December 5, 2025
Lifestyle

‘Doom Spending’: Saat Belanja Jadi Pelarian Emosi Anak Muda

Pernah checkout belanja online cuma gara-gara mood lagi jelek? Hati-hati, kamu mungkin sedang doom spending—tren belanja impulsif yang muncul dari stres.

  • July 18, 2025
  • 6 min read
  • 1688 Views
‘Doom Spending’: Saat Belanja Jadi Pelarian Emosi Anak Muda

Pernah enggak sih kamu lagi pusing atau stres, terus tiba-tiba malah checkout keranjang belanja online tanpa mikir panjang? Atau pas baru gajian, langsung kepingin self-reward dengan jajan makanan mahal, beli skincare yang belum tentu dibutuhkan, atau borong outfit baru cuma biar suasana hati lebih baik?

Kalau iya, bisa jadi kamu lagi mengalami yang namanya “doom spending”. Tapi, sebenarnya apa sih arti dari istilah ini?

Baca Juga: Apa Itu YONO? Tren Hidup Gen Z yang Viral di Media Sosial

Apa Itu Doom Spending?

Pernah enggak sih kamu merasa lagi burn out banget, terus ujung-ujungnya kalap checkout keranjang belanjaan online? Atau pas hati lagi enggak karuan, kamu jadi ngidam jajan mahal, beli skincare baru, atau impulsif beli baju cuma biar mood-nya naik? Nah, kalau iya, bisa jadi kamu lagi mengalami doom spending.

Doom spending adalah istilah buat menggambarkan kebiasaan belanja yang didorong oleh emosi, bukan kebutuhan. Biasanya ini jadi “pelarian” dari rasa cemas, stres, atau bahkan ketidakpastian soal hidup. Intinya, kita belanja bukan karena butuh barangnya, tapi karena kepingin cepat-cepat merasa “lebih baik”. Seolah-olah, sekali klik “bayar sekarang” bisa menyembuhkan suasana hati yang lagi berantakan.

Tapi beda ya sama belanja yang emang direncanakan. Doom spending sifatnya lebih impulsif dan bisa merugikan. Lama-lama, tanpa sadar kita jadi kehilangan kontrol atas keuangan sendiri. Niatnya healing, tapi malah ending-nya numpuk stres baru karena rekening kosong atau tagihan membengkak.

Fenomena ini lagi lumayan sering terjadi, terutama di kalangan Gen Z dan milenial. Dikutip dari USA Today, Gen Z is ‘doom spending’ its way through the holidays. What does that mean?, banyak anak muda merasa hidup makin enggak pasti, dari krisis iklim, kondisi ekonomi, sampai tekanan sosial. Jadi, belanja berlebih sering dijadikan “reward dadakan” buat bertahan di tengah dunia yang penuh ketidakpastian.

Sementara menurut survei CNBC International Your Money Financial Security, sekitar 42,8 persen orang dewasa merasa kondisi keuangannya sekarang lebih buruk dibanding orang tua mereka dulu. Banyak yang merasa “enggak bakal bisa menyamakan pencapaian generasi sebelumnya”, jadi mereka lebih memilih untuk menikmati momen sekarang, termasuk lewat konsumsi instan, meski kadang itu merugikan.

Baca Juga: #SetopLiberalisasiKampus: UKT Mahal, Mahasiswa Terlilit Pinjol

Kenapa Gen Z Gampang Terjebak Doom Spending?

Fenomena doom spending memang bukan cuma dialami Gen Z, tapi generasi ini jadi salah satu kelompok yang paling kelihatan dan paling rentan.

Kenapa bisa begitu? Alasannya enggak sesederhana itu, karena ada banyak faktor yang saling berkaitan: mulai dari tekanan sosial, kondisi ekonomi yang sulit, sampai gaya hidup digital yang melekat banget di keseharian mereka. Dikutip dari CNBC, Gen Z and millennials are increasingly ‘doom spending.’ Here’s what it is and how to stop it, berikut beberapa alasannya:

Media Sosial dan Budaya Konsumsi Digital

Gen Z tumbuh bareng internet dan media sosial. Sejak kecil, mereka udah akrab sama TikTok, Instagram, YouTube, yang tiap hari dipenuhi konten haul, unboxing barang-barang mahal, rekomendasi skincare, dan iklan-iklan yang dikemas estetik.

Enggak heran, tiap lihat seseorang beli barang baru, kita jadi merasa “harus” punya juga. Meskipun enggak benar-benar butuh, algoritma bikin kita percaya kalau beli itu perlu. Inilah yang disebut dengan budaya konsumsi digital, ketika belanja jadi kebiasaan karena terpapar terus-menerus oleh konten yang menggoda.

FOMO dan Tekanan Jadi “Up to Date

Gen Z juga dekat banget sama yang namanya FOMO alias fear of missing out. Ketika semua orang di timeline pamer barang baru, memberikan review produk hits, atau dapat promo eksklusif, rasanya kayak enggak mau ketinggalan. Biar enggak dicap kudet, akhirnya ikut-ikutan beli juga.

