‘Do Revenge’: Teenlit Netflix yang Kali Ini Susah Dilupakan
Duo Drea dan Eleanor akan jadi tontonan segar buat kamu yang senang genre ‘teenlit’ khas John Hughes.
Dalam Do Revenge, Camila Mendes berperan sebagai Drea, seorang queen bee yang sekilas memiliki segalanya. Namun, kelak kita akan tahu bahwa untuk tampil se-glamor itu, dia perlu usaha yang tak mudah.
Di sekolah elite bernama Rosehill, Drea yang anak seorang suster tahu bahwa untuk jadi idola dia harus memainkan kartunya dengan tepat. Dan sejauh ini apa yang dia lakukan berhasil.
Drea murid pintar sampai bisa mendapatkan beasiswa dan sepertinya akan diterima di Universitas Yale, dia memacari cowok paling populer di sekolah, Max (Austin Abrams), dan dikelilingi para besties yang berpengaruh: Tara (Alisha Boe), Meghan (Paris Berelc) dan Montana (Maia Reficco).
Tentu saja, semakin tinggi posisi kita, semakin besar risiko disebali banyak orang. Video Drea yang ditujukan untuk pacarnya tersebar ke seluruh sekolah dan reputasinya langsung anjlok. Bukan cuma langsung dipanggil kepala sekolah (yang dimainkan oleh ikon remaja 90-an, Sarah Michelle Gellar), hubungan Drea yang rusak dengan pacarnya juga bikin dia kontan jadi nobody, alias bukan siapa-siapa.
Masuklah Eleanor (Maya Hawke), murid pindahan baru yang kelihatan sekali bukan seperti warga Rosehill. Eleanor tidak trendi, tidak tahu hierarki sekolah, buta dengan siapa yang populer dan lagi nge-hits. Tapi, yang bikin Drea langsung tertarik dengan Eleanor adalah tawarannya untuk membantu bikin rencana balas dendam.
Balasannya, Eleanor juga minta bantuan Drea untuk membantunya balas dendam pada Carissa. Cue fun music.
Baca Juga: Peran ‘Perempuan Korban’ di Film: Basi dan Harus Ditinggalkan
Resep Teenlit Khas Netflix yang Kali Ini Berhasil
Sekilas, Do Revenge mengikuti semua resep teenlit khas Netflix yang biasanya jadi tontonan-gampang-terlupakan. Bedanya, series ini melakukan usaha sedikit lebih ekstra.
Kalau kamu mengikuti tontonan anak muda zaman sekarang, kamu pasti tahu wajah-wajah yang tampil di film ini. Ada yang diimpor dari Riverdale, Euphoria, Stranger Things, 13 Reasons Why bahkan sampai Game of Thrones (Sophie Turner menggunakan screen time-nya yang terbatas untuk menunjukkan bahwa dia memang seorang bad bitch sejati). Ditambah dengan musik-musik kekinian dari Olivia Rodrigo sampai Billie Eilish, Do Revenge jelas menargetkan Gen-Z sebagai penontonnya.
Visual glossy dan musik yang ingar-bingar ternyata berhasil. Do Revenge terasa lebih baik dari kebanyakan konten remaja rilisan Netflix, karena pembuatnya (sutradara Jennifer Kaytin Robinson dan penulis skenario Celeste Ballard dan Robinson) tahu cara mencuri roh film-film remaja legendaris dan memasukkannya ke film bikinan mereka.
Baca Juga: Superhero Perempuan dan Problematika Representasinya
Robinson tidak sekedar menyalin style Mean Girls atau Clueless hanya karena mereka film remaja legendaris. Dia menggunakan pengaruh dari film-film tersebut untuk membuat penonton terkecoh dengan twist yang ia persembahkan di film ini.
Hal utama yang menarik dari Do Revenge (yang terinspirasi dari film Hitchcock berjudul Strangers on a Train) adalah cara Robinson bisa membuat saya sebagai penonton, tetap suka dengan dua karakter utamanya meskipun di atas kertas keduanya punya banyak red flag.
Drea dan Eleanor sama sekali tidak seperti kebanyakan karakter utama di film-film sejenis, yang biasanya selalu berusaha tampil likeable (baik untuk love interest mereka atau untuk penonton). Seperti yang kita ketahui, ada arketipal yang berbeda tentang karakter laki-laki dan perempuan di film seperti ini. Cowok bisa seblangsak apa pun (seperti Freddie Prince Jr. di She’s All That, tiga trio dalam Superbad misalnya) sementara kebanyakan karakter perempuan harus baik. Saya suka dengan bagaimana Robinson menggambarkan dua karakternya yang lumayan unapologetic.
Baik Drea maupun Eleanor punya drive yang lebih besar daripada sekadar untuk disukai. Mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Di film ini, Drea bukan Lindsay Lohan di Mean Girls, dia adalah Regina George-nya. Tapi entah kenapa, saya tidak bisa benci dengannya karena semua motivasinya sangat mudah untuk dimengerti. Persahabatannya dengan Eleanor yang kompleks (terutama setelah separuh film berjalan) juga membuat Do Revenge lebih dari kebanyakan film remaja.
Hal ini berhasil dilakukan oleh Robinson karena dia memiliki dua aktor yang baik dalam memerankan karakter mereka. Camila Mendes yang merupakan pentolan utama Riverdale tahu benar bagaimana cara menjadi bad bitch yang tidak hanya, seperti anak zaman sekarang “slay”, tapi juga powerful. Dia tahu bahwa tidak banyak skrip yang bagus datang kepadanya dan dia menggunakan kesempatan ini untuk pamer kemampuan tersebut.
Ssementara itu, Maya Hawke punya kemampuan luar biasa untuk menjadi bunglon. Performanya sebagai gadis rapuh yang tersakiti sangat meyakinkan. Tanpa dua aktor ini, Do Revenge mungkin tidak akan semenarik itu.
Baca Juga: ‘The Batman’ Versi Matt Reeves: Manusia Kelelawar yang lebih Humanis
Bahasa Gen Z ala Twitter dalam Film Do Revenge
Sebagai film yang ditargetkan untuk Gen-Z, Do Revenge lumayan terjebak menggunakan bahasa-bahasa khas remaja-remaja pengguna Twitter. Siap-siap mengernyitkan dahi ketika kamu mendengarkan dialog-dialog seperti: “Your new vibe is high status cunt”, atau istilah-istilah macam “Choosing violence”, “Safe space” atau “As a fellow woman of color”.
Babak ketiganya juga lumayan terterbak. Beberapa karakter terasa seperti pelengkap, tanpa ada usaha untuk dielaborasi. Meskipun begitu, hasil akhirnya film ini lumayan berhasil memberikan kesan yang tidak bisa dilupakan.
Dengan visual yang mencuri perhatian (sinematografer Brian Burgoyne dibantu dengan departemen make-up, wardrobe dan production design mempersembahkan color palette yang sangat cantik untuk dilihat) dan editing yang lindah, Do Revenge sangat saya rekomendasikan bagi kamu yang suka dengan film macam Jawbreakers, Mean Girls atau mungkin Scream. Plot over-the-top, musik catchy ditambah dengan wajah-wajah rupawan jelas merupakan tawaran yang susah untuk ditolak.
Do Revenge dapat disaksikan di Netflix