Komunikasi juga menjadi penting dalam hal penggunaan kontrasepsi. Kini, saya dan pasangan melihat kegiatan bercinta sebagai rekreasi, bukan lagi prokreasi. Karenanya, kontrasepsi kami libatkan dalam aktivitas ranjang kami.

Kemudian, kami juga berkomunikasi untuk membuat jadwal bercinta karena khawatir larut dalam kesibukan masing-masing. Kalau kegiatan-kegiatan dalam rumah tangga seperti pergi ke supermarket, menyervis AC, mencuci karpet, dan mengganti seprai saja kami buatkan jadwalnya, kenapa tidak dengan jadwal bercinta?

Kami juga berupaya menciptakan suasana sekondusif mungkin untuk memulai aktivitas seksual. Sebagai bentuk stimulasi visual, kami menonton film biru bersama dan memanfaatkan momen tersebut untuk saling mengomunikasikan minat masing-masing dalam bercinta. Kami juga mengharapkan kegiatan tersebut dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas hubungan kami dengan belajar dan mencoba sesuatu yang baru bersama-sama. Selain stimulasi visual, kami berusaha membangun mood dengan menyalakan essensial oils.

Baca juga: Susanti Rendra dan Misi Masyarakatkan Hubungan Seks yang Menyenangkan

Bagi saya dan pasangan, higienitas sebelum bercinta adalah salah satu kunci utama untuk mewujudkan kegiatan seksual yang menyenangkan. Mandi, menyikat gigi, membersihkan area genital dan memakai minyak wangi sebelum bercinta dapat menjadi proses yang menyegarkan dan menenangkan setelah seharian sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ini juga dapat meningkatkan dorongan seksual.

Kalau keadaan sedang menantang seperti anak-anak sleepwalking dan jadi tidur di kamar kami, mau tidak mau kami harus mengungsi ke kamar mereka dan bercinta dengan cepat. Ketika sedang terlalu lelah, kami memundurkan jadwal bercinta menjadi pagi hari. Selain tubuh lebih segar setelah beristirahat, bercinta saat pagi biasanya juga menjadikan kami lebih bersemangat menjalani sisa hari.

Apabila memang tidak punya banyak waktu, kami melibatkan alat bantu seks (sex toys) untuk mendapatkan kenikmatan seksual. Selain bisa digunakan ketika sendiri, sex toys juga bisa menjadi thirdwheel yang seru dan menyenangkan dalam kegiatan seksual bersama pasangan.

Saya percaya ada banyak jalan untuk memelihara intimasi dan menjaga kehidupan seks yang sehat setelah menjadi orang tua. Tentu ini bukan proses instan untuk mengembalikan kemesraan dan kehangatan dengan pasangan mengingat banyaknya hal yang mesti dikerjakan. Pelan-pelan saja menuju ke sana, yang terpenting adalah terus menjaga komunikasi dan tidak bosan menjajal macam-macam usaha.

Selamat bercinta dengan menyenangkan!

Ilustrasi oleh Bini Fitriani.



#waveforequality


Avatar
About Author

Bini Fitriani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *