Lifestyle

Lewat ‘Lingerie’ dan Nipplets, Ida Swasti Dobrak Ketabuan Seks

Lewat bisnis pakaian dalam Nipplets, pengusaha Ida Swasti ingin mendorong citra tubuh yang positif dan pendidikan seks yang sehat.

Avatar
  • September 19, 2019
  • 5 min read
  • 1365 Views
Lewat ‘Lingerie’ dan Nipplets, Ida Swasti Dobrak Ketabuan Seks

Don’t save your good lingerie for dates, wear it for you.” ─ Dita von Teese

Pengusaha muda Ida Swasti, 25, mengaku senang memakai pakaian dalam seksi atau lingerie, bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri.

 

 

Lingerie itu bagian dari mencintai diri sendiri,” ujarnya kepada Magdalene baru-baru ini.

Namun sepulangnya dari Australia setelah lulus dari Wollongong University jurusan Pemasaran, Ida sulit mendapatkan lingerie dengan harga terjangkau.

“Waktu itu, lingerie yang ada itu either murah banget dan jelek banget, atau bagus tapi mahaaaal buanget,” kata Ida melalui pesan WhatsApp.

Tidak hanya harga dan kualitas yang menurutnya menjadi masalah, modelnya pun kurang bervariasi dan tidak se-“liar” fantasi pribadinya. Sejak itu, timbullah keinginan Ida untuk menyediakan lingerie berbahan bagus dengan harga yang terjangkau, dan model yang lebih bervariasi.

Nipplets pun lahir pada 2016, yang menawarkan produk lingerie dengan tiga poin dasar:

  1. Lingerie adalah untuk semua orang.
  2. Lingerie itu seksi.
  3. Lingerie itu untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain (pasangan).

Untuk mewujudkan mimpinya, Ida mengumpulkan modal usaha dengan mengurus bisnis bengkel keluarganya selama dua tahun. Ia kemudian mengembangkan konsep dasar Nipplets bersama dua orang temannya selama satu bulan, sehingga menjadi produk yang mereka inginkan. Dalam 2,5 bulan, produk-produk tersebut sudah dilayangkan ke pasar di bawah naungan merek Nipplets yang dijual lewat Instagram.

Walau prosesnya relatif cepat, tantangan yang dihadapi tim Nipplets cukup besar. Sebagai pendatang baru di industri lingerie Indonesia, Nipplets langsung dikecam karena masyarakat memandang lingerie sebagai sesuatu yang tabu. Nipplets menjadi sasaran empuk pada saat itu karena online shop yang menjual lingerie di Indonesia belum sebanyak sekarang. Belum lagi, Nipplets sudah berani menawarkan lingerie dengan model yang lebih kinky daripada yang umumnya ada di pasaran.

“Kita dikatain binal karena jualan lingerie dan menyampaikan edukasi seputar seks,” ujar Ida, “Sempet down juga sampai enggak napsu buka Instagram Nipplets.”

Namun Ida tidak menyerah. Pada 2018, Ida berusaha membenahi pendekatan yang digunakan Nipplets dengan merombak estetika foto produk agar tampak lebih profesional dan menerapkan strategi pemasaran yang cocok untuk target pasar yang cukup luas, yakni usia 20-50 tahun.

Baca juga: 5 Mitos Soal Seks yang Masih Diyakini Banyak Orang

Ubah standar kecantikan

Pada 2019 ini, Nipplets mulai lebih aktif lagi melakukan edukasi mengenai seks dan tubuh perempuan, salah satunya melalui kampanye Real Body Real People dengan tagar #AllBodiesAreBeautiful. Kampanye ini menggunakan perempuan-perempuan biasa yang bukan model, dengan bentuk tubuh beragam, dari yang secara standar dianggap kurus sampai gemuk.

 “Indonesia butuh perubahan. Media selalu memunculkan penggambaran manusia yang kelewat sempurna jadi orang lain tidak merasa terwakili. Image yang sehari-hari muncul di media itu menciptakan standar yang tidak masuk akal bagi orang awam,” ujar Ida.

Kampanye ini sukses menuai banyak respons positif dan apresiasi dari berbagai pihak. Banyak dari pengikut lama Nipplets yang mengaku insecure untuk mengenakan produknya, sekarang menjadi lebih percaya diri untuk memakai lingerie setelah melihat kampanye RBRP. Dengan kampanye ini, Nipplets ingin menyatakan bahwa kesempurnaan yang disajikan di media bukanlah tolok ukur pesona seseorang.

“Enggak sempurna pun tetap bisa cantik dan seksi, kok,” ujar Ida.

Namun bukan berarti kampanye ini tidak mendapat kecaman. Ada saja orang yang berkomentar tentang bentuk tubuh model yang “enggak napsuin untuk belanja”. Bahkan beberapa orang berpendapat kampanye ini melanggengkan gaya hidup tidak sehat dan memengaruhi orang bahwa gaya hidup tidak sehat itu tidak apa-apa. Padahal, para model yang dijaring dari promosi media sosial ini memiliki pengalaman ketubuhan yang personal, beragam, dan berlapis yang tidak berhenti pada tipe tubuh saja.

“Mungkin yang mengkritik ini enggak lihat kampanyenya secara penuh,” kata Ida.

Baca juga: Dulu Kurus, Sekarang Gemuk: Pelajaran Berharga dari ‘Body Shaming’

Ida tidak lelah menekankan bahwa kampanye ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan untuk mencintai diri sendiri. Toh, masyarakat tidak pernah lupa untuk mengingatkan perempuan akan kekurangan yang dimiliki, dan Nipplets ingin membantu melawan situasi ini dengan mengingatkan bahwa setiap tubuh itu indah dan berhak merasa cantik. Untuk inspirasi Nipplets sendiri, pengusaha kelahiran tahun 1994 ini sangat bersyukur merek lingerie yang ia rintis memiliki komunitas yang berbeda dari banyak online shop lain.

Nipplets selalu bertukar pikiran dengan pelanggan dan pengikutnya di media sosial untuk mengetahui pendapat mereka mengenai berbagai isu. Para pelanggan dan pengikut Nipplets di media sosial menunjukkan keinginan untuk melihat perubahan pada citra pengguna lingerie. Ida pun menilai bahwa pengikut Nipplets sudah siap untuk perubahan yang ingin ia bawa dengan brand lingerie-nya ini.

“Saya merasa Nipplets memiliki hubungan yang unik dengan pelanggan dan pengikutnya. Bukan seperti penjual dan pembeli, tapi seperti teman,” ujarnya.

“Nipplets ingin menciptakan ruang nyaman bagi perempuan untuk membicarakan topik-topik dan isu-isu yang takut mereka bicarakan. Isu-isu yang biasanya dibicarakan bisa seputar aktivitas seksual hingga kesehatan reproduksi dan perawatan tubuh untuk area-area yang dianggap tabu dibicarakan.”

Tidak hanya lewat Nipplets, Ida kini turut giat memberikan edukasi seputar seks di talkshow Ngossek di kanal YouTube MagdaleneID. Menurutnya, edukasi seks sangat penting mengingat betapa tabunya topik ini di Indonesia dan masyarakatnya sendiri darurat edukasi seks.

“Aku dulu belajar seks bukan dari tempat yang bener, malah dari film porno. Kebayang, dong, betapa ngawurnya?” ujarnya.

Pengetahuan tentang seks itu tidak melulu soal hal-hal yang erotis atau menyenangkan, tapi juga berkaitan langsung dengan banyak aspek kehidupan lain seperti kesehatan reproduksi dan hubungan sosial. Bagi Ida, pengetahuan seks sangat penting untuk bekal kehidupan ke depan, apalagi ketika nantinya seseorang memutuskan untuk berumah tangga. Kenyataannya, akses pendidikan seks masih sangat sulit didapat sehingga anak-anak melakukan eksplorasi tanpa pengetahuan dan jumlah ibu yang belum pernah merasakan orgasme terus bertambah.

“Seks adalah berbagi keintiman di antara dua orang, dengan persetujuan kedua belah pihak, yang selayaknya dinikmati oleh keduanya. Everyone has the right to enjoy sex,” tegasnya.



#waveforequality


Avatar
About Author

Nikita Devi

Nikita Devi adalah pembelajar sepanjang hidup, beraspirasi menjadi penulis, dan pencinta kucing. Ia tertarik dengan studi gender dan seksualitas, dan sangat bersemangat menyapa kucing dan anjing yang ditemuinya di jalan. Powered By Geniee

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *