December 5, 2025
Environment Issues Politics & Society Safe Space

Di Mana Ada Tambang Nikel, Di Situ Perempuan Jadi Korban 

Kerusakan lingkungan akibat hilirisasi nikel, termasuk di Raja Ampat, membuat lebih banyak perempuan merugi.

  • June 13, 2025
  • 3 min read
  • 1975 Views
Di Mana Ada Tambang Nikel, Di Situ Perempuan Jadi Korban 

Penolakan masyarakat terhadap aktivitas tambang nikel di Raja Ampat masih terus bergulir. Selepas aktivis Greenpeace Indonesia melakukan protes dalam diskusi Indonesia Critical Mineral Conference & Expo di Jakarta (3/6), aktivis dan warga juga turut melontarkan kritik. Menyadur Tempo, penolakan ini dilakukan dengan ramai-ramai menuliskan tagar #SaveRajaAmpat di media sosial. “Papua bukan tanah kosong,” tulis sejumlah warganet di media sosial. 

Dari catatan Greenpeace, aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, memang mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata setempat. Masih dari media yang sama, Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, bilang ada banyak biota laut yang terancam keberadaannya. Hutan yang jadi habitat banyak fauna pun mengalami deforestasi hingga 500 hektar luasnya. 

Enggak hanya itu, kerusakan alam buntut aktivitas tambang nikel di Raja Ampat nyatanya juga punya dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat sekitar, terutama perempuan. Paulina Manuran, perempuan yang tinggal di Kampung Kabare, Raja Ampat menuturkan, tempat tinggalnya kian tercemar selepas hadirnya tambang di dekat kampungnya. 

Baca juga: Masyarakat Dairi Menolak Tambang: Kami Berjuang Sampai Mati 

“Di musim pasang surut, limbah tambang berwarna coklat mengalir dan mencemari hingga ke kampung saya,” ujar Paulina kepada BBC Indonesia, (3/6). 

Di tempat lain di Indonesia, aktivitas tambang nikel juga banyak mengubah kehidupan perempuan setempat. Di Torobulu, Sulawesi Tenggara, Martina, salah satu perempuan setempat, kehilangan akses ekonomi sejak lahan garapannya rusak tercemar. 

“Selama ada PT (perusahaan tambang), tiap ada hujan turun air merah seperti minyak. Padi jadi kuning, tidak banyak buahnya. Pendek begitu, tidak mau panjang,” jelas Martina kepada Magdalene. 

Baca juga: Perempuan Torobulu Berjuang Tolak Tambang: Dirikan Tenda, Kehilangan Pekerjaan, Dikriminalisasi Perusahaan  

Beban Perawatan yang Bertambah sampai Kekerasan Seksual  

Dari kisah Paulina dan Martina, dapat terlihat bagaimana aktivitas tambang nikel punya dampak besar terhadap penghidupan perempuan. Namun, tak hanya pada pertambangan nikel, temuan konfederasi internasional bidang pembangunan, OXFAM Australia secara global menyebutkan penambangan punya dampak yang tak netral gender

Pada perempuan, dampak ini dapat terasa dua kali lipat lebih berat. Pasalnya, banyak beban lain yang sering kali dilekatkan pada perempuan, termasuk kerja perawatan. OXFAM menyebutkan, kerusakan lingkungan membuat perempuan kesulitan untuk memastikan persediaan air bersih sampai kebutuhan perut sehari-hari.  

Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengungkapkan kerusakan ini jelas merugikan perempuan. Rukka bilang bentang alam yang telah rusak akibat aktivitas tambang adalah hal krusial bagi perempuan. 

“Mereka (perempuan) itu cari makan dari lahan-lahan sekitar yang dirusak itu. Mereka butuhnya lahan itu, bukan hal lain,” terang Rukka saat ditemui saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN, (14/4) silam.  

Bagi perempuan pencari nafkah, kemalangan juga terus terjadi akibat kerusakan lingkungan yang parah. Seperti yang terjadi di daerah Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Para perempuan banyak yang harus terpaksa beralih profesi lantaran sungai mereka sudah tidak bisa lagi menjadi tempat mencari kerang sungai. Menyadur laman Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), para perempuan ini bilang penghasilan mereka bahkan berkurang drastis. Kini, banyak dari mereka yang beralih menjadi penjual makanan.  

Baca juga: 6 Pelanggaran HAM Berat yang Dihilangkan dari Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Tak cuma kehilangan akses ekonomi dan sumber pangan, perempuan juga lebih rentan jadi korban kekerasan seksual, klaim Down to Earth Indonesia. 

“Mereka (perempuan) sering kali dipaksa untuk memenuhi hasrat seksual para pekerja tambang,” tulis Down to Earth Indonesia pada laman resminya.  

About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah lulusan Psikologi dan Kajian Gender UI yang punya ketertarikan pada isu gender dan kesehatan mental. Suka ngopi terutama iced coffee latte (tanpa gula).