Menjual Perempuan dalam Berita Olahraga
Melalui program berita olahraga, stasiun televisi telah melecehkan pembawa acara perempuan dengan semena-mena.
Putri Violla. Nama ini mungkin belum begitu akrab di kalangan masyarakat luas, tapi tidak demikian bagi para pencinta olahraga. Putri Violla adalah pembawa acara olahraga Kabar Arena di stasiun televisi swasta tvOne. Ia cantik, cerdas, luwes dalam membawakan berita, dan wawasannya luas dalam bidang olahraga.
Putri kerap membawakan program buletin olahraga yang tayang di malam hari. Sayangnya, jika nama Putri Violla diketikkan ke mesin pencarian, muncul beberapa judul artikel yang menurut saya sangat seksis dan tidak pantas, seperti berikut ini.
Tidak berhenti sampai di situ, YouTube pun ikut menjadi sarana yang “menjual tubuh” Putri Violla.
Beberapa gambar di atas merupakan hasil tangkapan layar yang saya dapatkan dari hasil pencarian kata “Putri Violla” atau “Putri Violla Kabar Arena” melalui YouTube dan Google. Melalui gambar tersebut, sosok Putri Violla tidak sesuai dengan gambaran awal yang saya berikan tentang pembawa acara olahraga tersebut. Semuanya berisi ungkapan dan kata-kata yang menyasar soal tubuh Putri Violla.
Dari judul-judul artikel dan video tersebut, Putri cuma digambarkan secara sempit sebagai pembawa acara seksi. Padahal banyak hal yang dapat digambarkan dari Putri. Misalnya saja kepiawaiannya dalam membawakan berita, ketekunannya dalam mempelajari dunia olahraga, hingga kariernya menjadi pembawa acara hingga saat ini yang bermula dari kegemarannya pada klub Arema Malang.
Baca juga: Kanal YouTube Remotivi Tajam Mengkritik Acara Televisi
“Seksi”, “body sempurna”, “gaya ngangkang”, dan “bikin betah melek” merupakan kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan sosok Putri sebagai objek seksual. Kata-kata tersebut merepresentasikan seorang laki-laki dalam memandang Putri sebagai perempuan, yakni perempuan sebagai objek yang ditonton masyarakat luas lewat program olahraga malam.
Namun harus diakui, bukan tanpa alasan Putri mendapatkan gambaran demikian. Hal ini merupakan hasil dari gambaran pemirsa terhadap gaya berpakaian Putri saat membawakan acara malam tersebut.
Sumber: YouTube.com/Rang Parkon
Dari foto-foto di atas, dapat kita lihat bahwa Putri memang kerap mengenakan pakaian yang cukup terbuka saat membawakan acara olahraga yang tayang di malam hari tersebut. Model pakaiannya memperlihatkan lekuk tubuhnya; blus tanpa lengan, bagian dada yang cukup rendah, dan rok terusan yang berhenti di atas lutut.
Dari riset kecil-kecilan, saya menemukan bahwa seperti inilah gaya berpakaian pembawa acara perempuan untuk program berita olahraga di televisi pada malam hari. Untuk acara Sport7 di stasiun Trans7, misalnya, pembawa acara Stevani Nepa, juga mengenakan pakaian yang serupa dengan Putri Violla. Bedanya, pakaian Stevani terlihat lebih “tertutup” pada bagian atas, sedangkan bagian bawah kerap mengenakan rok yang sangat pendek.
Sumber: YouTube.com/TVAngels(HD); Aries Xerox
Tidak berhenti sampai di situ, para pembawa acara ini juga kerap terlihat melakukan gestur membuka tangan sambil membaca teks di depan kamera. Gerakan ini seakan ingin mempermudah para penonton untuk menyisir tubuh pembawa acara perempuan tersebut. Gerakan tangan yang berada di pinggang, kemudian membuka, terkesan ingin mengekspos bagian tubuh sang pembawa acara.
Gestur seperti ini tidak dilakukan oleh pembawa acara olahraga yang laki-laki. Gerak-gerik mereka cenderung maskulin dengan memegang jas atau pun memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana.
Sumber: YouTube.com/Andree Octavianus Sinaga; IconiaTelevision
Media lakukan pelecehan
Buku Objectification Theory and Psychology of Women: A Decade of Advances and Future Directions yang ditulis akademisi AS, Bonnie Moradi dan Yu-Ping Huang, menyebut teori objektifikasi, bahwa perempuan yang ada dalam budaya di mana tubuh perempuan dilihat dan dinilai selalu berpotensi untuk dijadikan sebuah objek. Hal inilah yang dilakukan oleh media.
Media membedakan identitas perempuan dan laki-laki dalam kemunculannya di layar kaca. Laki-laki berperan sebagai subjek yang memiliki kendali hasrat dan citra yang kuat, sedangkan perempuan berperan sebagai objek dari fantasi laki-laki dan mempertontonkan tubuh agar laki-laki mendapatkan kepuasan.
Siaran olahraga sendiri merupakan salah satu program unggulan yang disiarkan di televisi. Hasil survei Litbang Kompas dalam Televisi, Dua Sisi Mata Uang memperlihatkan bahwa dari beragam acara televisi yang ditayangkan, acara olahraga merupakan program nomor dua yang digemari oleh warga Jakarta. Menurut survei, program olahraga ditonton oleh mayoritas pemirsa laki-laki, yakni sebanyak 80 persen dari responden.
Hal ini kemudian mendorong pemilik media menggunakan pembawa acara perempuan dengan pakaian seksi untuk menarik dan mengundang pemirsa laki-laki. Ide tersebut dilihat secara sempit sebagai sebuah strategi dan cara pemasaran yang efektif untuk meningkatkan peringkat dan pemasukan. Padahal lebih luas dari pada itu, terdapat pembangunan citra dan nilai seorang perempuan yang dipertaruhkan oleh media.
Baca juga: Sepakbola Perempuan Makin Diminati, Namun Disparitas Tetap Ada
Dalam esainya “Portrayal of Women in Mass Media”, akademisi India Arpita Sharma mengatakan, meskipun media berperan penting dalam menyoroti isu-isu tentang perempuan, media juga melakukan “kekerasan” pada perempuan dengan melakukan penggambaran tubuh perempuan yang dapat dibeli dan dijual. Melalui program berita olahraga, televisi menyajikan perempuan dengan semena-mena. Gambaran tentang perempuan yang dibangun dalam media bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan para pelaku bisnis dan industri yang ada di belakang layar.
Kasus yang terjadi pada Putri Violla dan Stevani Nepa merupakan objektifikasi yang dilakukan media untuk memuaskan mata pemirsa mayoritasnya. Dalam hal ini, media mendukung bahkan melakukan objektifikasi pada pembawa acara perempuan dengan memberikan pakaian-pakaian yang memperlihatkan bentuk tubuh mereka. Padahal, siaran berita olahraga bisa saja menampilkan Putri dan Stevani dalam pakaian yang “normal” seperti saat seorang pembawa acara berita. Bahkan gaya pakaian Putri Violla berbeda saat membawakan program buletin berita harian Apa Kabar Indonesia dalam stasiun TV yang sama.
Strategi produser dan media yang mengobjektifikasi perempuan sangatlah memprihatinkan. Dengan strategi memuaskan pangsa pasarnya, media ikut membenarkan praktik objektifikasi pada perempuan. Citra perempuan tidak lebih dari objek seksual pemuas mata penonton program olahraga. Waktu tayang pun seakan menjadi pembenaran bahwa televisi bisa “melecehkan” perempuan, asalkan waktunya tepat, yakni di malam hari.