Lifestyle Opini

Gerakan Retro Gen Z: Buang ‘Smartphone’, Pakai Ponsel Jadul

Ada beberapa faktor yang mendorong tren ini, seperti nostalgia dan hasrat untuk menikmati masa lalu yang dianggap ideal, praktik detoks digital, serta kekhawatiran akan keamanan data pribadi.

Avatar
  • May 24, 2023
  • 5 min read
  • 960 Views
Gerakan Retro Gen Z: Buang ‘Smartphone’, Pakai Ponsel Jadul

Gen Z sedang dijangkiti gerakan tinggalkan smartphone dan kembali menggunakan telepon genggam yang “kurang pintar”, seperti ponsel lipat (flip phones) dan ponsel geser jadul. Ponsel lipat yang dulunya populer pada pertengahan 1990-an hingga 2000-an, kini tampaknya kembali digemari kaum muda.

Meskipun tren ini tampak tak lazim di tengah masyarakat yang sudah begitu bergantung pada teknologi, popularitas forum di Reddit yang didedikasikan untuk membahas “ponsel bodoh”, terus menanjak. Laporan CNBC juga menunjukkan, penjualan ponsel lipat di Amerika Serika (AS) tengah melesat.

 

 

Ketertarikan Gen Z terhadap ponsel lipat merupakan bentuk baru dari obsesi kaum muda terhadap estetika dekade 1990-an dan 2000-an. Fesyen “Y2K”, contohnya, kembali diminati semenjak beberapa tahun ke belakang. Penggunaan teknologi antik seperti kamera sekali pakai juga semakin meningkat.

Ada beberapa faktor yang mendorong tren ini, seperti nostalgia dan hasrat untuk menikmati masa lalu yang dianggap ideal, praktik detoks digital, serta kekhawatiran akan keamanan data pribadi.

Baca juga: (Un)filter Me

Kekuatan Nostalgia

Nostalgia merupakan emosi kompleks ketika seseorang terhubung dengan perasaan bahagia dari masa lalu yang diidealkan, dengan cara mengingat kenangan-kenangan positif.

Selama bertahun-tahun, para pemasar telah menyadari bahwa nostalgia adalah cara yang kuat untuk membangkitkan emosi positif — sampai-sampai pemasaran nostalgia menjadi strategi pemasaran yang diakui. Metode ini membangkitkan kenangan positif dan perasaan terkait masa lalu, untuk menciptakan keterhubungan emosi dengan konsumen.

Sejumlah besar penelitian menunjukkan, nostalgia dapat membuat konsumen rela membayar lebih, meningkatkan ikatan dengan merek terkait, mendorong keinginan untuk membeli serta menaikkan keterlibatan digital dengan merek tersebut.

Nostalgia bisa jadi merupakan faktor pendorong di balik pembelian ponsel lipat karena mampu membangkitkan kenangan terhadap komunikasi seluler di masa lampau.

Namun, pemasaran nostalgia tak hanya menyasar generasi muda. Metode ini juga ampuh untuk menggaet mereka yang tumbuh dengan menggunakan ponsel lawas.

Nokia, contohnya, adalah perusahaan yang paham betul soal ini. Iklan Nokia 2720 V Flip di YouTube menunjukkan bagaimana sebuah merek dapat menggunakan pemasaran nostalgia untuk menarik konsumen dan mendongkrak penjualan.

Ketika generasi yang lebih tua membahas mengenai objek dari masa lalu, mereka kerap mengenang “masa emas”. Kolom komentar dari iklan Nokia tersebut, misalnya, menggambarkan pemikiran ini.

Salah satu komen berbunyi: “Ponsel pertamaku adalah Nokia 2760! Itu juga ponsel lipat yang bagus. Ini mendatangkan kembali kenangan yang indah.” Pengguna lain berkata: “Aku pasti akan membeli ini hanya demi mengenang masa lalu yang indah. Ketika hidup masih mudah.”

Baca juga: Perlawanan Terberat Abad ini: Detoks Digital

Detoks Digital

Alasannya lain mengapa orang-orang membeli ponsel lipat adalah untuk melakukan detoks digital dan mengurangi waktu di depan layar. Detoks digital merujuk pada periode waktu saat seseorang menahan diri dari menggunakan perangkat eletronik mereka, seperti smartphone, untuk fokus pada koneksi sosial di dunia nyata dan mengurangi stres.

Pada 2022, masyarakat AS menggunakan gawainya lebih dari 4,5 jam sehari. Pada periode yang sama di Kanada, orang-orang dewasa menghabiskan 3,2 jam per hari di depan layar perangkat mereka. Sementara, anak-anak dan remaja menghabiskan sekitar 3 jam per hari pada 2016 dan 2017.

Terlalu banyak menggunakan gawai dapat menimbulkan berbagai macam efek buruk, seperti gangguan tidur. Lebih dari separuh populasi Kanada, misalnya, mengecek smartphone mereka sebelum tidur.

Cahaya biru yang dipancarkan dari smartphone dapat menekan produksi melatonin yang dapat membuat kita lebih sulit untuk tidur dan menyebabkan masalah fisiologis, termasuk penurunan toleransi glukosa, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan penanda inflamasi.

A man looking at a smartphone while lying in bed
Banyak orang yang mengecek smartphone mereka sebelum tidur. (Shutterstock)

Peningkatan keterhubungan digital dan tekanan untuk segera merespons, terutama pada era setelah pandemi saat banyak orang bekerja jarak jauh, dapat menyebabkan naiknya tingkat kecemasan dan stres. Terus menerus online juga dapat menurunkan konektivitias sosial dan berdampak negatif pada hubungan personal dan kemampuan sosial.

Kebisingan digital yang konstan dan sifat multi-tasking dari smartphone dan aplikasi semacam TikTok, dapat menyebabkan penurunan rentang perhatian. Dari observasi personal saya di ruang kelas, saya melihat bahwa mahasiswa kesulitan untuk berkonsentrasi dalam waktu lama.

Suatu kondisi yang dikenal sebagai “text neck” juga mungkin terjadi ketika seseorang menghabiskan waktu terlalu lama menunduk dan melihat gawainya. Otot yang berulang kali tegang untuk menahan kepala ke depan dan ke bawah dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri di leher.

Dengan semakin sadarnya orang-orang terhadap potensi efek samping dari waktu layar yang berlebih dan keterhubungan digital yang terus menerus, beberapa memilih untuk melakukan detoks digital. Ponsel lipat merupakan cara orang-orang dapat membatasi paparan terhadap kebisingan digital dan membangun hubungan yang lebih sehat dengan teknologi.

Baca juga: Persoalan Memotret Orang Sakit atau Berduka Tanpa Izin

Masalah Privasi

Smartphone memiliki daftar panjang fitur-fitur canggih seperti kamera, GPS, dan berbagai aplikasi — semuanya dapat menyimpan dan mengakses data personal dalam jumlah besar.

Dalam beberapa kasus, data personal dapat digunakan untuk menayangkan iklan yang sesuai dengan pengguna. Namun, dalam kasus terburuk, informasi dapat dibocorkan sebagai bagian dari pelanggaran data. Semakin banyak orang khawatir dengan bagaimana data mereka dikumpulkan, dibagikan, dan digunakan oleh perusahaan dan platform online.

A handing holding a flip cellphone over a table covered with an assortment of smartphones.
Motorola Razr merupakan jenis ponsel lipat yang sangat populer pada pertengahan dekade 2000-an. (Shutterstock)

Wajar saja jika orang merasa khawatir dengan potensi penyalahgunaan informasi pribadi mereka. Ini mengapa para pengguna berusaha menyelesaikan masalah ini sendiri dan mencari cara kreatif untuk membatasi jumlah data mereka yang berpotensi didulang.

Umumnya, ponsel lipat jadul memiliki lebih sedikit fitur yang mengumpulkan dan menyimpan data personal dibandingkan smartphone. Bagi mereka yang khawatir dengan privasi, pelanggaran atau pengawasan data, ponsel lipat jadul pun menjadi pilihan yang menarik.

Namun, bukan berarti smartphone akan ketinggalan zaman. Jutaan smartphone masih diperdagangkan di seluruh dunia tiap tahunnya.

Alih-alih, tren ini justru akan membuat pengguna menggunakan smartphone dan ponsel lipat pada saat yang bersamaan dan memungkinkan pengguna untuk melakukan detoks digital dan mengurangi waktu layar tanpa mengorbankan manfaat yang bisa didapat dari media sosial.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Omar H. Fares

Omar H. Fares, Dosen Ted Rogers School of Retail Management, Toronto Metropolitan University.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *