4 Dampak Lingkungan Jika Lebaran Tak Ramah Bumi
Ada baiknya ingat untuk sayang lingkungan saat merayakan lebaran.
Masyarakat Indonesia merayakan Idulfitri dengan kegiatan saling memaafkan, kunjungan ke kerabat maupun teman.
Semarak hari raya juga berlangsung sejak beberapa hari sebelumnya, misalnya aktivitas pemudik yang memadati jalanan ataupun transportasi umum. Beberapa daerah turut mengadakan pesta kembang api pada semalam sebelum Idulfitri untuk menandai Ramadan yang berakhir.
Namun, di balik kesemarakan ini, Idulfitri yang seharusnya dirayakan dengan kegiatan baik justru bisa berdampak buruk terhadap lingkungan. Kita perlu mencegah dampak tersebut agar aktivitas berlebaran bisa sesuai dengan tujuan aslinya, yaitu kembali ke fitrah atau kesucian.
1. Sisa makanan
Laporan dari The Economist Intelligence Unit (EIU); divisi riset dan analisis dari perusahaan media asal Inggris, The Economist, pada 2017 menyatakan Indonesia menjadi negara peringkat kedua dalam hal membuang makanan. Arab Saudi menempati peringkat pertama. Amerika Serikat peringkat ketiga.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan, sampah makanan yang dihasilkan menyumbang 46,75 persen dari total sampah Indonesia. Limbah makanan ini menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp 213-531 triliun per tahun, atau 5 persen dari produk domestik bruto Indonesia.
Limbah makanan yang tidak terkelola dengan baik juga dapat menimbulkan masalah kesehatan karena menjadi tempat berkembang biaknya kuman serta mengundang hewan liar yang mengkonsumsi limbah tersebut. Organisme ini dapat membawa penyakit bisa menular dari hewan ke manusia atau biasa disebut zoonosis.
Sisa makanan yang membusuk juga mengeluarkan gas metana (CH4), salah satu gas rumah kaca. Emisi gas metana yang berlebihan amat berbahaya karena bisa memerangkap panas 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida atau CO2.
Jumlah limbah makanan yang fantastis ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain kurangnya pengetahuan untuk mengelola makanan dengan baik ataupun penyimpanannya. Ada juga karena perilaku belanja berlebihan, ataupun kebiasaan memasak makanan dalam jumlah banyak.
Pemerintah seharusnya mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang makanan dengan melakukan berbagai kampanye.
Misalnya, kampanye untuk tidak boros saat berbelanja atau memproduksi makanan berlebih yang berisiko meningkatkan limbah dan gas rumah kaca.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk mengelola distribusi makanan bagi orang yang membutuhkan.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang dermawan. Supaya lebih bermanfaat, sifat ini dapat dikelola dengan lebih profesional.
2. Penggunaan kendaraan pribadi
Ancaman kedua terhadap perubahan iklim di hari raya adalah penggunaan kendaraan bermotor yang berlebihan.
Mobilitas masyarakat saat lebaran meningkat tajam. Kemacetan tidak hanya terjadi di kota, tapi di banyak tempat di desa-desa. Arus mudik juga memindahkan polusi dari kota besar ke daerah pinggiran kota.
Penggunaan alat transportasi secara masif dan bersamaan akan meningkatkan polusi udara dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan solar.
Meski tak berlangsung lama, tren ini tetap membahayakan kesehatan maupun lingkungan..
Pembakaran mesin maupun gesekan ban dengan jalanan turut mengeluarkan karbon monoksida, partikel debu berukuran 10 (PM10) – atau lebih kecil lagi – 2,5 mikron (PM2,5).
Keduanya berbahaya bagi kesehatan karena menyebabkan gangguan pernapasan, mengurangi angka harapan hidup, bahkan mengganggu kesehatan mental.
Selain dampak kesehatan, asap kendaraan juga melepaskan CO2 dan metana yang bisa memperparah perubahan iklim.
Sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih baik dengan menyediakan transportasi publik yang ramah lingkungan dan nyaman.
Pemerintah seyogianya perlu mengurangi perhatian terhadap produsen kendaraan pribadi dengan alasan pertumbuhan ekonomi, tapi mengabaikan pelestarian lingkungan.
Pemerintah pusat maupun daerah perlu merumuskan aturan jelas mengenai transportasi publik dan kenyamanan masyarakat. Harapannya, momen hari raya menjadi momentum perubahan perilaku ke arah yang lebih ramah lingkungan.
3. Limbah pakaian
Masyarakat Indonesia kerap menyemarakkan Idulfitri dengan baju baru.
Survei oleh perusahaan riset dan polling global, YouGov, pada 2022 menyatakan 81% masyarakat Indonesia menggunakan uang tunjangan hari raya (THR) mereka untuk membeli baju baru.
Pusat-pusat perbelanjaan, platform e-commerce, ataupun toko pakaian acap memanfaatkan momen ini dengan mengobral diskon.
Namun, di tengah kondisi iklim yang berubah dan situasi pencemaran di Indonesia saat ini, kita perlu berpikir ulang. Apakah kebiasaan ini layak diteruskan?
Tradisi baju baru dapat mengarah pada penumpukan sampah. Survei dari Yougov pada 2017 menyatakan sekitar 66 persen responden Indonesia membuang satu baju setiap tahun. Ada juga 25 persen responden yang setiap tahunnya membuang 10 helai baju.
Selain mubazir, kebiasaan membeli baju baru juga bisa memperparah dampak lingkungan dari industri tekstil. Sektor ini bertanggung jawab atas 6-8 persen emisi gas rumah kaca di bumi karena masifnya penggunaan energi untuk pemrosesan garmen dan tekstil.
Di Indonesia, limbah tekstil mencapai jutaan ton setiap tahun. Aktivitas produksi juga masih mengotori sungai-sungai di tanah air, seperti Sungai Citarum di Jawa Barat, Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah, dan Sungai Brantas di Jawa Timur.
4. Kembang api
Perayaan dengan petasan dan kembang api sering kali membuat masyarakat takjub, tapi hal ini bersifat semu. Sebab, rasa ini hanya berlangsung sebentar dibandingkan kerusakan lingkungan jangka panjang yang ditimbulkan.
Petasan dan kembang api mengandung zat kimia seperti logam berat, karbon, mesiu dan bahan bahan kimia lainnya. Asap yang ditimbulkan dari petasan dan kembang api menimbulkan polusi dan membahayakan saluran pernapasan jika terhirup dalam jumlah besar. Partikel-partikel petasan dan kembang api yang jatuh ke tanah dapat merusak tanaman dan mencemari air.
Dampak lainnya dari kembang api adalah mengganggu kehidupan satwa liar terutama burung-burung dan satwa arboreal yaitu hewan yang tinggal di pohon-pohon.
Gangguan suara yang ditimbulkan oleh petasan dan kembang api juga diderita oleh hewan domestik yang sensitif terhadap frekuensi suara, seperti anjing dan ayam.
Idulfitri adalah momentum kebersamaan, kasih sayang, dan saling memaafkan. Mari kita merayakan lebaran dengan berperilaku bijak, bukan hanya pada sesama manusia tapi juga pada alam semesta.
Selamat Idulfitri. Mohon maaf lahir dan batin.
Herlina Agustin, researcher in Environmental Communication Center, Universitas Padjadjaran
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.