Screen Raves

‘Semantic Error’: Ramuan Romcom+BL yang Manjur

‘Semantic Error’ diracik dari ramuan drama komedi romantis dan Boys’ Love pada umumnya, tapi mujarab dan dijamin bikin terpikat.

Avatar
  • April 6, 2022
  • 6 min read
  • 1645 Views
‘Semantic Error’: Ramuan Romcom+BL yang Manjur

Semua pecinta genre komedi romantis (romcom) dan Boys’ Love (BL) pasti tahu rumus ini:

Sepasang karakter utama punya tabiat berseberangan—yang anehnya terasa sempurna untuk satu sama lain—bertemu di momen awkward. Salah satu karakter ini, atau bisa dua-duanya, pasti punya sahabat bijak—kalau tak konyol—yang entah kenapa tujuan hidupnya cuma jadi sahabat terbaik buat karakter utama (seolah-olah pekerjaan, kisah cinta, seks, dan kebutuhan primer lainnya tak penting).

 

 

Di tengah jalan, biasanya mereka dihalangi masalah besar, yang saking rumitnya cuma menyediakan jalan keluar: Perpisahan (kalau ditilik, semua masalah besar di plot romcom adalah kesulitan dua protagonisnya berkomunikasi alias salah paham). Namun, di ujung cerita, perhatian kita akan ditarik untuk menyaksikan usaha salah satu pihak merebut hati pasangannya, lagi dengan cara-cara aneh yang dibingkai romantis. Biasanya, mengandung unsur hujan dan kembang api, atau alkohol dalam kasus BL. 

Kalau di romcom keluaran Hollywood, pasangan ini tentu saja laki-laki dan perempuan. Sementara dalam genre BL, dua karakter ini tentu saja remaja laki-laki supercakep yang menggenapi semua ceklis di kotak “beauty standards”.

Semantic Error, BL terbaru yang diangkat Watcha jadi original series-nya, punya semua elemen di atas.

Chu Sang Woo (Park Jae Chan) dan Jang Jae Young (Park Seo Ham) adalah dua karakter berbeda. Jika Sang Woo dingin, berjarak, dan penyendiri; maka, Jae Young hangat, ramah, dan punya banyak kawan. Keduanya pertama kali bertemu di galeri seni: Jae Young jadi seniman yang memamerkan karyanya, sementara Sang Woo adalah pengunjung yang diam-diam menyukai karya Jae Young. Mereka berdua sempat terlibat percakapan singkat, tapi Sang Woo tak tahu kalau karya yang diliriknya milik Jae Young.

Kebetulan ini makin terasa seperti kebetulan yang cuma mungkin terjadi di film, ketika ternyata Sang Woo adalah alasan wisuda Jae Young ditunda universitas mereka. Sebaliknya, tanpa diketahui Jae Young, laki-laki yang ia temui di galeri, kelak jadi penyebab rencananya berangkat kuliah ke luar negeri gagal.

Sumber: GagaOOLala

 

Baca juga: 6 Film Gay Thailand Rekomendasi 2021

Semantic Error Jadi BL Sukses di Korea Selatan

Sang Woo dan Jae Young yang berbeda karakter akan beradaptasi menerima keberadaan satu sama lain, sambil pelan-pelan menyadari mereka saling jatuh hati. Kedengaran klise dan biasa aja? Di atas kertas, kisah mereka memang sudah diceritakan berjuta-juta kali dengan detail yang diubah sedikit di sana-sini, tapi chemistry Park Seo Ham dan Park Jae Chan berhasil bikin kisah cinta Sang Woo-Jae Young masuk daftar pasangan BL teromantis.

Sejak 2020, produksi BL dari Korea Selatan memang meroket tajam. Tahun itu ada lima judul yang tayang: Color Rush, Mr. Heart, Sweet Munchies, Where Your Eyes Linger, dan Wish You. Di antara Thailand, Filipina, Taiwan, China, dan Vietnam, produksi BL Korsel tentu saja ada di urutan paling bontot dalam urusan kuantitas. Padahal, negeri ginseng ini sekarang dikenal sebagai industri drama, film, dan hiburan terbesar kedua setelah Hollywood, tapi pasar BL tampaknya belum jadi sorotan utama mereka.

Pada 2021, produksinya memang meningkat. Ada sembilan BL yang dirilis (Behind Cut, Light on Me, My Sweet Dear, Nobleman Ryu’s Wedding, Peach of Time, The Tasty Florida, Tinted With You, To My Star, You Make Me Dance). Angka ini menunjukkan ketertarikan industri Korsel mengeksplor genre yang  tumbuh lebih pesat di negara-negara less-homophobic, seperti Thailand, Taiwan, dan Filipina.

Semantic Error sendiri, jadi BL keenam yang dirilis Korea Selatan, setidaknya sampai Maret kemarin. Hebatnya, cerita Sang Woo-Jae Young ternyata membakar sumbu fujo dan fudan di Korsel. Pada minggu kedua Maret, Semantic Error jadi serial nomor satu yang paling banyak ditonton di semua platform layanan streaming, termasuk Netflix.

