December 5, 2025
Issues Politics & Society

#HariAnak2025: Sekolah Jam 6.30, Kebijakan KDM yang Bikin Warga Kalang Kabut

Anak belajar dalam kondisi mengantuk dan lapar. Ibu harus bekerja dua kali lipat lebih berat. Inilah potret evaluasi bulan pertama kebijakan Gubernur Jawa Barat, KDM, tentang jam masuk sekolah pukul 06.30.

  • July 23, 2025
  • 4 min read
  • 3193 Views
#HariAnak2025: Sekolah Jam 6.30, Kebijakan KDM yang Bikin Warga Kalang Kabut

Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), resmi memberlakukan aturan masuk sekolah pukul 06.30 pagi lewat Surat Edaran Nomor 58/PK.03/DISDIK tentang Jam Efektif pada Satuan Pendidikan yang dikeluarkan 28 Mei 2025. Kebijakan ini diterapkan untuk semua jenjang pendidikan, dari PAUD hingga SMA/SMK, dan mulai berlaku sejak hari pertama masuk sekolah pada Senin, 17 Juli 2025.

Kebijakan yang diklaim demi mendisiplinkan siswa ini justru menuai kegelisahan dari orang tua dan pelajar. Perubahan drastis jam masuk sekolah membuat ritme hidup keluarga berubah total.

Baca juga: Saya Ngobrol dengan Perempuan Guru di Jabar Soal Wacana KDM Majukan Jam Sekolah

Jungkir Balik

Giyarti, 48, ibu empat anak asal Depok, harus mengubah seluruh ritme hidupnya. Ia kini bangun pukul 04.30 pagi, menyiapkan bekal, dan mengantar anak-anaknya ke sekolah sebelum berangkat kerja. Empat anaknya berada di jenjang pendidikan berbeda—dari kuliah hingga TK.

“Biasanya saya berangkat kerja jam 5.45, sekarang anak saya juga harus berangkat bareng saya karena jam masuknya jadi lebih pagi,” ujar Giyarti ketika diwawancarai Magdalene, (16/7).

Terkadang, ia harus bolak-balik antar sekolah karena jadwal masuk anaknya tidak bersamaan. Bukan hanya soal kesiapan fisik, perjalanan pun menjadi tantangan.

“Biasanya cuma 10 menit ke sekolah, kemarin sampai 40 menit karena macet parah,” katanya.

Untungnya, sekolah tempat anaknya belajar cukup memahami kondisi tersebut. Gerbang dibuka lebih lama, sanksi keterlambatan tidak diberlakukan, dan guru-guru ikut memaklumi situasi transisi ini.

“Biasanya kalau telat gerbang ditutup dan anak-anak dihukum. Tapi kemarin karena banyak yang terlambat dan macet parah, sekolah memaklumi,” jelasnya.

Namun itu tidak menghapus keluhan dari anak-anak, terutama yang masih duduk di bangku SD. Mereka kini harus bangun lebih pagi dari biasanya, dan itu berdampak langsung pada suasana hati dan semangat belajar.

“Kalau bisa, jam masuk dikembalikan seperti sebelumnya sekitar jam 6.45 atau jam 7. Terlalu pagi itu berat, terutama bagi yang anaknya lebih dari satu,” ucap Giyarti.

Baca juga: Obsesi pada Pendidikan Anak, KDM Perlu Belajar dari Ki Hadjar Dewantara

Anak juga Menjerit: Belajar dalam Keadaan Lapar dan Mengantuk

Keluhan senada datang dari Aqsha Al Ayubi, 18, siswa SMA di Kabupaten Bogor. Bagi siswa kelas 12 ini, aturan baru mengacaukan ritme belajar dan istirahatnya.

“Jam 6.30 itu otak masih belum bisa diajak mikir. Apalagi di pelajaran pertama, sering banget ngantuk. Apalagi tidak langsung belajar, jadi kelas kosong tidak ada guru, malah tambah mengantuk dan banyak teman di kelas pilih tidur,” tuturnya, (18/7).

Tak hanya itu, rasa kantuk dan lelah membuat interaksi sosial pun terganggu. Saat istirahat, bukannya ke kantin atau ngobrol, banyak siswa memilih tidur di bangku.

Sebagai siswa kelas akhir, Aqsha juga tengah disibukkan dengan tugas akhir dan persiapan masuk perguruan tinggi. Ia biasa belajar malam hari, dan bangun lebih pagi justru menggerus waktu istirahatnya.

“Teman-teman banyak yang belum sarapan karena buru-buru. Sampai sekolah, kantin juga belum buka. Akhirnya kami belajar sambil nahan lapar,” keluhnya.

Aqsha menilai kebijakan ini belum layak diterapkan jika tidak dibarengi kesiapan infrastruktur seperti transportasi dan operasional sekolah. Ia berharap suara siswa turut dilibatkan dalam evaluasi kebijakan.

“Untuk KDM, kalau ingin membuat kebijakan tolong posisikan sebagai siswa di zaman ini. Mungkin saja kebijakan ini tepat di zaman Bapak, tapi tidak di zaman sekarang. Tolong lebih menyesuaikan zaman dan kebutuhan siswa,” katanya.

Baca juga: Diresmikan Juli ini, Apakah Kita Benar-benar Butuh Sekolah Rakyat?

Belajar dari Singapura: Prioritaskan Tidur demi Belajar

Sementara di Jawa Barat siswa harus mengorbankan tidur, Singapura justru mengambil langkah sebaliknya. Pada 2023, pemerintah melarang seluruh jenjang pendidikan, termasuk universitas, untuk memulai kelas sebelum pukul 07.30. Bahkan, jenjang menengah dan atas disarankan mulai pukul 08.00–08.15, dengan menyesuaikan kebutuhan siswa dan daerah.

Kebijakan ini muncul usai desakan anggota parlemen Jamus Lim dalam sidang Maret 2022. Ia menekankan secara biologis, remaja memiliki ritme tidur yang aktif di malam hari, sehingga memulai sekolah terlalu pagi hanya akan merugikan.

Penelitian Sleep Research Society (2018) mendukung kebijakan ini. Mereka menemukan, sekolah yang dimulai tidak terlalu pagi berdampak positif pada siswa. Mulai dari penurunan rasa kantuk siang hari, peningkatan fokus, hingga suasana hati yang lebih baik.

Kebijakan Singapura ini bisa menjadi cermin bagi pemerintah daerah di Indonesia untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih kontekstual, berorientasi pada kebutuhan peserta didik, serta berbasis data dan kajian ilmiah. Membangun kedisiplinan tidak harus berarti memaksa anak bangun lebih pagi, tetapi bisa dimulai dari mendengarkan pengalaman mereka sendiri.

Kita butuh kebijakan pendidikan yang tidak hanya bertumpu pada target kedisiplinan, tetapi juga memperhitungkan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial anak-anak di dalamnya.

About Author

Zahra Pramuningtyas

Ara adalah calon guru biologi yang milih jadi wartawan. Suka kucing, kulineran dan nonton anime. Cita-citanya masuk ke dunia isekai, jadi penyihir bahagia dengan outfit lucu tiap hari, sembari membuat ramuan untuk dijual ke warga desa.