Screen Raves

‘Hellbound’: Ketika Agama Menjadi Candu dan Membenarkan Kekerasan

Hellbound, serial Netflix terbaru sukses menyentil topik seputar candu agama dan masyarakat yang menjustifikasi kekerasan atas nama Tuhan.

Avatar
  • November 24, 2021
  • 4 min read
  • 940 Views
‘Hellbound’: Ketika Agama Menjadi Candu dan Membenarkan Kekerasan

[Spoiler alert]

Pada tanggal 19 November lalu, Netflix baru saja merilis sebuah serial horor fantasi Korea Selatan, Hellbound. Serial ini merupakan hasil adaptasi dari webtoon berjudul serupa karya Choi Gyu-seok, yang kemudian berkolaborasi sutradara Yeon Sang-ho. 

 

 

Sejak perilisan perdananya, Hellbound telah menjadi topik hangat di dunia maya dan secara resmi telah berhasil menggeser posisi Squid Game sebagai acara TV yang paling banyak ditonton di Netflix per November ini. Menurut FlixPatrol, Hellbound menjadi serial televisi Netflix yang paling banyak ditonton di dunia pada 20 November, memuncaki peringkat streaming di lebih dari 80 negara dalam waktu 24 jam sejak perilisannya.

Hellbound dibuka dengan suasana kafe pada siang hari yang dipenuhi anak muda dan orang kantoran. Suasana yang biasa kita temui ini kemudian berubah jadi malapetaka ketika secara tiba-tiba, tiga sosok hitam bertubuh besar muncul.

Kendati membuat kekacauan dan menyerang siapa saja yang ada di dalam kafe, tiga sosok hitam ini sebenarnya hanya menargetkan satu orang: Laki-laki yang dalam scene sebelumnya digambarkan tengah ketakutan melihat jam di handphone-nya, dan kemudian lari pontang-panting.

Laki-laki itu pun secara brutal diserang hingga tubuhnya hangus terbakar di hadapan ribuan orang. Kejadian yang mengejutkan ini membuat Korea Selatan gempar dan salah satu sosok pemimpin kelompok agama Jung Jinsu, (Yoo Ah In), menjadi perhatian publik.  

Jung Jinsu dengan kelompok agamanya, The New Truth, memang selama 10 tahun telah memperingatkan tentang kejadian ini kepada publik Korea Selatan, tetapi tidak pernah digubris sama sekali. Kejadian tadi ia percayai sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kuasaNya dengan menghukum manusia yang tidak bisa terjerat hukum.

Baca Juga:   ‘Midnight Mass’, Ketika Keajaiban Agama Jadi Mimpi Buruk

Berpegang pada Agama

Sebagian orang, yang memang pada dasarnya lebih memilih mempercayai kekuatan tak kasatmata untuk mendefinisikan sesuatu di luar nalar mereka, akhirnya mempercayai ajaran The New Truth secara membabi buta.

The New Truth yang telah lama tidak digubris eksistensinya dalam waktu singkat mendapatkan reputasi baik dan bertransformasi menjadi“agama” dalam masyarakat modern Korea Selatan.

Dengan ajaran barunya yang diterima luas oleh masyarakat, Jung Jinsu menjadi sosok yang diagungkan masyarakat Korea Selatan layaknya supreme leader yang karismatik dan utusan Tuhan. Segala ucapan dan perintahnya bersifat absolut. Hal inilah yang membuat kuasanya tidak tertandingi, bahkan oleh pemerintah sendiri.

Ia mengklaim bahwa ia membawa ajaran Tuhan dan ingin mengarahkan manusia untuk kembali ke jalan yang benar dengan perasaan takut akan dosa. Namun, ucapannya tidak berbanding lurus dengan tindakannya.

Ketika The New Truth semakin memiliki kuasa dengan dalih menegakkan hukum Tuhan, frekuensi kekerasan dan main hakim sendiri pun terjadi. Mereka bahkan tidak segan-segan menayangkan prosesi eksekusi seorang “pendosa” di depan publik secara langsung. Pun mereka tidak peduli identitas “pendosa” dan keluarga mereka terekspos. 

Baca Juga:  Berproses Jadi Lebih Baik atau Sekadar Mabuk Berhijab?

Dalam melakukan eksekusi-eksekusi macam itu, mereka senantiasa memakai dalih bahwa hukuman dari Tuhan adalah hukuman yang seadil-adilnya dan Tuhan tidak pernah salah akan titah-Nya. Dan, merekalah yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan itu.

Menafsirkan pesan The New Truth, The Arrowhead, sebuah kelompok anarkis yang didominasi oleh remaja, memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan gagasan kekerasan atas dasar penegakan hukum Tuhan itu wajar. Mereka pada akhirnya membawa terror baru bagi siapa pun yang berusaha melawan.  

Lambat laun, situasi berubah layaknya dunia distopia yang diwarnai oleh kekerasan tanpa ujung, dengan darah yang mengalir dari orang-orang yang tidak bersalah. Pola pikir dan pemikiran manusia selalu dikaburkan oleh rasa marah tanpa dasar dan kecurigaan. Keadilan dengan main hakim sendiri menjadi satu-satunya keadilan yang ditegakkan dalam masyarakat hitam putih ini.

Dunia dengan The New Truth dan The Arrowhead sebagai penguasanya telah melanggengkan rasa takut dan membuat manusia kehilangan kepercayaan pada satu sama lain karena ajaran agama.

Konsep dosa diyakini untuk membuat orang saling mengawasi dan “membersihkan” orang lain. Ketakutan akan eksekusi dari “malaikat” utusan Tuhan mendorong sistem peradilan main hakim sendiri yang sebenarnya hanya hadir untuk melanggengkan kuasa orang-orang tertentu.

Baca juga:  In the Land Where Everyone’s God: Interview with Musdah Mulia

Ajaran Agama yang Membutakan

Saya menilai, Hellbound secara sukses mengeksekusi kritikan yang ditujukan oleh Karl Marx tentang keyakinan buta manusia terhadap agama dan orang-orang yang memanfaatkannya demi keuntungan masing-masing.

“Agama adalah opium bagi masyarakat,”ungkapnya.

Dalam level individu, agama hadir untuk memberikan makna kehidupan dan kedamaian, serta membantu mereka hidup lebih baik. Namun, dalam level institusi, agama berarti kontrol sosial.

Agama yang dibawa oleh The New Truth dan pasaknya ditanam penuh kekerasan oleh The Arrowhead ada untuk mengalihkan perhatian massa pada penindasan dan brutalnya proses kapital. Proses yang menciptakan ketidakadilan sosial-ekonomi dengan cara mematikan nalar manusia dan menghilangkan keberdayaan dan kemampuan mereka untuk memilih.

Pada akhirnya, Hellbound bukanlah serial horor fantasi biasa. Hellbound adalah tontonan berbobot yang membawa kengerian tersendiri pada penontonnya karena mampu membuat kita berefleksi dan bertanya mengenai situasi masyarakat kita.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *