
Para ibu, baik yang sibuk berkarier di kantor maupun full-time mengurus rumah, punya tantangan masing-masing. Bebannya memang beragam, tapi satu hal yang pasti: Dua-duanya tetap dibebankan kerja perawatan lebih besar. Karena itulah, ibu cenderung mudah lelah, tak cuma lelah fisik tapi juga mental.
Bahkan di keluarga yang suami-istri sudah kompak berbagi tugas domestik, kenyataannya, ibu masih sering jadi yang paling banyak memikirkan detail kecil urusan rumah. Mulai dari mengingat jadwal vaksin anak, menyusun menu makan seminggu, sampai mengurus tagihan listrik, semua terbenam di kepala ibu.
Rasa lelah akibat terus-menerus memikirkan dan mengatur hal-hal ini disebut dengan mental load atau beban mental. Sebenarnya, apa sih mental load itu?
Baca Juga: ‘Mental Load’: Beban Tak Terlihat Perempuan Pemikul Kehidupan
Pengertian Mental Load
Mental load atau beban mental secara sederhana berarti tugas-tugas yang nyangkut di kepala buat mengatur dan memikirkan segala urusan sehari-hari. Berbeda dengan kerja fisik macam menyapu atau memasak, mental load biasanya dipicu urusan memikirkan jadwal vaksin anak, mengingat deadline bayar tagihan, atau menyusun menu makan selama seminggu. Hal-hal ini sering kali memang tidak terlihat, tapi lelahnya luar biasa.
Dikutip dari The Guardian, The gender wars of household chores: a feminist comic, konsep mental load mulai ramai dibahas setelah ilustrator asal Prancis Emma Clit, menulis esai berjudul You Should’ve Asked. Dia bercerita soal bagaimana ibu-ibu sering jadi “manajer rumah tangga” yang harus memastikan semua urusan rumah berjalan lancar.
Baca Juga: ‘He’s Expecting’: Ketika Lelaki Bertukar Peran dengan Perempuan
Kenapa Mental Load Lebih Sering Dirasakan Ibu?
Meski sekarang banyak keluarga yang lebih modern dan suami-istri mulai berbagi tugas, tetap saja beban mental ini lebih sering dirasakan ibu. Kok bisa? Dikutip dari Momwell, The Mental Load of Motherhood: How to Address the Imbalance of Household Labour, ini beberapa alasannya:
- Ekspektasi Sosial & Budaya
Dari dulu, perempuan sudah identik sama urusan rumah. Meski sekarang banyak ibu yang juga kerja, tetap saja mereka yang dituntut buat jadi “komando utama” urusan domestik.
- Peran Ganda
Buat ibu yang bekerja, tugasnya pun jadi berlipat ganda. Selesai menyibukkan diri dengan urusan pekerjaan di kantor, pulang pun masih harus memikirkan kerjaan rumah. Mulai dari memasak, menemani anak belajar, sampai ngurus cucian.
- Bagi Tugas yang Enggak Benar-benar Seimbang
Kadang suami memang ikut membantu, tapi acap kali itu cuma di bagian eksekusi. Misalnya, suami bisa saja mencuci baju, tapi yang mengingat kapan stok baju bersih habis, kapan beli deterjen, atau kapan waktunya mencuri biar seragam anak siap biasanya adalah ibu.
- Beban Emosional
Selain mengurus hal teknis, ibu juga jadi penjaga “kesehatan emosional” di rumah. Ibu yang ngeh lebih dulu kalau anak mulai tampak murung, ibu yang menenangkan pasangan waktu lagi bad mood, ibu juga yang memikirkan agar rumah tetap nyaman walau ada masalah.
Dampak Mental Load terhadap Kesehatan Ibu
Beban mental yang enggak ada habisnya ternyata sangat bisa memengaruhi kesehatan ibu, baik fisik, mental, maupun emosional. Karena terus-menerus memikirkan rumah tangga, banyak ibu yang akhirnya merasa lelah, mudah stres, bahkan sampai burnout. Dikutip dari News Medical, Mental load of household tasks takes toll on mothers’ mental health, yuk, kenali beberapa dampak serius dari mental load yang sering dialami ibu:
Capek Fisik yang Enggak Ada Habisnya
Meskipun yang “kerja” itu pikiran, mental load ternyata bisa membuat badan ikutan tumbang. Ibu yang setiap hari mengurus jadwal keluarga, memikirkan urusan rumah, sambil tetap kerja, sering kali jadi kurang tidur. Badan yang kurang istirahat lama-lama jadi gampang sakit, seperti flu, migrain, sampai daya tahan tubuh yang melemah.
Stres Menumpuk dan Rasa Cemas Berlebih
Pikiran yang enggak pernah berhenti mengatur ini-itu bisa buat ibu merasa tegang melulu. Kalau dibiarkan, ini bisa berubah jadi stres kronis atau kecemasan berlebih. Jadi, ibu gampang panik, susah santai, bahkan kadang merasa selalu ada yang salah meskipun semuanya sudah beres.
Depresi Bisa Datang Diam-diam
Kalau beban mental terlalu berat dan ibu merasa jalan sendiri tanpa dukungan, risiko depresi makin tinggi. Tandanya bisa seperti:
- merasa sangat lelah meski sudah tidur.
- Hal-hal yang dulu bikin senang jadi enggak menarik lagi.
- Sering merasa kurang dihargai atau tidak berguna.
- Jadi malas ketemu orang karena sudah terlalu lelah.
Kalau sudah seperti ini, dampaknya bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga bisa mengganggu hubungan dengan pasangan dan anak.
Burnout
Burnout itu kondisi di mana kamu merasa sudah merasa sangat lelah, mental kosong, dan hati rasanya enggak punya energi lagi buat peduli. Ini bisa terjadi karena terus menerus jadi “alarm hidup” buat semua orang di rumah, tapi enggak pernah dapat bantuan yang sepadan. Kalau sudah burnout, semangat buat mengurus rumah atau kerja bisa drop drastis.
Hubungan dengan Keluarga Jadi Renggang
Beban mental yang berat bisa bikin ibu gampang emosi. Akhirnya, ibu bisa jadi:
- Sering marah atau kesel ke pasangan karena ngerasa semuanya dikerjain sendiri.
- Jadi kurang sabar ke anak, karena udah terlalu lelah mengatur ini-itu.
- Merasa sendirian, karena merasa tidak ada yang mengerti betapa capeknya jadi “otak” rumah tangga.
Baca Juga: Beratnya Jadi Ibu Sekaligus Mahasiswa S3, ini Pengalaman Saya
Cara Mengatasi Mental Load
Mental load yang numpuk terus-terusan bisa banget membuat kamu stres, capek hati, sampai burnout. Agar keseharian jadi lebih sehat dan seimbang, sangat penting untuk cari cara untuk mengurangi beban pikiran ini. Dikutip dari Parents, 5 Ways the Mental Load Impacts Parents’ Health, Berikut ini dia beberapa langkah yang bisa dicoba:
- Bicara Terbuka dengan Pasangan
Kadang yang bikin mental load makin berat itu karena kamu merasa semua urusan rumah tangga harus di-handle sendiri. Padahal, pasangan juga punya peran yang sama pentingnya, lho. Makanya, komunikasi itu kunci. Coba diskusikan dengan pasangan soal tugas rumah, agar semua bisa dikerjakan bersama, tidak cuma dibebankan ke satu orang saja.
- Buat Prioritas dan Berani Bagi-Bagi Tugas
Ibu itu manusia, bukan superhero. Jadi, tidak harus semuanya dikerjakan sendiri. Buat daftar mana yang paling penting untuk dikerjakan terlebih dahulu, terus mulai bagi-bagi tugas sama pasangan atau anggota keluarga lain.
- Jangan Ragu Bilang “Tidak”
Kadang menjadi ibu suka merasa wajib bilang “iya” ke semua permintaan, agar semua orang happy. Namun, kalau jadi kebanyakan beban, ya, ujung-ujungnya kamu sendiri yang capek. Sangat wajar kalau sesekali bilang “tidak” kalau emang sudah kewalahan. Ibu juga punya batasan dan itu wajar.
- Luangkan Waktu untuk Diri Sendiri
Self-care itu bukan egois, tapi investasi buat kesehatan fisik dan mental. Coba deh, mulai menyisihkan waktu untuk melakukan hal-hal yang membuat kamu happy.
Bisa olahraga santai kayak yoga atau jalan pagi, baca buku favorit, masak resep baru, atau sekadar ngopi cantik sambil nonton series kesukaan. Jangan lupa, tidur yang cukup juga penting, supaya kamu tidak gampang stres.
- Jangan Sungkan Cari Dukungan
Menjalankan semuanya sendirian itu berat. Makanya, jangan ragu buat cari bantuan atau sekadar cerita ke orang lain. Bisa mulai dari pasangan, orang tua, saudara, atau teman dekat. Selain itu, gabung ke komunitas ibu-ibu juga bisa jadi tempat curhat atau tukar tips agar tidak merasa sendiri.
Kalau ibu merasa didukung, beban mental yang selama ini berat bisa jauh lebih ringan. Karena jadi ibu itu emang tidak mudah, tapi ibu juga tidak harus kuat sendirian.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