Belanja jadi semacam cara untuk tetap relevan dan diterima dalam pergaulan, baik di dunia nyata maupun digital. Padahal, sering kali barang-barang itu cuma bikin senang sesaat.

Pelarian dari Stres dan Kecemasan

Enggak bisa dipungkiri, tekanan hidup buat Gen Z makin berat. Harga kebutuhan pokok naik, peluang kerja makin sempit, biaya kuliah mahal, dan perubahan iklim terus menghantui masa depan. Banyak dari mereka hidup dalam kecemasan yang nyaris konstan.

Saat stres, belanja jadi bentuk “hiburan cepat”. Rasanya kayak self-reward: “Enggak apa-apa stres, yang penting bisa beli barang ini.” Tapi sayangnya, ini bukan solusi jangka panjang, malah bisa menambah tekanan finansial dan rasa bersalah di kemudian hari.

Belanja Online Semudah Geser Layar

Di era digital, belanja jadi super gampang. Tinggal buka aplikasi, pilih barang, bayar pakai paylater. Enggak perlu keluar rumah, semuanya bisa dilakukan sambil rebahan.

Fitur-fitur kayak flash sale, gratis ongkir, dan push notification yang muncul terus-menerus bikin kita makin mudah tergoda. Tanpa disadari, belanja impulsif pun jadi kebiasaan.

Baca Juga: Berteman di Era Algoritme: Pengalamanku Coba Aplikasi Timeleft dan Berkomunitas

Cara Jitu Biar Enggak Terjebak Doom Spending

Menghindari doom spending bukan berarti kamu harus stop total belanja, kok. Belanja itu sah saja, asal kamu melakukannya dengan sadar dan bukan karena pelarian emosi.

Nah, kalau kamu mulai ngerasa kebiasaan belanja udah jadi cara buat ngilangin stres atau cemas, ini saatnya kamu mulai ambil langkah bijak. Dikutip dari Verywell Mind, Why Doom Spending Isn’t the Stress Relief You Think You Need, yuk, coba beberapa tips ini!

  • Kenali Pola Belanja dan Emosi yang Muncul

Langkah awal paling penting adalah jujur sama diri sendiri. Kapan sih biasanya kamu tergoda buat checkout? Pas lagi stres? Bosan? Atau habis lihat konten “haul” di TikTok?

Tanyakan juga ke diri sendiri:

  • Aku beli ini karena butuh atau cuma iseng?
  • Pernah nyesel enggak habis belanja impulsif?
  • Apa aku gampang tergoda diskon?

Dengan mengenali pola ini, kamu bisa lebih sadar kapan belanja jadi bentuk pelarian. Kadang, cukup dengan jeda sejenak dan bertanya, “Perlu enggak, sih?” bisa bantu kamu lebih bijak.

  • Bikin Anggaran dan Tujuan Finansial yang Realistis

Tanpa arah, uang bisa hilang entah ke mana. Mulai deh bikin budget bulanan:

  • Untuk kebutuhan pokok
  • Tabungan
  • Hiburan atau belanja pribadi

Kalau kamu punya tujuan jelas, kayak kepingin traveling, upgrade laptop, atau menabung buat dana darurat, itu bisa jadi motivasi buat menahan diri dari belanja impulsif. Soalnya, kamu tahu ada hal yang lebih penting buat dikejar.

  • Terapkan Prinsip Tunda Dulu, Beli Belakangan

Mau beli barang lucu atau barang diskon gede? Jangan langsung klik “beli”. Tunda dulu 1–3 hari. Kalau setelah itu kamu masih merasa butuh banget dan yakin, baru deh checkout. Tapi seringnya, rasa “butuh” itu bakal reda sendiri, kok.

Cara ini bantu kamu membedakan antara kebutuhan nyata dan keinginan sesaat. Dan percaya deh, diskon dan barang kece enggak akan ke mana-mana, tapi keuangan yang stabil itu priceless.

  • Matikan Notifikasi Aplikasi Belanja

Notifikasi kayak “Diskon 70% cuma hari ini!” itu salah satu biang kerok doom spending. Aplikasi belanja memang dirancang buat bikin kamu merasa harus segera beli, padahal belum tentu kamu butuh.

Solusinya? Matikan notifikasi atau bahkan uninstall dulu aplikasinya kalau kamu lagi kepingin lebih mindful soal belanja.

  • Gunakan Wishlist, Bukan Keranjang Langsung

Kalau kamu tertarik sama suatu barang, jangan langsung masukin ke keranjang. Taruh terlebih dahulu di wishlist. Tunggu beberapa hari dan lihat lagi, masih kepingin atau sudah enggak?

Ini cara simpel buat memilah mana barang yang benar-benar kamu perlukan dan mana yang cuma keinginan sesaat.

  • Hindari Paylater, Gunakan Uang Tunai atau Debit

Salah satu jebakan doom spending terbesar adalah kemudahan bayar pakai paylater. Karena enggak terasa kayak mengeluarkan uang, banyak orang jadi lebih gampang tergoda.

Coba pakai metode bayar yang lebih terasa “nyata” kayak debit atau transfer langsung. Dengan begitu, kamu akan lebih sadar dan berpikir dua kali sebelum checkout.

About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.