Perlawanan Terberat Abad Ini: Detoks Digital
Kelelahan saat berselancar di dunia maya bisa jadi alarm penting bahwa kamu butuh istirahat. Cobalah empat langkah detoks digital berikut.
Ada ongkos mahal yang harus dibayar untuk menjaga kesehatan mental. Salah satunya adalah dengan mengatur dan membatasi aktivitas di jagat maya. Terlebih jika aktivitas itu membuat kita menderita.
Akhir-akhir ini, upaya menjaga “kesehatan mental digital” sendiri memang telah menjadi topik yang umum. Bermedia sosial, berbelanja online, bahkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan wajib seperti membayar tagihan secara daring menunjukkan teknologi telah merasuki setiap aspek kehidupan kita.
Baik selama bersekolah atau bekerja dari rumah, kita tak pernah jauh dari ponsel. Kita bahkan menggunakan teknologi komunikasi video untuk tetap berhubungan dengan teman dan orang yang dicintai, baik bagi yang dekat ataupun berjarak ribuan kilometer.
Sejujurnya, sangat sulit untuk membayangkan bagaimana kita bisa memutuskan hubungan dengan teknologi. Berbagai macam tuntutan untuk hadir secara digital terus-menerus ada. Efek dari tuntutan tersebut juga langsung membanjiri kita. Akhirnya hal ini menjadi sangat membebani.
Saat punya waktu luang, kenapa tidak sekalian mengambil kesempatan untuk mencoba detoks digital?
Melalui penelitian, kami menyelidiki berbagai cara untuk mengurangi penggunaan teknologi pada hari libur. Inilah yang kami temukan.
Baca juga: 6 Cara Lindungi Kesehatan Mental dari Bahaya Media Sosial
1. Simpan dan Kunci
Sejauh ini, cara paling efisien untuk memaksimalkan detoksifikasi adalah dengan mengunci ponsel, laptop, dan tablet kita. Tentu saja, kita memiliki opsi untuk mengaktifkan mode “jangan ganggu” (Do Not Disturb), atau secara selektif mematikan notifikasi di beberapa aplikasi.
Namun, mematikan notifikasi pada grup aplikasi tertentu adalah tugas yang cukup berat. Dengan ponsel yang masih ada di saku, selalu ada alasan untuk memeriksa Facebook atau Instagram, membalas email, atau mengunggah foto. Dengan begini, Anda masih mengakses ponsel, dan membuka aplikasi tanpa menyadarinya.
Kita dapat mempertimbangkan cara untuk membatasi waktu penggunaan ponsel.
Misalnya, satu jam di pagi hari dan satu jam di malam hari. Namun, penelitian kami menemukan bahwa orang menemukan lebih banyak alasan untuk tetap online. Tanpa sadar, kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu berselancar di dunia maya.
Jadi, solusi terbaik adalah hentikan waktu online kita. Kuncilah ponsel di dalam suatu kotak, atau sembunyikan di suatu tempat. Upaya ini akan menghilangkan kesulitan dalam mematikan notifikasi ataupun membatasi waktu ponsel kita.
Pada awalnya ini mungkin terdengar agak berlebihan. Namun setelah beberapa saat, kita akan mulai merasakan manfaatnya dan merasa lebih bebas, atau merasa seperti suatu beban telah terangkat. Kita bahkan mungkin akan ingin tetap berada jauh dari ponsel lebih lama.
2. Jangan Lupa Membuat Rencana
Sangatlah sulit bagi kita untuk tidak bersantai di tempat liburan yang jauh dari kota.
Di sana, kita tidak perlu berurusan dengan jalanan perkotaan dan infrastruktur kota yang semuanya serba digital (seperti aplikasi untuk membuat reservasi restoran, tiket bioskop, dan transportasi umum). Jika bisa lolos dari itu semua, maka detoksifikasi akan terasa jauh lebih alami.
Namun, perencanaan yang dibuat sejak awal sangat penting. Aktifkan pesan pemberitahuan bahwa kita sedang berada di luar kantor, beri tahu kolega, klien, dan bos bahwa kita sedang pergi. Beri tahu orang yang kita cintai dan teman agar tidak stres karena mereka mencoba menghubungi Anda.
Kita juga harus mencetak konfirmasi pemesanan dan tiket kereta api, pesawat, dan perjalanan lainnya. Peta fisik pun bisa didapatkan sehingga ketergantungan kita pada perangkat digital bisa jauh berkurang.
Baca juga: Satu Minggu Tanpa Handphone Sebelum Tidur, Ini yang Saya Alami
3. Temukan Hal-hal Positifnya
Karena teknologi dianggap sebagai “standar” dalam hidup, kita mungkin mengalami beberapa kesulitan untuk memutuskan hubungan setelah terhubung dengan dunia digital selama 24/7.
Pada awalnya, upaya memutuskan hubungan online ini dapat menimbulkan beberapa tantangan emosional yang cukup besar – seperti merasa stres, cemas, atau frustrasi.
Cobalah membingkai ulang bayangan-bayangan kesulitan yang ada di dalam pikiran kita sebagai hal yang positif. Anggaplah pengalaman ini sebagai hadiah, bukan hukuman.
Misalnya, kita dapat menjadi frustasi saat tak bisa membuka aplikasi digital atau situs web untuk bernavigasi, ataupun menemukan restoran yang enak di tempat liburan.
Tetapi, hal ini juga dapat menciptakan rasa senang lantaran kita memiliki kesempatan untuk menjelajahi hal yang tidak diketahui. Kita juga dapat mengalami pertemuan tak terduga, menguasai keterampilan baru dalam menggunakan peta fisik – bahkan mungkin kompas.
Kita juga bisa menemukan hidden gem atau kesempatan-kesempatan lainnya untuk mengobrol dengan warga setempat.
Memang, kita tidak dapat membagikan pengalaman secara instan di media sosial. Tapi kita akan memiliki lebih banyak waktu berkualitas dengan teman-teman ketimbang terus-menerus memeriksa jumlah likes dan membalas komentar di unggahan kita.
Pengalaman detoks digital membuka peluang untuk terhubung kembali dengan kenangan nostalgia masa kecil yang telah lama terlupakan, serta masa lalu yang mungkin sudah lama tidak kita pikirkan. Terkadang menyenandungkan lagu lama atau sekadar memainkan beberapa permainan masa kecil sudah cukup untuk membawa kita bernostalgia.
4. Refleksi
Tips yang paling penting adalah merenungkan pengalaman detoks digital.
Setiap orang memiliki hubungan unik mereka sendiri dengan teknologi. Dengan ini, kita akan mendapat banyak manfaat dari pengalaman. Cara terbaik untuk mencapai hubungan yang lebih sehat dengan teknologi juga bisa ditemukan.
Cobalah gunakan pengalaman ini sebagai kesempatan untuk merenungkan bagaimana detoksifikasi digital membuat kita dapat merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terasa.
Refleksikan apa yang ingin kita lakukan setelah kembali ke dunia daring, agar beban digital yang berlebihan tak terjadi lagi.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Ilustrasi oleh Karina Tungari