Issues Korean Wave

Pentingnya Undang-Undang ‘Lee Seung-gi’ yang Baru Diamandemen Korea Selatan

Korea Selatan baru-baru ini mengamandemen Undang-undang “Lee Sung-gi”. Amandemen UU ini penting untuk melindungi idol K-Pop di bawah umur.

Avatar
  • May 8, 2023
  • 9 min read
  • 3827 Views
Pentingnya Undang-Undang ‘Lee Seung-gi’ yang Baru Diamandemen Korea Selatan

Jumat (21/5) lalu pemerintah Korea Selatan secara resmi mengamandemen undang-undang yang dikenal sebagai “Undang-Undang Pencegahan Krisis Lee Seung-gi”. Amandemen UU ini termaktub dalam “Undang-Undang Pengembangan Industri Budaya dan Seni Populer”.  

Penyebutan nama Lee Sung-gi dalam UU ini pun bukan tanpa alasan. Melansir dari Yonhap, alasannya tak lepas dari kasus eksploitasi yang dialami bintang pop Korea satu ini.

 

 

Pada Desember tahun lalu, Lee menuntut agensinya, Hook Entertainment, atas tuduhan penggelapan dan penipuan. Lee menuduh bahwa ia tidak menerima keuntungan musik digital selama 18 tahun kariernya, meski ia memiliki beberapa album hits dan sukses besar.

Kanal berita hiburan Korea Selatan, Dispatch juga menulis skandal Lee ini sebagai bagian dari praktik gelap K-Pop, yaitu kontrak budak atau slave contract. Praktik yang merujuk pada pengaturan jangka panjang yang tidak adil antara artis dan label.

Dengan praktik-praktik yang mengeksploitasi para pekerja kreatif di industri hiburan Korea Selatan, pemerintah mereka pun tak ambil diam. “Undang-Undang Pencegahan Krisis Lee Seung-gi” diproses lewat pengintegrasian pasal-pasal atau ketentuan peraturan baru yang diusulkan oleh anggota Partai Kekuatan Rakyat Kim Seung-soo dan Lee Yong, serta So Byeong-cheol, Yoo Jeong-ju, Lim Jong-seong, dan Chung Cheong-rae.

Dikutip dari Naver, amandemen UU ini terbilang mulus. Pada sidang paripurna, dilaporkan tak ada perbedaan pendapat antara partai-partai yang berkuasa dan oposisi. Mereka sepakat bahwa praktik-praktik yang tidak masuk akal dalam dunia budaya pop harus dikoreksi.

Baca Juga: Refund Sisters: Grup Idola K-Pop ‘Badass’ Lintas Generasi

Amandemen yang Melindungi Artis atau Idola Di Bawah Umur

“Undang-Undang Pencegahan Krisis Lee Seung-gi” tak hanya hangat dibicarakan lantaran jadi pencapaian penting pemerintah Korea Selatan untuk menghapus praktik diskriminasi dan eksploitasi dunia hiburan mereka. Amandemen ini juga riuh dibicarakan karena akhirnya mampu mengakomodir perlindungan khusus bagi artis atau idola di bawah umur.

Naver melaporkan di bawah amandemen UU ini, jam kerja artis atau idola di bawah umur diberikan diatur dengan ketat. Jika sebelumnya mereka yang berusia 15 hingga 20 tahun dapat bekerja maksimal 40 jam seminggu, sementara artis yang lebih muda memiliki batasan 35 jam. Pada amandemen UU ini, jam kerja mereka kini dibatasi lebih lanjut berdasarkan kelompok usia.

Artis berusia 15 hingga 19 tahun kini tidak boleh melebihi 35 jam seminggu, dengan batas tujuh jam sehari. Anak berusia 12 hingga 15 tahun diperbolehkan bekerja 30 jam seminggu, juga dengan batas tujuh jam. Dan mereka yang berusia di bawah 12 tahun bisa bekerja 25 jam seminggu, namun dibatasi hingga enam jam sehari.

Batasan jam kerja ketat ini kemudian dibarengi dengan peraturan baru terkait pemenuhan hak atas pendidikan artis atau idola di bawah umur. Dilansir dari Yonhap, secara spesifik di bawah amandemen UU ini, pihak agensi dilarang memaksa artis atau idola di bawah umur untuk absen atau putus sekolah.

Tak kalah penting, amandemen UU ini juga berusaha menjamin kesejahteraan anak-anak di bawah umur. Caranya adalah dengan melarang praktik apa pun yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan anak di bawah umur. Praktik-praktik ini antara lain diet ketat, penekanan berlebihan pada penampilan fisik pada artis atau idola di bawah umur, pelecehan seksual verbal atau fisik serta ontaran kata-kata kasar.

“Amandemen ini akan menghapuskan praktik-praktik absurd industri di balik pengembangan konten K-Pop, dan menyediakan lingkungan di mana anak-anak dan seniman budaya pop muda dapat mengejar impian mereka sekaligus melindungi hak asasi mereka,” ujar Park Bo-gyun, Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korsel dikutip dari media Korea Selatan, Maeil Business.

Baca Juga:  Perjalanan Menjadi Feminis ala BTS: Lirik Misoginis hingga Belajar Gender

Amandemen yang Bisa Menjawab Masalah Besar Industri Hiburan Korea Selatan

Amandemen UU Lee Seung-gi memang hadir pasca hangatnya skandal eksploitasi berbasis kontrak budak. Tetapi bukan itu saja alasan amandemen ini disahkan oleh pemerintah Korea Selatan. Amandemen UU Lee Seung-gi dilansir dari berbagai media seperti QZ, Insider, dan Now This News disahkah juga disusul karena ada permasalahan serius di industri budaya hiburan Korea Selatan. Permasalahan ini terkait dengan tren artis atau idola yang debut di bawah umur.

Sebelumnya Haley Yang, reporter dari Korea JoongAng Daily pernah menuliskan laporan tentang tren idol K-Pop yang debut di bawah umur berikut dengan permasalahan yang mengikutinya. Menurut laporan Yang, selama dua tahun terakhir tren idola K-Pop yang debut di usia di bawah 16 tahun semakin meningkat.

Ia mencatat di tahun 2021 misalnya ada tiga idol K-Pop berusia 14 tahun yang debut, di antaranya adalah Leeseo dari girlband IVE, Mire dari girl group TRI.BE dan Jian dari girl group Lightsum. Catatan Yang pun diperkuat dengan laporan The Korea Times yang secara khusus melaporkan tentang tren Kids Idol atau idol anak-anak yang sebagian besar debut pada umur antara 9 dan 14 tahun.

Sama seperti artis K-pop yang lebih tua, Kids Idol seperti Little Cheer Girl atau Vitamin mengenakan kostum dan riasan yang mewah serta menampilkan tarian yang tidak terlalu energik, namun tetap memukau.

Dong Sun-hwa dan Park Han-sol yang menuliskan laporan ini pun mengatakan kehadiran kids idol memicu perdebatan publik karena terlihat “sangat mirip” dengan idol dewasa. Bahkan banyak yang mengklaim bahwa aktivitas musik mereka mengkomersilkan dan mengobjektifikasi anak-anak.

Lee Gyu-tag, profesor musik pop dan studi media di George Mason University Korea dalam wawancaranya bersama Yang pun menjelaskan menjamurnya artis atau idola di bawah umur ini tak lepas dari populernya program audisi trot. Genre musik pop Korea yang mengalami kebangkitan kembali dalam beberapa tahun terakhir berkat program audisi populer untuk penyanyi trot seperti “Miss Trot” di TV Chosun (2019-21) di Korea Selatan.

“Banyak kontestan anak-anak yang muncul dan mendapatkan popularitas di acara audisi trot,” kata Lee.

Ia pun melanjutkan. “Karena trot sebagian besar dinikmati oleh generasi yang lebih tua, melihat anak-anak tampil di acara semacam itu seperti menonton pertunjukan bakat yang lucu atau menggemaskan. Hal ini merembet ke dunia K-pop. Gagasan tentang kontestan yang sangat muda menjadi hal yang biasa, membuat publik semakin menerima bintang K-pop yang sangat muda,” jelasnya.

Jika Lee mengaitkan tren debut artis atau idol di bawah umur dengan efek domino kebangkitan trot, Eva Latifah, dosen Program Studi Bahasa Dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia mengatakan tren ini hadir karena pergeseran proyeksi cita-cita anak muda di Korea Selatan.

Eva yang pernah tinggal dan mengenyam pendidikan S3 di Universitas Kyung Hee Korea Selatan melihat bagaimana jika dulu kesuksesan dinilai dari profesi seperti dokter atau pengacara, kini kesuksesan profesi di kalangan anak muda Korea Selatan sudah mulai bergeser menjadi artis atau idola.

“Daripada susah-susah masuk kuliah terus saingan di dunia kerja, orang tua dan anak-anak sekarang banyak yang ngambil jalur berkesenian. Bisa terkenal dan uangnya banyak. Apalagi kan sekarang persaingannya makin ketat,” pungkasnya yang kemudian ia lanjutkan.

“Saingan tidak hanya dalam tapi luar negeri, tapi juga dari luar negeri. Jadi ya kalau ambil jalur berkesenian mereka harus cepat-cepet berlatih. Semakin muda dididik, maka (anak-anak muda dan orang tua) akan berpikir akan cepat debut dan ini jadi kecenderungan industrinya,” jelas Eva.

Pergeseran proyeksi cita-cita pun ini menurut Eva juga didukung oleh environment masyarakat Korea Selatan. Dua di antaranya ditandai dari banyaknya hagwon atau akademi swasta yang menawarkan pelatihan menyanyi atau berdansa pada murid-muridnya serta agensi hiburan artis atau idola. Statista misalnya melaporkan per 2020 ada sebanyak 318 agensi hiburan di Korea Selatan dengan hampir dua ribu trainee yang 70 persennya berada di sektor idola (menyanyi dan berdansa).

Pergeseran tren cita-cita anak muda Korea Selatan boleh jadi punya dampak positif terutama ekspansi budaya Korea Selatan di kancah dunia. Akan tetapi, trennya menurut Lim Myung-ho, profesor psikologi di Universitas Dankook yang berspesialisasi dalam psikiatri anak dan remaja menyumbang masalah baru bagi industri besar ini.

Baca juga: Bertabur Kekerasan, Mungkinkah ‘Fandom’ Jadi Ruang Aman Perempuan?

Lim melalui Korea JoongAng Daily menyampaikan bagaimana artis atau idola K-Pop di bawah umur ini umumnya harus menjalani kehidupan yang sebanrnya tidak didesain untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak hingga remaja. Mereka sehari-harinya hidup dengan jadwal yang ketat (tak sedikit yang juga harus menjalani diet ketat pula) dan berada dalam pelatihan kelompok yang terisolasi.

“Padatnya jadwal, isolasi dan kurangnya interaksi dengan teman sebaya pasti akan mempengaruhi perkembangan psikologis dan mekanisme koping anak saat dewasa. Bahkan jika mereka menjadi bintang, ada kemungkinan besar bahwa mereka akan kesulitan menangani emosi mereka atau menjadi tangguh ketika menghadapi stress,” jelas Lim.

Lim pun menegaskan dengan kondisi terisolasi seperti ini, kemungkinan kerentanan artis atau idola di bawah umur untuk melakukan perilaku yang merusak diri sendiri menjadi tak terelakkan. Apalagi mengingat semakin massif dan terorganisirnya ujaran kebencian yang dilontarkan warganet atau sasaeng (anti-fan) di jagat digital.

Selain Lim, Kim Hern-Sik kritikus budaya populer Korea Selatan juga mengkhawatirkan tren artis atau idola yang debut di bawah umur. Dalam keterangannya di The Korea Times, ia mengatakan artis atau idola di bawah umur rentan dieksploitasi oleh orang dewasa yang lebih memprioritaskan keuntungan daripada kesejahteraan anak-anak. Terlebih lagi, industri hiburan Korea Selatan sudah memiliki rekam jejak panjang terkait seksualisasi dan objektifikasi.

Oleh karena itu, menurut Eva, amandemen UU Lee Seung-gi bisa dikatakan sebagai milestone tersendiri bagi pemerintah Korea Selatan. Ini adalah wujud kepedulian pemerintah Korea Selatan dalam memenuhi hak-hak anak. Menjauhkan mereka dari praktik apa pun yang mampu menghambat potensi dan pertumbuhan mereka.

Namun kendati demikian menurut Eva, masih ada dua catatan penting bagi pemerintah Korea Selatan agar amandemen UU ini bisa diimplementasikan dengan baik dan menyeluruh. Pertama, ia mencatat kesadaran hukum masyarakat Korea Selatan harus diperkuat.

Dalam hal ini, ia menekankan pemerintah Korea Selatan harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait amandemen UU ini secara massif. Tidak hanya pada orang tua tetapi juga pada anak-anak juga.

“Biar mereka (anak-anak) tau mereka sebenarnya punya hak apa saja dan hak mereka ini juga dilindungi oleh hukum negara,” jelasnya.

Kedua, menurut Eva perlu ada usaha dari pemerintah untuk memberikan proyeksi cita-cita baru pada anak-anak muda dan orang tua. Dalam artian, pemerintah Korea Selatan juga harus memberikan opsi gambaran karier yang lebih luas di dunia hiburan.

“Pemerintah perlu ngasih gambaran proyeksi karier ke masyarakat kalau idol bukan jadi satu satunya cara untuk populer atau sukses. Kalau ada talent, anak-anak bisa kok jadi profesor, peneliti, composer, bahkan pelatih tari. Ini bisa ngebantu anak-anak dan orang tua untuk tidak hanya fokus pada satu profesi saja yang justru bisa membatasi potensi anak itu sendiri,” tutup Eva.


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *