Issues

Kesetaraan Gender adalah Hak Semua Perempuan termasuk Pekerja di Desa

Faktanya masih banyak pekerja perempuan di desa yang mengalami diskriminasi dan kekerasan. Mayoritas berada di sektor perkebunan kelapa sawit dan perikanan.

Avatar
  • February 29, 2024
  • 4 min read
  • 832 Views
Kesetaraan Gender adalah Hak Semua Perempuan termasuk Pekerja di Desa

Ola kerap mengeluh demam, batuk, dan mimisan saat bekerja di kebun sawit. Fisiknya terus memburuk lantaran menyemprotkan pestisida tanpa baju pengaman sepanjang bekerja. Jangankan untuk membayar biaya pengobatan dokter, upah harian Rp30.000 cuma cukup untuk mengisi perut. Nestapa Ola dituangkan dalam laporan bertajuk “Rape, Abuses in Palm Oil Fields Linked to Top Beauty Brand” yang dikutip artikel Magdalene.

Apa yang dialami Ola menjadi bukti bahwa meski pekerja perempuan sama banyaknya seperti lelaki, tapi nasibnya bak bumi dan langit. Dalam artikel The Conversation berjudul Nasib Buruh Perempuan dan Laki-laki di Perkebunan Sawit Berbeda (2020) dijelaskan, belum ada perlindungan yang cukup untuk buruh perempuan di kebun sawit.

 

 

Berangkat dari sinilah, Magdalene, KataData, dan International Labour Organization (ILO) mendukung penghapusan eksploitasi pada pekerja perempuan di sektor perkebunan kelapa sawit dan perikanan dengan menggelar diskusi bersama di Jakarta, (28/2). Diskusi yang dihelat dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu, mengangkat tajuk “Dialog Sektoral: Kesetaraan Gender untuk Kerja Layak dan Adil di Pedesaan”. Menurut Lusiana Julia, staf program nasional ILO, diskusi ini penting dan sudah sejalan dengan agenda mendorong keberdayaan dan inklusivitas perempuan.

Baca juga: Nasib Buruh Perempuan dan Laki-laki di Perkebunan Sawit Berbeda

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: Nasib Pekerja Perempuan Desa

Sulistri, Sekretaris Jenderal Federasi Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (FSB KAMIPARHO) yang hadir dalam diskusi, mengurai akar ketidaksetaraan kerja di desa. Kata dia, salah satunya karena berakarnya budaya patriarki yang akhirnya terbawa hingga lingkungan kerja.

Di perkebunan sendiri, nilai-nilai patriarkal jelas terlihat dalam pembagian peran kerja. Dalam urusan strategis, termasuk mengambil kebijakan, lelaki lebih banyak berperan, sedangkan perempuan ditempatkan di bagian pemeliharaan, pemupukan, dan pemetikan. Padahal kalau boleh dilihat contohnya pemupukan, pekerja perempuan rentan kena zat kimia, seperti yang dialami Ola.

Kerentanan perempuan juga terlihat dari status kerjanya. Mayoritas bekerja berdasarkan kontrak kerja yang tidak tetap atau bahkan tanpa kontrak sama sekali. Mereka biasanya membantu para suami untuk memenuhi target, seperti ikut membantu memungut buah kelapa sawit. Padahal jika dilihat dari beban kerjanya, kontribusi pekerja perempuan sangat penting dan bernilai ekonomi.

Hal senada juga dirasakan pekerja perempuan di bidang perikanan. Mayoritas nelayan perempuan tak memiliki kontrak kerja karena memang murni untuk membantu suami yang berprofesi serupa. Jangankan kontrak kerja, jaminan perlindungan kesehatan dan bantuan asuransi keselamatan kerja saja mereka tak punya.

Para nelayan perempuan juga enggak pernah diajak untuk bernegosiasi. Paling banter, mereka ditunjuk sebagai notulensi dan hanya mengulang apa yang disampaikan para lelaki. “Perempuan sendiri memegang peranan penting pada pengelolaan sumber daya alam termasuk perikanan. Karena kita, perlu memberikan perlindungan bagi mereka, yang tergolong rentan sekali dengan eksploitasi,” ujar Janti Djuari, Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia dalam acara yang sama.

Baca juga: Perubahan Iklim Perparah Ketimpangan Gender di Kawasan Pesisir, Ini Kata Ahli

Kekerasan Seksual juga Intai Pekerja Perempuan

Enggak hanya soal eksploitasi dan diskriminasi kerja, pekerja perempuan juga berpotensi jadi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Tak ada angka pasti yang menyebutkan berapa banyak perempuan yang menjadi penyintas, tapi Sulistri menyebut hal itu kerap terjadi. “Korban kadang enggak melaporkan kejadian yang sebenarnya, karena anggapan kalau itu semua aib dan ada ketakutan kalau mereka takut kehilangan pekerjaan. Masyarakat kita masih di budaya yang menyalahkan korban. Bukan si pelaku yang diberi edukasi, malah justru korban yang diberi pelajaran,” ujar Sulistri.

Hal itu dibenarkan oleh Sumarjono Saragih, Ketua Bidang Pengembangan SDM Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). “Kebanyakan kebun kelapa sawit itu berada di tempat terpencil dan luas. Makanya banyak pekerja perempuan yang rentan akan pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja ini,” kata dia.

Pemerintah sendiri saat dikonfirmasi tentang maraknya kasus kekerasan pekerja perempuan di desa, tak menutup mata. Yuli Ardiratna, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan, pemerintah sudah memiliki peraturan yang menjamin perlindungan pekerja perempuan. Misalnya Panduan Pendoman Pencegahan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja sesuai Keputusan Menteri Nomor 88 Tahun 2023.

Baca juga: 3 Sebab Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual Rentan Alami Eksploitasi Kerja

Namun, apalah artinya peraturan tanpa penegakan yang jelas. Karena itulah, Yuli juga mendesak perusahaan untuk berperan mencegah terjadinya diskriminasi, kekerasan, dan eksploitasi. “Kita bersama semua pihak harus bekerja sama untuk mencegah kekerasan dan pelecehan seksual. Pengawasan memang penting tapi lebih baik mencegah dari bagian teratas seperti manajemen hingga masyarakat sekitar bisa jadi salah satu caranya,” ujar dia lagi.

Sulistri menambahkan upaya lain, seperti mendekonstruksi pola pikir tentang kesetaraan gender buat pekerja perempuan di desa. “Caranya adalah dengan sosialisasi. Itu penting dilakukan agar budaya menyalahkan korban dalam pelecehan dan kekerasan seksual enggak terjadi lagi. Jangan hanya disasar ke perempuan saja, tapi juga ke pekerja laki-laki agar mereka bisa mengetahuinya juga,” tutup Sulistri.



#waveforequality


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *