Issues

FeminisThemis Academy 2024, Ikhtiar Agar Perempuan Tuli Makin Berdaya

Lewat ajang FeminisThemis Academy 2024, FeminisThemis mengedukasi perempuan Tuli tentang kesetaraan gender dan kekerasan seksual.

Avatar
  • May 31, 2024
  • 4 min read
  • 869 Views
FeminisThemis Academy 2024, Ikhtiar Agar Perempuan Tuli Makin Berdaya

Memperingati Hari Lahir Pancasila, FeminisThemis mengadakan diskusi bertajuk “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” di Bale Nusa, Jakarta Selatan, (29/5). Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait diskriminasi yang dihadapi perempuan Tuli, sekaligus mendukung hak atas edukasi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam kesempatan itu, mereka juga meluncurkan “FeminisThemis Academy 2024”. 

Program yang didukung oleh Komisi Nasional Disabilitas RI dan Unilever Indonesia itu terdiri dari berbagai rangkaian kegiatan. Di antaranya, Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, webinar, serta workshop offline di tiga kota: Bandung, Malang, dan Yogyakarta. Tujuannya adalah mengedukasi orang Tuli tentang kesetaraan gender dan kekerasan seksual. 

 

 

“Banyak (teman Tuli) yang belum tahu cara melaporkan kekerasan seksual, strategi yang perlu dilakukan, dan mitigasinya,” ujar Program Manager FeminisThemis, Rifka Dyah Safitri.  

Baca Juga: Perempuan Pekerja Penyandang Disabilitas Hadapi Hambatan Berlapis

Karenanya, FeminisThemis akan memberikan materi seputar seksualitas, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), consent, dan organ-organ reproduksi. Ada juga pembahasan mengenai pertolongan pertama psikologis, serta pengenalan konsep pubertas. 

“Pembahasannya perlu disesuaikan supaya teman Tuli memahami cara mengatasi trauma yang dialami,” tambah Rifka.  

Menurut Head of Communication dan Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia, Kristy Nelwan, FeminisThemis Academy 2024 sejalan dengan tiga fokus Equity, Diversity & Inclusion yang dilakukan perusahaan tersebut. Yaitu mencakup keadilan gender, keadilan untuk penyandang disabilitas, serta penghapusan diskriminasi dan stigma. 

Karena itu, Unilever Indonesia mendukung acara tersebut melalui beberapa hal: Dana operasional, teknis pelaksanaan program, serta mendorong diskusi terkait pentingnya keterlibatan dalam mengurangi kekerasan seksual pada perempuan Tuli. 

FeminisThemis Academy 2024 bakal berlangsung secara hybrid mulai Juni, dan ditutup pada Hari Bahasa Isyarat Internasional pada 23 September. Harapannya, program ini akan melahirkan lebih banyak fasilitator Tuli, yang bisa memfasilitasi isu-isu HKSR di komunitas Tuli. Hal itu merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan jangka panjang, yakni menurunkan angka kekerasan seksual yang dialami komunitas Tuli. 

“Hak Tuli perlu diberikan karena kami bagian dari negara. Indonesia sudah merdeka, tapi bagi komunitas Tuli belum sepenuhnya,” jelas Nissi. 

Merujuk pada catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 2023, 33 dari 105 kasus kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas dialami oleh penyandang disabilitas sensorik—termasuk Tuli. Sementara Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) melaporkan, 31 perempuan Tuli mengalami kekerasan berbasis gender dan disabilitas pada 2022. 

Kristy berharap, FeminisThemis Academy 2024 dapat mengatasi permasalahan diskriminasi pada perempuan Tuli, mengembangkan kemampuan teman-teman Tuli, sekaligus mendorong pemenuhan hak mereka. 

Baca Juga: Akibat Stigma, Kelompok Minoritas Masih Sulit Mengakses Kesempatan Kerja 

Pentingnya Mendorong Pemenuhan Hak Teman Tuli 

Selain menyambut peluncuran FeminisThemis Academy 2024, diskusi “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” sekaligus mendorong pemenuhan hak teman Tuli. Menurut Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis, Nissi Taruli Felicia, selama ini hak komunitas Tuli belum terpenuhi. 

“Hak Tuli perlu diberikan karena kami bagian dari negara. Indonesia sudah merdeka, tapi bagi komunitas Tuli belum sepenuhnya,” jelas Nissi. 

Nissi menambahkan, pemenuhan hak disabilitas—termasuk bahasa isyarat bagi komunitas Tuli—belum sesuai dengan makna keadilan sosial. Ini dikarenakan upaya tersebut tidak disesuaikan dengan kebutuhan individu. Padahal, komunitas Tuli pun memiliki bahasa yang beragam. 

Belum lagi hak bebas dari diskriminasi. Masyarakat masih memandang komunitas Tuli dengan stereotip, yang berdampak pada cara mereka diperlakukan. Misalnya mengasihani, memarginalkan, bahkan melakukan kekerasan. Hal ini sekaligus mempertebal lapisan diskriminasi yang dialami perempuan Tuli. 

“Banyak keluarga yang ‘menyembunyikan’ anak mereka yang Tuli karena malu, menganggap orang berbahasa isyarat nggak akan sukses,” ucap Nissi. “Ada juga yang nggak menganggap keberadaan perempuan Tuli, karena berbeda dengan ekspektasi perempuan ideal di masyarakat.” 

Untuk mendorong pemenuhan hak komunitas Tuli, Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menekankan, pemerintah perlu melibatkan Tuli sekaligus bekerja sama dengan sektor swasta. Contohnya dalam akses layanan pendidikan, kesehatan, maupun bahasa isyarat. Dengan demikian, pemerintah bisa memberikan ruang untuk partisipasi bermakna. 

“Jangan sampai memenuhi hak penyandang disabilitas secara umum, tapi nggak disesuaikan dengan kebutuhannya,” terangnya. 

Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang mendukung pemenuhan hak disabilitas. Kristy menegaskan, hak disabilitas memang seharusnya dipenuhi karena mereka adalah bagian dari masyarakat. 

Baca Juga: ‘Coda’: Lebih dari Sekadar Film Soal Orang Tuli

Karena itu, Unilever Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya. Contohnya mengadakan kelas bahasa isyarat bagi para pekerja, training mendobrak stereotype bias untuk jajaran pemimpin, dan program magang—bernama YOU-STEP!—untuk mahasiswa disabilitas. 

Kristy menjelaskan, beberapa program tersebut termasuk cara Unilever Indonesia mempersiapkan perusahaan, supaya nantinya bisa merekrut penyandang disabilitas.  

“Pokoknya kami memastikan supaya di kantor pusat Unilever Indonesia, aksesibilitas teman-teman disabilitas terpenuhi dan terus berkembang,” ungkapnya. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *