Environment Issues

‘Sampah Plastik Bisa Didaur Ulang’ Ternyata Cuma Mitos?

Faktanya, tak semua plastik bisa didaur ulang. Lantas, ke mana sampah-sampah yang menumpuk dan berbahaya ini dilarikan?

Avatar
  • August 7, 2023
  • 4 min read
  • 963 Views
‘Sampah Plastik Bisa Didaur Ulang’ Ternyata Cuma Mitos?

Sejak kapan kamu diberitahu kalau sampah plastik bisa didaur ulang? Dari kecil kita semua sudah diajarkan kalau plastik memang jenis sampah yang susah untuk diurai. Bahkan bisa memakan waktu hingga ratusan tahun. Itu sebabnya, mendaur ulang plastik jadi cara untuk mengentaskan masalah sampahnya yang bisa bahaya buat kesehatan bumi dan penghuninya.

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ternyata hanya sekitar sembilan persen saja sampah plastik yang bisa didaur ulang. Selebihnya ke mana? Sisanya 19 persen dibakar. Hampir 50 persen dibuang di tempat pembuangan akhir atau TPA. Sekitar 22 persen lainnya dibuang di tempat pembuangan tak terkendali, atau bahkan bisa berakhir di laut dan tanah kosong.

 

 

Baca juga: Berita Krisis Iklim Perlu Hindari Unsur Kiamat

Kenapa Tak Semua Sampah Plastik Bisa Didaur Ulang?

Salah satu penyebab sampah plastik sulit didaur ulang adalah karena jenisnya yang banyak. Berdasarkan penjelasan dari Zero Waste Indonesia, sampah plastik yang mudah didaur ulang itu nomor 1 atau PET (Polyethylene Terephthalate), 2-HDPE (High Density Polyethylene) dan 4-LDPE (Low Density Polyethylene). Sementara jenis lainnya sulit untuk didaur ulang dan bahaya kalau digunakan berulang kali.

Jenis plastik yang banyak juga bikin penyortiran sampah plastik jadi makin susah. Ada sekitar ribuan jenis plastik berbeda tipe. Masing-masingnya punya komposisi sendiri. Bahan kimia dan pewarna yang terdapat di dalamnya juga berbeda, sehingga sulit didaur ulang secara bersamaan.

Selain itu, biaya mendaur ulang sampah plastik juga tak murah. Nantinya plastik akan didaur ulang menjadi bibit plastik baru. Sayangnya, proses daur ulang menjadi bibit plastik ini tak bisa dilakukan secara masif. Makanya Environmental Protection Agency mengatakan kalau lebih murah membuat plastik baru dibanding harus daur ulang.

Di Jerman saja, cuma 15 persen limbah plastik yang bisa didaur ulang. Sementara, harga mendaur ulang plastik 230 euro lebih mahal dibandingkan memproduksi plastik baru.

Baca juga: Saat di Lautan Tak Ada Lagi Ikan

Dampak Sampah Plastik yang Tak Bisa Didaur Ulang

Salah satu jenis sampah plastik paling banyak adalah kemasan saset. Zero Waste Indonesia mengatakan kemasan saset termasuk ke dalam jenis plastik multilayer yang bersifat susah diurai. Kemasan ini terbentuk dari satu jenis polimer dan terdapat tiga sampai empat lapisan. Masing-masing terdiri dari lapisan paling dalam plastik tipis berwarna bening, lapisan aluminium foil, lapisan gambar dan lapisan kertas yang dilaminasi. Akibatnya lapisan yang bertumpuk pada kemasan plastik ini jadi sulit untuk dipisahkan.

Para pengusaha daur ulang juga memilih untuk tidak mengurai sampah plastik jenis multilayer ini. Karena itu jenis sampah ini pun mengalami penumpukan. Dampak negatifnya mengancam kerusakan lingkungan sekitar hingga kesehatan manusia.

Sumber: Youtube Magdalene ID

Sebenarnya pencetus daur ulang sampah plastik ini datang dari perusahaan gas dan minyak bumi. Berdasarkan penemuan dari NPR dan PBS Frontline, para perusahaan ini memang dari awal belum yakin dengan cara ini.

Bayangkan saja selama bertahun-tahun kita dijanjikan kalau sampah plastik bisa didaur ulang, padahal mereka sendiri enggak sepenuhnya yakin tentang sisa sampah yang bisa didaur ulang. Akhirnya banyak perusahaan yang mengambil keuntungan dengan memproduksi barang dari plastik, karena bahannya lebih murah.

Baca juga: Hutan Mangrove Kami Berubah Jadi Gedung-gedung Tinggi

Apa Solusi yang Tepat?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan total sampah se-Indonesia mencapai 68,5 juta ton pada 2022. Sebanyak 11.6 juta ton di antaranya adalah sampah plastik. Sebagian besar sampah ini dibuang ke lautan, sehingga membuat Indonesia menjadi negara terbesar kedua di dunia sebagai penyumbang sampah plastik di laut.

Pemerintah Indonesia pun sudah melakukan berbagai upaya kebijakan untuk menekan angka sampah plastik ini. Seperti menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018. Di dalamnya terdapat strategi yang dilakukan, antara lain gerakan nasional mendorong kesadaran bahaya sampah plastik, perbaikan pengelolaan sampah, dan mengatasi sampah di pesisir laut.

Baca juga: Direndahkan karena Kelola Sampah, Cerita Mantan Penakluk Api Jero Sri

Meskipun masih belum sepenuhnya efektif, tapi sudah banyak kesadaran dari masyarakat untuk ikut berupaya membantu program pemerintah ini.

Hal-hal kecil yang bisa kita lakukan seperti menerapkan sistem 3R, reuse (memakai ulang), reduce (mengurangi pemakaian plastik) dan recycle (mendaur ulang) juga bisa berdampak besar.

Selain itu cara lain dengan membawa tempat minum dan makanan sendiri, serta mengganti sedotan plastik dengan kertas. Cara-cara ini walau tak berdampak banyak tapi sangat berarti bagi lingkungan.

Greenpeace, lembaga non-pemerintahan yang bergerak pada isu lingkungan, menyebut tak ada cara lain selain mengurangi produksi plastik. “Jelas, bahwa satu-satunya solusi nyata untuk mengakhiri polusi plastik adalah mengurangi plastik secara besar-besaran, racun yang disebabkan plastik (malah) sebenarnya meningkat dengan daur ulang,” kata Graham Forbes, Pimpinan Kampanye Plastik Greenpeace di Amerika Serikat, seperti dilansir dari The Guardian.

Menurutnya, pekerjaan rumah terbesar ada pada punggung perusahaan-perusahaan raksasa yang memproduksi bahan plastik. Mereka harus menyediakan pilihan alternatif selain daur ulang untuk benar-benar mengurangi produksi plastik.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *