Mitski dan ‘Laurel Hell’: Sekali Lagi Angkat Gelas buat ‘Sad Girl Music’
Musik Mitski sering dikategorikan sebagai Sad Girl Music, genre yang mengeksploitasi kesedihan dan trauma perempuan. Tapi, buat saya, musik Mitski lebih dari itu.
Di sebuah bukit hijau, seorang perempuan bergaun merah membakar sekelilingnya cuma dengan satu sentuhan: pepohonan, daun, rumput semua terbakar dan menghitam.
Terkejut dengan kekuatan super—yang terasa seperti kutukan itu—ia pun berlari seraya berulang kali menyanyikan, “I’ll be the only heartbreaker”, seiring semua hal di sekitarnya perlahan menghitam dan mati.
Adegan full CGI itu jadi tema video musik The Only Heartbreaker, yang dirilis Mitski November lalu, sebagai hits kedua album terbarunya Laurel Hell. Setelah hiatus tiga tahun, dan menggantung topi koboi dari album sebelumnya, Be The Cowboy (2018), Mitski hadir dengan musik yang lebih nge-pop.
Laurel Hell berisi sebelas lagu dengan sentuhan synth ala New Wave 80-an yang menonjol. Membuat sensasi rock alternatif khas Mitski masih kental terasa. Tema gelap dan emosional khas lirik-lirik Mitski juga langsung terasa lewat track satu Valentine, Texas. Tempo lambat dengan latar musik electro-industrial mengajak kita berpikir tentang siapa diri kita.
Baca juga: Girl in Red: Rayakan Musik ‘Queer’ Bebas Heteronormativitas
Let’s drive out to where dust devils are made
By dancing ghosts as they kick up clouds of sand
Kesenduan itu langsung disambung track berikutnya, Working for The Knife. Liriknya yang menunjukkan keputusasaan menjadi semacam suara hati untuk orang-orang yang ingin menciptakan sesuatu bermakna di dunia. I used to think I would tell stories/ But nobody cared for the stories I had about.
Namun, semua terbentur realita susahnya menyambung hidup di dunia kapitalistik, dan karenanya mimpi harus mati.
Tapi, buat saya, Love Me More jadi lagu yang paling mencuri perhatian karena sangat kental dengan synth-pop 80-an. Suara Mitski meneriakan lirik, “Love me more”, berulang kali—lirik repetitif? It’s so Mitski, right—membuat rasa keputusasaan di lagu itu makin intens.
Seperti album-album sebelumnya, Laurel Hell juga penuh lagu-lagu emosional. Durasi lagu yang pendek-pendek, bikin album ini bisa dilahap habis kurang dari sejam. Cocok buat kamu yang suka Sad Girl Music.
Mitski dan Sad Girl Music
Lima tahun lalu, Mitski belum masuk daftar musisi “Sad Girl” yang saya dengarkan. Soalnya, aplikasi streaming musik yang saya pakai, lebih sering menyarankan Julien Baker, Lindsey Jordan atau Snail Mail, dan Phoebe Bridgers. Bukan hal yang mengherankan, karena sad indie music alias genre musik sedih indie memang lebih banyak dijamuri musisi kulit putih. Mitski jadi spesial buat saya, bukan cuma karena dia people of color, tapi juga karena efek queer coded yang ada di musiknya.
Seperti kebanyakan orang, saya jatuh cinta pertama kali pada Mitski lewat Nobody. Bait pertamanya menohok, bercerita tentang keresahan seseorang yang kesepian, tapi melihat dunianya sebentar lagi hancur.
My god, I’m so lonely/ So I open the window/ To hear the sounds of people/ Venus, planet of love/ Was destroyed by global warming/ Did its people want too much, too?
Tema keresahan dan perasaan sepi sebetulnya termasuk jenis yang paling sering diekploitasi musisi ketika membuat musik. Dari Billie Eilish sampai Fiona Apple, dari Halsey sampai Lana del Ray. Atau sebut siapa saja musisi perempuan yang paling terkenal saat ini, semuanya pasti punya lagu-lagu sedih hasil memeras trauma dan luka mereka.
Baca juga: Manipulasi dan ‘Gaslight’ dalam ‘All Too Well’, Taylor Swift adalah Kita
Tapi, yang bikin musik Mitski terasa isitimewa adalah perasaan angst dalam lirik-lirik sedihnya dibalut dengan distorsi gitar elektrik. Bikin kita kepengin ikut meneriakan lirik-lirik itu. Cara lagu-lagu sedih ini dibawakan cocok buat milenial dan Generasi Z yang sepertinya lebih suka lagu-lagu sedih yang tidak dikemas dengan melodi ballad atau aransemen akustik ala 90-an akhir. Sebab, kadang mengilhami lagu emosional kan tak melulu dengan meresapinya sambil menangis di tempat tidur. Bisa juga sambil loncat-loncat atau menjadikannya antem dansa.
Buat saya pribadi, Be The Cowboy—arguably, album terbaik Mitski—menjadi pintu masuk ke tahap full on Mitski’s emotional roller coaster experience. Tidak bisa dimungkiri, lagunya memanjakan ‘keresahan’, sampai kadang membuat saya tidak bisa bangkit dari kolam penuh perasaan nestapa.
Sad Girl Music yang Dieksploitasi
Kapitalisma adalah tema yang sering diseret Mitski dalam lirik-lirik lagunya, selain tema-tema: jadi minoritas ras, trauma perempuan, seksualitas, atau isu iklim. Ironisnya, musik perempuan berumur 31 tahun ini, juga dikomodifikasi kapitalisma dalam kotak bernama Sad Girl Music—genre yang belakangan dipakai aplikasi streaming raksasa untuk mempermudah urusan jualan mereka.
Dalam satu sisi, perempuan menyanyikan keresahannya tentang kesehatan mental, kesepian, frustrasi, dan patah hati menjadi semacam katarsis untuk sesama perempuan dan orang muda queer untuk melampiaskan perasaannya. Ada angin segar, ketika mendengar lagu seperti Eleanor Rigby, yang menyorot kesepian dan amat emosional, tapi tidak dibikin dari tidak dari kacamata laki-laki cis-heteroseksual.
Namun, ketika lagu-lagu ini disambut baik dan mendapat perhatian lebih luas, pelabelan genre Sad Girl Music berubah jadi eksploitatif. Boygenius (Bridgers, Baker, dan Lucy Dacus) dalam wawancara Jezebel, misalnya menyatakan penyebutan sebagai musisi “sad girl” membuat mereka dipertanyakan jika bertingkah tidak ‘sedih’. Tak jarang, studio musik tempat mereka bekerja pun akhirnya mengatur kesedihan yang mereka rasakan, supaya tetap bisa menjual.
Baca juga: Lagu Patah Hati Olivia Rodrigo Saatnya Rayakan Kehilangan dengan Elegan
Mitski sebetulnya juga begitu. Kotak Sad Girl Music akan terlalu sempit untuk mendeskripsikan musiknya. Kesedihan, hanyalah satu unsur yang disajikan Mitski, dan tentu saja tak jadi definisi tunggal untuk seluruh diskografinya.
Laurel Hell juga menunjukkan dirinya sebagai musisi emosional, tapi tak selalu merana dalam kesedihan atau mendayu-dayu dalam kesengsaraan. Ada juga yang membangkitkan rasa percaya diri, atau ajakan melewati kesedihan itu sendiri. Buat saya pribadi, Mitski tentu saja bukan sekadar lirik emosionalnya. Ia adalah kita, perempuan yang pengalamannya tak akan muat dalam satu kotak stereotip bernama: Sad Girl Music.
Karenanya, mari angkat gelas untuk Mitski dan musiknya yang membuat kita lebih reflektif tentang perasaan sendiri dan kehidupan ini!