Anime ‘Jujutsu Kaisen’ Tampilkan Karakter Perempuan Tangguh
Anime “Jujutsu Kaisen” menampilkan karakter-karakter perempuan yang tangguh dan punya agensi.
Sejak kecil, saya gemar membaca manga dan menonton anime dengan berbagai genre, termasuk shōnen (arti harfiahnya adalah “anak laki-laki” dalam bahasa Jepang), yang ditujukan untuk anak laki-laki dan laki-laki dewasa muda.
Sayangnya, genre shōnen ini terkadang menampilkan representasi perempuan secara eksploitatif dan menindas. Dalam sebuah studi tahun 2013 yang berjudul Manga Girls: Sex, Love, Comedy and Crime in Recent Boys’ Anime and Manga, peneliti Hattie Jones dari University of Cambridge, Inggris, menemukan bahwa genre shōnen masih mencerminkan kurangnya pemahaman tentang perempuan. Karakter perempuan sering digambarkan sebagai bystander ataupun objek seksual semata, dan kehadiran mereka tidak begitu bermakna bagi keseluruhan cerita.
Daniel Flis dari Murdoch University, Australia, dalam studinya tahun 2018 mengatakan bahwa kerangka kerja genre shōnen menitikberatkan pada male gaze, serta penggambaran perempuan sebagai arketipe “istri yang baik, ibu yang bijaksana”, sehingga melegitimasi posisi dominan laki-laki dalam masyarakat dan membenarkan subordinasi perempuan.
Syukurnya, ada kemajuan terkait penggambaran perempuan dalam anime atau manga shōnen, ditambah lagi dengan semakin banyaknya penulis perempuan yang hadir di industri ini. Salah satu contoh terbaru adalah Jujutsu Kaisen, anime terbaik yang ditayangkan di Netflix Indonesia bulan ini.
Baca juga: Serial Anime ‘The Way of the Househusband’ Dobrak Banyak Hal
Anime Keren dengan Karakter Perempuan Tangguh
Diadaptasi dari serial manga berjudul sama, jujutsu kaisen yang pertama kali terbit Maret 2018 dan masih berjalan sampai sekarang, anime bergenre shōnen ini mengangkat tema supranatural dengan karakter utamanya bernama Itadori Yuuji, seorang siswa SMA yang menjadi medium bagi Sukuna (Raja Kutukan). Selain seru, anime ini juga menarik diikuti karena karakter-karakter perempuan yang punya agensi, juga jauh dari male gaze.
Kacamata male gaze memandang tubuh perempuan ada untuk “dinikmati” sebagai bagian dari fan service bagi penonton laki-laki atau bagian dari fantasi karakter laki-lakinya. Fan service sendiri dalam anime merujuk pada pengambilan gambar seksual yang tidak mengikuti plot atau konteks, misalnya gambar celana dalam, payudara yang bergoyang-goyang, karakter laki-laki secara tidak sengaja jatuh dan menindih karakter perempuan, meraih payudaranya, dan lain sebagainya.
Penggambaran yang terlalu mengobjektifikasi atau menseksualisasi perempuan ini tidak pernah muncul selama penayangan 24 episode Jujutsu Kaisen. Karakter perempuan dalam anime ini tidak digambarkan dengan tubuh dan pakaian yang super seksi, tapi justru memakai pakaian yang tertutup, seperti memakai setelan jas, atau baju SMA dengan rok di atas lutut dan stoking hitam yang terpasang rapi di kaki mereka.
Selain itu, karakter-karakter perempuan dalam anime ini digambarkan tangguh dan tidak terjebak dalam peran gender tradisional. Dalam wawancara eksklusif dengan penulis Jujutsu Kaisen, Gege Akutami, penulis manga Tite Kubo menyatakan, ia tidak tertarik dengan karakter perempuan-perempuan tangguh yang digambarkan Akutami. Kubo pun menanyakan apakah sebenarnya Akutami memiliki preferensi khusus dalam menulis karakter perempuan. Gege Akutami menjawab, dia saja tidak yakin pembaca menginginkan karakter perempuan yang sebegitu ladylike, normatif, atau penggoda. Ia pun menuliskan karakter-karakter perempuan yang badass dan memiliki suara menarasikan pengalaman hidup serta menentukan jalan hidup mereka.
Hal ini bisa dilihat, misalnya, dari karakter Maki Zenin, seorang siswi SMA yang menjadi penyihir karena perempuan kerap direndahkan dan dipandang sebelah mata di dunia Jujutsu. Ada lagi tokoh Nobara, yang vokal menentang ketidakadilan dan bersikap bodo amat dengan ekspektasi-ekspektasi tidak masuk akal yang dibebankan hanya kepada perempuan. Tidak mengherankan jika karakter Nobara pun menjadi penopang mental Yuuji, sang karakter utama—sesuatu yang jarang dilakukan mangaka genre ini.
Baca juga: Bagaimana ‘Manga Yaoi’ atau ‘Boys Love’ Masih Meromantisasi Kekerasan Seksual
Jujutse Kaisen Rekomendasi Anime Shōnen
Hal lain yang membuat Jujutsu Kaisen menjadi rekomendasi anime keren di Netflix adalah karena Akutami lantang menampilkan ragam pengalaman perempuan di masyarakat patriarkal yang kerap mendiskriminasi mereka. Dalam episode “Kyoto Sister School Exchange Event – Group Battle 3,” misalnya, Nobara dan Momo Nishimiya membahas soal standar ganda terhadap penyihir perempuan.
“Mereka tidak menuntut kekuatan dari sorcerer perempuan. Mereka menuntut kesempurnaan,” ujar Momo. Ia mengatakan bahwa perempuan seperti Maki dan saudara kembarnya, Mai, yang merupakan anggota klan patriarkal, dibebankan ekspektasi yang tinggi dan tidak masuk akal hanya karena mereka perempuan. Maki memiliki kekuatan fisik di atas rata-rata dan lihai bertarung, tapi tidak kunjung dipromosikan karena klannya tidak mengizinkannya. Sementara Mai diremehkan karena tidak cukup kuat dan lihai dalam bertarung, meski memiliki kekuatan kutukan.
Nobara lalu menanggapi perkataan Momo dengan berseru, “Apa yang membuat kita wajib memenuhi kesempurnaan atau tuntutan yang tidak masuk akal seperti itu? Aku tidak peduli tentang bagaimana seharusnya laki-laki dan seharusnya perempuan! Aku mencintai diriku sendiri saat aku cantik dan berias diri! Dan aku mencintai diriku sendiri saat aku kuat!”.
Baca juga: Film ‘Ride or Die’ Homofobik, Sarat ‘Male Gaze’
Penghargaan yang tinggi kepada Gege Akutami atas gebrakannya dalam genre shōnen. Berkat Akutami, banyak perempuan yang kembali meminati genre ini. Menurut hasil survei LINE Research terhadap 403 murid SMA yang dipublikasikan awal Juni lalu, untuk pertama kalinya, posisi teratas dalam daftar manga yang digemari kedua gender diduduki oleh karya yang sama, yakni Jujutsu Kaisen.
Hal ini tak lain karena dalam anime ini, perempuan tidak lagi ditampilkan sebagai karakter pemanis, tapi punya agensi dan cerita serta perjuangan hidup yang bisa menjadi bahan refleksi bagi para pembaca mengenai realitas perempuan di masyarakat patriarkal.