Issues Safe Space

Memaafkan Predator Seks Berkedok Agama: ‘Mereka Muslim, Pasti Orang Baik’

Memaafkan Predator Seks Berkedok Agama: ‘Mereka Muslim, Pasti Orang Baik’

Avatar
  • April 14, 2023
  • 8 min read
  • 2701 Views
Memaafkan Predator Seks Berkedok Agama: ‘Mereka Muslim, Pasti Orang Baik’

Berdakwah di media sosial, masjid, atau lingkungan pendidikan sudah biasa. Namun, bagaimana jika dakwah itu berlokasi di gang-gang sempit pada malam hari? Inilah yang dilakukan Ustaz Ebit Lew dari Malaysia.

Pertama kali diunggah di TikTok pribadinya lalu diunggah ulang di Twitter lewat akun @sosmedkeras, terlihat bagaimana Ebit Lew sedang melakukan dakwah “revolusioner”. Dalam video berdurasi 1 menit 1 detik, terlihat Ustaz Ebit Law menghampiri beberapa perempuan Muslim tanpa jilbab, mengenakan baju dan celana pendek.

 

 

Ustaz tersebut lantas memberikan siraman rohani kepada para perempuan di gang dan berlanjut ke hotel. Perempuan-perempuan ini tampak menangis lalu ajaibnya mau memakai gamis dan jilbab panjang. Unggahan cara dakwah Ebit Lew dan keberhasilannya membuat para perempuan ini “tobat”, sontak jadi perhatian warganet Indonesia.

Beberapa ada yang berpendapat, semua ini settingan belaka, tetapi banyak juga yang kagum dengan usaha si ustaz. Ini terlihat dari jumlah likes videoyang kini sudah mencapai lebih dari 23.000 buah, lengkap dengan kata-kata “Mashaallah” dan “Subhanallah”, berikut doa agar mereka istiqomah di jalan yang benar.

Masalahnya, sehari pasca-unggahan itu, terkuak dosa Ustaz Ebit yang melakukan pelecehan seksual di negaranya sendiri. Bagaimana reaksi publik? Mayoritas tak percaya, sebagian lainnya konsisten memberi dukungan.

Baca Juga: Kasus Rendang Babiambo: Banyak Muslim Mabuk dan Zina tapi Tolak Makan Babi

Membela Saudara Seiman

Dilansir dari Malaysia Mail, Ebit Lew dituntut atas 11 dakwaan, termasuk pelecehan seksual pada perempuan berusia 41 tahun yang ia kirimkan pesan berisi kata-kata cabul antara Maret dan Juni 2022. Dia didakwa dengan Pasal 509 KUHP, dengan hukuman penjara hingga lima tahun atau denda, atau keduanya, jika terbukti bersalah.

Dakwaan ini sempat dibagikan oleh beberapa akun warganet Indonesia. Hal ini lantas menimbulkan pernyataan besar kenapa Muslim Indonesia menyukai sosok seperti Ebit? Bahkan mereka mengatakan, kasus pelecehan seksual yang Ebit Lew itu cuma akal-akalan, tidak terbukti, dan cara menjatuhkan nama baik uztaz.

Melihat pembelaan ini, saya teringat dengan kasus Moch Subchi Azal Tsani alias Bechi, putra Kiai Muchtar Mu’thi, pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyah Jombang. Namanya sempat hangat setelah ia terbukti melakukan pelecehan dan kekerasan seksual pada belasan santri di ponpes itu.

Namun, saat hendak ditangkap, beberapa kali simpatisan Bechi justru mengadang pihak berwajib, tulis Tempo, 7 Juli 2022. Para santri digerakkan untuk pasang badan, sehingga membuat pasukan polisi dan Brimob kewalahan.

Mereka tetap melindungi Bechi walau ia terbukti melakukan pelecehan dan kekerasan seksual. Identitas Muslim yang dimiliki Bechi apalagi ditambah ia adalah anak Kiai yang punya “ilmu” agama, membuatnya punya impunitas. Kebal.

Pertanyaan-pertanyaan yang meragukan korban pun turut berseliweran: Mana mungkin orang alim seperti dia melakukan pelecehan dan kekerasan seksual?

Kasus Bechi ini terbilang mirip dengan Andrew Tate, si influencer seksis misoginis yang punya banyak pengikut di seluruh dunia. Pada 26 Januari 2023, di Rumania, Andrew Tate tertangkap kamera tengah membawa Alquran saat dibekuk pihak berwajib atas kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual. Bersamaan dengan itu beredar kabar ia telah memeluk Islam pada Oktober 2022.

Sesuai dugaan, gelombang pembelaan untuk Tate muncul di internet. CNN World menulis, walau Tate sudah diblokir di berbagai platform media sosial, sosoknya terus muncul di forum-forum internet. Apalagi setelah mengklaim jadi mualaf, ia jadi banyak muncul di acara-acara yang dibikin pembuat konten, termasuk Mohammed Hijab dan Myron Gaines. Keduanya merupakan bagian dari kelompok influencer laki-laki Muslim yang dikenal dengan sebutan “akh right bros”. Mereka inilah orang-orang yang menentang nilai Barat dan mendukung kebencian terhadap perempuan, menurut Javad Hashmi, sarjana studi Islam di Universitas Harvard.

Baca Juga: Dari Hitler hingga Pattimura, Obsesi Mengislamkan Semua Orang

Dari sini kepopuleran Tate di antara para Muslim meroket. Mulai banyak laki-laki Muslim, terutama yang masih muda mengidolakannya. Bahkan tak sedikit juga perempuan Muslim yang jadi pengekor. Dia dianggap jadi role model ideal dari laki-laki Muslim, kata Ayo Khalil, 26, dokter sekaligus pekerja komunitas kepada media yang sama.

Dari perbincangan Rasha Al Aqeedi Rasha Al Aqeedi, jurnalis majalah New Lines dengan pengikut Muslim usia 21 sampai 32 tahun, diperoleh fakta yang mengejutkan. Ternyata banyak dari mereka yang menutup mata atas semua tindakan pelecehan dan kekerasan seksual Tate. Mereka juga menganggap penangkapan Tate terkait kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual adalah kebohongan belaka. Ini murni rekayasa dari orang-orang yang tak suka dengan perubahan identitas Tate yang berubah jadi Muslim, dan ingin melawan nilai-nilai liberal.

Menariknya, pemakluman terhadap tindakan buruk pesohor agama tak cuma soal kekerasan seksual, tapi juga perilaku misoginis dan seksisme influencer dakwah. Felix Siauw misalnya. Beberapa kali, influencer dakwah itu viral akibat penyampaian siraman rohaninya yang kerap memberikan stigma dan stereotip pada perempuan. Mulai dari menganalogikan perempuan sebagai pisang goreng dan lapis legit untuk mengukur kadar keimanan dan harga diri lewat cara berpakaian. Pun, menghakimi ibu pekerja yang dianggap lebih layak menyandang status karyawan bukan ibu.

Pernyataan-pernyataan Felix Siauw tak pernah membuat popularitasnya di kalangan para Muslim menurun. Namanya justru makin banyak dikenal. Hingga artikel ini ditulis, ia punya pengikut Twitter sebanyak 4.4 juta orang. Di Instagram ia punya 5.2 juta pengikut disusul dengan subscriber YouTube sebanyak 1.38 juta.

Orang tua saya adalah satu orang yang “suka” dengan Felix Siauw. Di rumah, setidaknya ada tiga buku Felix Siauw yang menghiasi rak buku keluarga. Jika ditanya alasan kenapa suka dengan influencer dakwah satu ini, Papa secara khusus bilang, status Felix Siauw yang mualaf tapi pintar agama membuat ia kagum bukan main.

Kondisi itu membuat dakwah Felix Siauw jadi lebih mengena. Bahkan bisa dibilang jadi panutan bagi mereka yang mengaku memeluk Islam sejak lahir.

Baca Juga: Valentine’s Day Memang Patut Diharamkan!

Alasan di Balik Pembelaan Muslim pada Tokoh Agama Problematik

Sebagai Muslim, fenomena pembelaan influencer atau tokoh agama problematik bikin saya tergelitik. Saya penasaran, apa sebenarnya faktor yang membuat banyak Muslim masih tetap menyegani bahkan membela mereka? Ternyata setidaknya ada tiga faktor pemicu.

Pertama, seperti kasus Bechi, masih banyak Muslim yang memiliki pandangan, orang alim atau pintar agama tak mungkin bisa melakukan tindakan jahat atau tercela. Dikutip dari laman Forum Santri Melawan Kekerasan Seksual, kelompok santri feminis akar rumput, dijelaskan Bechi dianggap sebagai orang yang dekat dengan Tuhan dan sakti di mata simpatisan.

Kedekatannya pada sang Pencipta dan ilmu yang kuat hingga bisa menyembuhkan penyakit, membuat Bechi punya kekebalan sendiri. Para simpatisan Bechi yakin ia takkan pernah melakukan kesalahan. Mana mungkin orang alim seperti dia melakukan pelecehan dan kekerasan seksual bukan?

Ini sama halnya dengan pembelaan yang diberikan beberapa warganet terhadap Ebit Lew. Dengan memposisikan Ebit Law sebagai ustaz, ada kerangka pikir yang tertanam bahwa sosok alim dan pintar agama tak mungkin melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sehingga, penjelasan yang tepat atas dakwaan yang dijatuhkan padanya adalah karena ada pihak yang memang berusaha mencemarkan nama baiknya.

Kedua, identitas mualaf atau orang yang baru masuk Islam juga jadi alasan kenapa banyak Muslim yang seakan tutup mata dengan sisi problematik influencer atau tokoh dakwah. Dalam artikel Rasha yang sama misalnya ia sempat mendapatkan jawaban mengejutkan dari pengikut Tate.

Salah satu pengikut Tate yang ia wawancarai bilang, pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan idolanya memang dosa, tapi sudah jadi bagian dari masa lalu Tate. Kini setelah jadi mualaf, Tate adalah manusia yang baru lagi. Membuka lembaran baru dalam hidup di mana ia akan belajar dan memperbaiki diri seiring berjalannya waktu. Jadi sudah jadi “tugas” sesama Muslim untuk menerimanya.

“Tidak ada yang dia lakukan atau yang sedang dia lakukan sekarang yang lebih buruk daripada kufur. Islam memaafkan segala sesuatu kecuali kufur, dan semua orang yang baru masuk Islam harus disambut dengan baik,” jelas pengikut Tate itu.

Ketiga, banyak dari mereka yang menegaskan gagasan misoginis yang terdapat dalam tafsir agama Islam konservatif yang bersifat dogmatis. Dikutip dari tulisan Rasha juga tulisan Mariya bint Rehan, penulis dari media perempuan Muslim Amaliah dijelaskan, banyak Muslim yang menjunjung nilai-nilai tradisional dengan penekanan pada peran gender, pernikahan, dan keluarga.

Hal ini membuat mereka jadi lebih mudah tertarik dengan tokoh publik yang secara terang-terangan mendukung nilai-nilai tradisional. Rasha bahkan mengungkapkan ketertarikan ini bahkan tak hanya berlaku pada sesama Muslim tapi non-Muslim. Tahun lalu Rasha bersama koleganya Lydia Wilson pernah menulis tentang popularitas psikolog Kanada Jordan Peterson di antara banyak orang Arab dan Muslim.

Kepribadiannya yang konservatif, figur ayah, dan family man dengan ceramah yang memuji sistem patriarki klop dengan umat Muslim yang menjunjung nilai-nilai tradisional. Ini membuat para cendekiawan Muslim dan para penggemarnya secara terbuka mendorong Peterson untuk memeluk Islam, dengan menyatakan, ia sebenarnya sudah menjadi Muslim namun “belum mengetahuinya.”

Ketertarikan ini, imbuh Mariya, tidak terlepas dari perasaan terancam yang dimiliki Muslim akibat mulai terkikisnya nilai-nilai tradisional oleh tafsir agama Islam progresif yang mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Hal yang juga sebenarnya berjalan beringan dengan mulai meluasnya pemahaman feminisme di tengah masyarakat Muslim itu sendiri.

Situasi tersebut membuat lingkungan yang penuh ketidakpastian dan ketidaknyaman bagi banyak Muslim. Apalagi banyak laki-laki Muslim yang tumbuh dengan nilai-nilai maskulinitas toksik. Dengan adanya tokoh-tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, maka ada rasa aman tersendiri yang timbul dalam benak mereka. Feminisme dan tafsir-tafsir progresif dianggap sebagai penyebab kehancuran sosial di tubuh masyarakat Islam.

Pada akhirnya, pemakluman bahkan pembenaran atas tindakan-tindakan problematik para influencer dakwah dah tokoh agama tak bisa terelakkan. Mereka adalah penegak nilai-nilai suci keislaman. Mengizinkan laki-laki untuk menikmati kesenangan apa pun yang dia inginkan, seraya mengharapkan kesucian dan ketaatan dari perempuan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *