Kenapa Mereka Sibuk Bicara Agama Saat Saya Cuma Mau Berduka?
Berduka saja sudah cukup berat buat saya. Namun, saya masih dipusingkan dengan perkara menentukan agama ibu di hari ia berpulang.
Ibu saya baru saja meninggal dunia. Kami berbeda agama, tapi setahu saya, ibu tidak juga menjalankan agamanya sendiri. Di akhir hidupnya, ibu justru menjalankan sejumlah ritual agama saya. Membingungkan memang. Di menit pertama ibu saya meninggal, tetangga bertanya, “Akan dimakamkan dengan ritual agama apa? Ibu agama apa? Nanti kalau berbeda dengan kamu, doanya tidak akan sampai.”
Dengan pertimbangan berat, akhirnya saya memutuskan ibu akan dimakamkan dengan ritual agama saya sebagai anaknya. Sebab, yang saya lihat semasa sisa hidupnya, ia melakukan banyak hal yang diajarkan dalam agama saya kendati belum berpindah agama secara resmi dan terang-terangan.
Masalahnya, setelah bombardir pertanyaan dari tetangga soal agama, saya harus berhadapan dengan urusan administratif di atas kertas yang menyatakan, ibu berpindah agama. Padahal ibu saya pindah agama setelah kematiannya, itu pun atas keputusan saya. Tolong jangan hakimi saya, tidak mudah memutuskan agama ibumu sendiri di hari kematiannya. Di saat seharusnya saya bisa menangis dan meratap dengan puas, saya ditekan dari berbagai penjuru. Merasa tidak adil pada ibu, pelbagai emosi pun saru-menyaru, bingung, lelah, sedih, semuanya.
Baca juga: Adakah Cara Berduka yang Tepat Saat Pandemi?
Belum selesai di situ, setelah pemakaman selesai, dalam perjalanan pulang yang cukup jauh, saya mendapat telepon dari kerabat soal perpindahan agama ibu. Mereka kompak bertanya apakah saya sudah melakukan prosedur pindah agama dengan tepat atau belum karena menurutnya ada satu atau dua hal yang tidak dilakukan ibu saya untuk sah disebut berpindah agama. Mereka juga menanyakan proses pengambilan keputusan, saksi, dan lainnya.
Di momen itu, saya tak diberi jeda untuk berduka. Dengan sisa tenaga, saya cuma bilang: “Tentu saja prosedurnya tidak tepat dan lengkap. Ibu saya pindah agama setelah kematiannya.”
Sebagai informasi, saya memang dilahirkan dari pasangan orang tua yang berbeda agama. Saya tak pernah punya masalah soal perbedaan ini, sampai saya sadar satu hal. Ternyata orang Indonesia senang sekali mencampuri perihal agama yang seharusnya tertutup rapat—karena ini menurut saya adalah relasi transenden yang intim. Serba rahasia karena tidak ada satupun makhluk selain diri kamu yang mengerti bagaimana bentuk, rasa, proses, cara, dan hasil relasimu dengan Tuhan.
Ini sama privatnya termasuk dalam hal berduka. Dalam proses berduka, kita secara tidak langsung diatur oleh apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh kebanyakan orang secara umum. Patokannya lagi-lagi adalah agama. Padahal proses berduka dan menanggapi duka setiap orang sangat personal dan unik, terkadang cenderung membingungkan.
Saya tidak tahu harus mengungkapkan kekecewaan dan kebingungan saya ini pada siapa atau dimana. Setidaknya ada dua hal yang mengganggu saya di hari kematian ibu.
Baca juga: Kehilangan Orang Tua karena COVID-19, Bagaimana Anak-Anak Bertahan?
Pertama, saya sedang berduka, tidak ada satu pun orang yang bertanya bagaimana atau apa kesulitan saya menentukan agama ibu saya di hari kematiannya. Kehidupan beragama keluarga saya kemudian juga tidak akan pernah dimengerti oleh siapapun, hanya karena kami tidak menjalankan kehidupan beragama seperti yang orang lain jalani. Menyakitkan rasanya bahwa agama jadi hal yang rumit dan memuakkan bagi saya bahkan di hari ibu berpulang.
Kedua, orang di sekitar saya memaksakan banyak sekali aturan tentang bagaimana seharusnya saya berduka. Mereka bilang saya tidak boleh menangis karena akan memperberat langkah mendiang keluarga. Atau mereka mencibir karena saya masih bisa tertawa saat berbincang dengan teman saat itu. Sebaliknya, begitu saya menangis terus-menerus, saya dipaksa untuk diam dengan alasan agama.
Yang saya ingin katakan adalah, siapapun kalian yang membaca ini, berikan momen berduka bagi orang yang kalian kenal. Entah apapun cara yang mereka pilih, karena sungguh, duka tak pernah mudah. Apapun fase duka cita yang kalian alami atau lihat pada orang lain, biarkan. Mereka sedang berjuang menghadapnya.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Ilustrasi oleh Karina Tungari