Kesuksesan ini membawa angin segar buat industri hiburan Korsel yang masih misoginis dan homofobik. Dua aktor utama yang ternyata adalah idol (Seo Ham dari KNK dan pernah jadi trainee bersama member BTS, sementara Jaechan adalah member Dongkiz) makin menyemarakan popularitas Semantic Error. Belakangan, mereka terus dibicarakan karena Seo Ham yang sedang berangkat wajib militer, sementara Jaechan terkena rumor jadi pelaku bullying semasa sekolah.

Baca juga: Fetish terhadap Hubungan Gay: Ketika Ship dan Fanfiction Jadi Toksik

Consent is Sexy

Sang Woo memang tak pernah disebut neurodivergent di sekujur serial 8 episode ini, tapi jelas ia berpikir dan berkomunikasi berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Ia bertindak logis dan hanya fokus pada apa yang dianggap penting dan mengandalkan rutinitas untuk menjauhi stres dan cemas. Itu mengapa kehadiran Jae Young bikin hidup Sang Woo rusuh dan bergejolak di saat bersamaan.

Proses karakter Sang Woo beradaptasi dan mengenali perubahan emosinya dapat porsi utama dalam naskah Semantic Error. Seimbang dengan porsi Jae Young yang—hidupnya lebih fleksibel, spontan, mudah terdistraksi, dan gampang bosan—perlahan beradaptasi dengan kehadiran Sang Woo. Keputusan memfokuskan character development dua protagonis utama ini adalah salah satu kelebihan Semantic Error

BL Korea, yang tampaknya masih mencari-cari rumus terbaik, terbiasa dengan episode-episode pendek (8-27 menit), dan merangkum satu musim hanya dalam 8 sampai 11 episode saja. Ruang sempit begini dipakai naskah Semantic Error,  yang diadaptasi dari manwha berjudul sama, untuk fokus pada pergulatan psikis Sang Woo-Jae Young, dan itu berhasil.

Semantic Error jadi salah satu judul BL yang paling serius digarap dari segi: akting, plot cerita, tokoh-tokoh yang masuk akal, sinematografi, dan kelengkapan mise-en-scène. Pemilihan latar yang berpusat pada kampus, kantor Jae Young, dan apartemen membantu kita lebih intim mengenal dua karakter utama ini di waktu yang singkat. Belum lagi penggunaan dialog-dialognya yang efektif dan dinamis. Perhatikan bagaimana Sang Woo kebingungan memanggil Jae Young: sunbae atau hyung di ujung-ujung series. Kebingungan itu bukan cuma menggambarkan tarik-ulur perasaan Sang Woo, tapi juga keintiman hubungan mereka.

Baca juga: Mari Ngobrol Serius tentang BL Asia: Sebuah Queer Gaze

Dialog yang efisien dan naskah yang fokus pada gejolak dua karakter utama (seperti karakter lain hanya mengontrak di dunia ini), adalah dua rumus usang yang selalu dipakai penulis romcom. Semantic Error lalu meracik rumus itu dengan sejumlah rumus lawas BL, seperti plot enemies-to-lover  dan obrolan tentang consent.

Untuk topik terakhir, serial ini mengambil jalur yang sedikit berbeda. Seks tanpa consent atau bahkan rape as an expression love telah lama jadi dosa genre BL yang mulai dikritik penggemar dan akademisi. Semantic Error justru memasukan otokritik ini jadi salah satu subplot. Beberapa kali Sang Woo terlihat tak nyaman dan terkejut dengan sentuhan yang dilakukan Jae Young secara tiba-tiba. Hingga di salah satu episode, ketika mereka sedang membahas kontrak kerja pembuatan game, Sang Woo juga menyampaikan keresahannya pada Jae Young. Intinya, dia hanya ingin Jae Young minta izin dulu.

Adegan tentang consent ini lalu berulang, saat Jae Young ingin mengelus kepala Sang Woo, dan saat Jae Young ingin menciumnya. Ia selalu memberi Sang Woo warning, dan baru melanjutkannya jika sudah dapat persetujuan. Di episode 6, Sang Woo memang sempat melanggar janjinya sendiri. Ia mencium Jae Young yang sedang tidur, kemudian kaget sendiri pada tingkahnya. Lalu, pergi. Di episode berikutnya, mereka memang sempat membicarakan hal itu dan mempertontonkan kita bagaimana proses consent harusnya diberikan. Porsi dialog tersebut harusnya bisa lebih luas, jika serial ini serius ingin menonjolkan pesan tentang consent.

Namun, gagasan bahwa consent itu harus dan bisa juga seksi digambarkan di adegan berikutnya. Semantic Error berhasil meramu racikan-racikan umum dalam romcom dan BL, bahkan membumbuinya sedikit dengan otokritik untuk genre BL. Lalu, menjampi-jampi kita semua untuk berbunga-bunga.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aulia Adam

Aulia Adam adalah penulis, editor, produser yang terlibat jurnalisme sejak 2013. Ia menggemari pemikiran Ursula Kroeber Le Guin, Angela Davis, Zoe Baker, dan Intan Paramaditha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *