Culture

Manipulasi dan ‘Gaslight’ dalam ‘All Too Well’, Taylor Swift adalah Kita

“All Too Well” versi sepuluh menit karya musisi AS Taylor Swift mengisahkan pengalaman pribadinya berhadapan dengan gaslighting dalam relasi.

Avatar
  • November 17, 2021
  • 7 min read
  • 1660 Views
Manipulasi dan ‘Gaslight’ dalam ‘All Too Well’, Taylor Swift adalah Kita

Sudah bukan rahasia lagi musisi Amerika Serikat (AS), Taylor Swift, suka menulis lagu patah hati tentang mantan kekasihnya. Mr. Perfectly Fine dan Last Kiss, misalnya, dikabarkan terinspirasi dari Joe Jonas yang membuatnya patah hati pada 2008. Begitu pula dengan Getaway Car yang mengenang perjalanan cintanya yang singkat dengan aktor asal Inggris, Tom Hiddleston. 

Namun, di antara barisan lagu untuk mantan itu, All Too Well, disebut terinspirasi dari hubungannya aktor Jake Gyllenhaal yang meninggalkan kesan paling mendalam. Tak hanya karena sebagian lagu dari album Red (2012)–All Too Well lagu urutan kelima–berdasarkan relasi Swift dan Gyllenhaal. Namun, musik sedihnya mampu mencuri hati penggemarnya, Swifties dengan lirik yang menyayat hati. 

 

 

Walaupun liriknya sangat pribadi dengan referensi syal dan ulang tahunnya ke-21, penggemarnya pun menangis dengan All Too Well yang relatable karena cinta yang disia-siakan, “And you call me up again/ Just to break me like a promise/ So casually cruel in the name of being honest/ I’m a crumpled up piece of paper lying here/ Cause I remember it all too well.” 

Saking sedihnya, Swifties yang belum pernah patah hati juga dibuat menangis. All Too Well seketika menjadi favorit penggemar, meski tidak memiliki video musik, seperti 22, I Knew You Were Trouble, dan We Are Never Getting Back Together

Belum lama ini mereka kembali dibuat berurai air mata ketika Swift merilis versi asli All Too Well yang berdurasi sepuluh menit dalam rekaman ulang album Red (Taylor’s Version). Panjang lagu yang dua kali lipat dari versi yang pertama rilis artinya dua kali kesedihannya. Hal itu tidak salah, lirik, “And there we are again/ When nobody had to know/ You kept me like a secret/ But I kept you like an oath,” membuat Swifties galau berjemaah di dunia maya. 

Baca juga: Lagu Patah Hati Olivia Rodrigo: Saatnya Rayakan Kehilangan dengan Elegan 

Beriringan dengan kesedihan itu, perkara Swift yang ‘balas dendam’ kepada mantan lewat lagu kembali menimbulkan perdebatan. Komentar semacam itu sebenarnya sudah ada sejak Swift mulai berkarier. Karenanya, ia dinilai sebagai serial dater atau orang yang cepat gonta-ganti pacar kemudian menulis lagu tentang mereka jika dibuat patah hati. Media bahkan warganet juga membuat daftar apa saja lagu Swift tentang siapa. 

Ketika fokus mengkritik Swift dengan lagu para mantan tentunya tidak lepas dari misogini yang terinternalisasi. Swift, “si perempuan baik-baik” dengan lagu cinta yang polos tidak sepatutnya punya banyak mantan. Media AS pun memperingati laki-laki untuk menjauhi Swift yang ‘berpura-pura’ sebagai korban dan menulis lagu tentang mereka.

Padahal menulis lagu tentang mantan kekasih bukan hal yang baru bahkan beberapa memang secara gamblang menjelek-jelekkan si mantan. Drake, misalnya, merilis lagu Marvin’s Room yang dikabarkan untuk mengejek mantan kekasihnya, Ericka Lee dan Miley Cyrus menulis 7 Things untuk cinta monyetnya Nick Jonas.

“Akan ada yang bilang, ‘Oh dia hanya menulis lagu tentang mantannya’ dan itu seksis karena tidak ada yang komentar ketika Ed Sheeran atau Bruno Mars yang menulis tentang kehidupan percintaan. Itu bukanlah red flags, ujar Swift dalam wawancaranya bersama Time

Taylor Swift/YouTube

 

Sama halnya ketika mengejek lagu-lagu Swift tidak bisa lepas dari topik cinta. Padahal sebetulnya penyanyi berusia 31 tahun itu berani menjelajahi perasaan dan emosi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata dan melodi yang catchy. Pun kembali muncul pertanyaan, apakah membenci Swift karena musiknya atau misogini dibalut rasa tidak suka pada apapun yang diraih dan digemari perempuan?

Baca juga: Girl in Red: Rayakan Musik ‘Queer’ Bebas Heteronormatvitas

Ketimpangan Relasi dan ‘Gaslighting’

Rolling Stone yang menyebut All Too Well (10 Minute Version) sebagai lagu terbaik Swift dalam album tersebut juga penilaian yang tepat. Pasalnya, Swift dengan suaranya yang lebih dewasa, aransemen ulang yang memperkaya segi musikalitas dengan harmonisasi membuat lagu itu menyampaikan emosi mentah, walaupun Swift tidak lagi menyanyikannya dengan amarah dan kesedihan. Ini menjadi transformasi yang sangat diapresiasi penggemarnya.

Swift berkembang sangat jauh dari album pertamanya Taylor Swift (2006) secara musikalitas. Begitu pula dari segi lirik lagu kalau menilik dua album terbarunya Folklore (2020) dan Evermore (2020). Swift menunjukkan kalau dia sudah mulai menyisihkan lagu yang sarat persaingan remeh temeh dan pick me girl, seperti Better Than Revenge, Speak Now, dan Permanent Marker.

Meski demikian, dia memang selalu penulis lagu yang berbakat. Lirik All Too Well yang berbunyi, “And did the twin flame bruise paint you blue/ Just between us did the love affair maim you too,” membuatnya cocok bersanding dengan Exile lagu duetnya bersama Bon Iver dengan lirik yang puitis. 

Lebih menggembirakan lagi Swift berani mengumpat di dalam lagunya dan ditujukan pada patriarki, wujud kebebasan berkarya yang seharusnya ia dapatnya sejak dulu dan tidak dikontrol oleh label. Meski demikian, di tengah segala perayaan ini, All Too Well menyiratkan isu grooming, manipulasi yang tidak hanya seksual, tapi juga emosional dan psikis kepada anak dalam relasi.  

Swift memang bukan usia anak, tapi masih tergolong dewasa muda yang dimabuk kepayang oleh sosok lebih dewasa yang dia percayai. Saat itu, circa 2010, Swift berusia 20 menuju 21 tahun, sementara pasangannya hampir berusia 30 tahun. Sejatinya, age gap atau jarak usia yang jauh antarpasangan tidak menjadi masalah selama melibatkan dua orang dewasa yang setara dan menyatakan consent

Namun dalam relasi Swift, hal itu tak berlaku. Mari lihat liriknya, “You said if we had been closer in age maybe it would have been fine/ And that made me want to die”. Bagian ini sekaligus menyatakan kalau masalah ada pada Swift yang lebih muda dan belum berada di level yang sama dengan pasangannya. 

Baca juga: The Linda Lindas: Band Anak Perempuan Punk Lawan Rasialisme, Seksisme 

Aku akan Semakin Tua, Tapi Kekasihmu Selalu Seusiaku

Perkara rentang usia tersebut semakin mentereng dengan pemeran film pendek All Too Well yang berdurasi 14 menit. Pasalnya, Dylan O’brien bintang utama serial Teen Wolf (2011-2017), memerankan mantan pasangan Swift, Him, tumbuh bersama generasi milenial muda. Sementara, Sadie Sink, jebolan serial Stranger Things (2016-) muncul di industri hiburan ketika generasi itu berada di usia seperempat baya sampai kepala tiga. O’brien sendiri berusia 30, sementara Sink masih 19 tahun. 

Sumber: YouTube

 

Saking timpangnya relasi, satu adegan film pendek juga menunjukkan Her yang sedang di-gaslight atau manipulasi tentang perasaannya. 

I dont think I’m making you feel that way (stupid). I think you’re making yourself feel that way. Literally a moment that I don’t even remember, that you’re holding me hostage for. It’s insane,” ujar Him. 

Namun, jika ditarik ke belakang lagi, All Too Well bukan lagu pertama yang mengindikasikan Swift menjadi korban manipulasi. Dear John, misalnya, yang rumornya untuk penyanyi John Mayer juga mempertanyakan, apakah Swift berusia 19 tahun pantas dipermainkan? Ia pun baru mengetahui hal itu salah setelah relasinya telah selesai. 

Swift muda di puncak kariernya pada 2006-2010-an bisa dibilang rentan ‘digoda’ selebritas yang lebih tua karena masih ‘cantik’. Belum lagi selebritas memang AS punya catatan hitam suka mengencani perempuan yang puluhan tahun lebih muda dari mereka. Misalnya, Leonardo DiCaprio (47) dan pasangannya selama empat tahun, aktor Camila Morrone (24) bahkan Gyllenhaal (40) dan pasangannya saat ini, model Jeanne Cadieu (25) juga memiliki rentang usia terpaut jauh. 

Sumber: YouTube

 

Kalau menilik isu ini kembali pada nilai patriarki yang menetapkan masa kadaluarsa perempuan dan obsesi mengerikan selebritas pada perempuan yang bisa jadi anak/keponakannya. Swift pun sempat mencemooh perkara tersebut dalam All Too Well, “And I was never good at telling jokes/ But the punchline goes/ I’ll get older but your lovers stay my age,”

Swift memang belum bisa disebut sebagai sosok perempuan yang sangat revolusioner karena segi interseksional, kelas dan ras, masih menunggu untuk disentuhnya. Meski demikian, mengingat latar belakang musik country konservatif yang membesarkannya dan akan merundungnya jika bersifat politis, seperti disampaikan dalam film dokumenternya Miss Americana (2020), Swift berani bicara terkait isu keadilan untuk penyintas kekerasan dan perempuan di ranah politik.

Begitu pula dengan isu manipulasi dalam relasi yang disiratkannya dalam lagu-lagunya yang mengangkat kembali diskusi kekerasan emosional dan psikis dalam relasi yang patut diapresiasi. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Tabayyun Pasinringi

Tabayyun Pasinringi adalah penggemar fanfiction dan bermimpi mengadopsi 16 kucing dan merajut baju hangat untuk mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *