December 5, 2025
Environment Issues Opini

Bencana Sumatera Bukan Panggung Hiburan, Setop jadi ‘Performative Government’ 

Korban bencana Sumatera masih memerlukan bantuan negara. Namun, alih-alih memberikan yang diperlukan, pemerintah malah menunjukkan performance enggak penting.

  • December 5, 2025
  • 6 min read
  • 565 Views
Bencana Sumatera Bukan Panggung Hiburan, Setop jadi ‘Performative Government’ 

Setelah berhari-hari linimasa media sosial penuh dengan video warga Sumatera yang terjebak banjir, kelaparan, hingga kesulitan menghubungi keluarga, publik kini disuguhi pemandangan berbeda. Para pejabat datang bergantian ke lokasi bencana, menenteng beras di pundak, menyusuri jalan berlumpur, dan berpidato keras soal “menyikat mafia”. 

Di sisi lain, masalah di lapangan masih bertumpuk. Bantuan yang diterjunkan lewat helikopter rusak karena dilempar dari ketinggian, angka korban meninggal terus bertambah, akses jalan terputus, stok pangan menipis, sementara listrik dan internet mati total di banyak titik. Situasi ini menuntut penanganan menyeluruh, bukan sekadar kunjungan singkat yang terekam kamera. 

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menyebut pemerintah sudah mengerahkan seluruh kementerian dan lembaga, meski status bencana nasional tidak dikeluarkan. 

“Termasuk TNI-Polri, BNPB dan semua komponen untuk mengerahkan sumber dayanya semaksimal mungkin menangani bencana di Sumatera. Jadi sekali lagi penanganannya benar-benar penanganan full kekuatan secara nasional,” kata Pratikno di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur (3/12). 

Kehadiran pejabat di lokasi memang mulai terlihat. Namun, di tengah liputan media dan kamera ponsel warga, gestur-gestur mereka—mulai dari membagi beras, mengangkat bantuan, hingga membuat janji cepat di hadapan korban—menimbulkan pertanyaan: Apakah semua ini bagian dari kerja penanganan, atau justru menjadi panggung performatif pemerintah di tengah krisis? 

Baca juga: Penjarahan di Sibolga: Ketika Netizen Salah Bingkai Korban Bencana 

Performative Government: Pejabat Rasa Aktor 

“Kalian suka enggak kalau saya sikat itu maling-maling semua?” tanya Presiden Prabowo Subianto kepada warga korban banjir di Kasai Permai, Padang Pariaman, Sumatera Barat, (1/12), dilansir dari video di YouTube, Kompas.com. Riuh-rendah warga terdengar menyambut pertanyaan itu. Bahkan ada yang meneriakkan, ‘hidup Prabowo’.  

Jujur, saya bingung kenapa adegan janji manis membersihkan maling itu harus ada. Padahal, Prabowo sedang menyambangi korban bencana dan mengobservasi keadaan, bukan datang sebagai Calon Presiden yang sedang kampanye. Bukankah pertanyaan yang diajukan lebih fokus pada kebutuhan korban yang belum tercukupi, seperti pangan, bensin, dan listrik?  

Pesan yang sama juga diucapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Lebih spesifik dari Prabowo, Di hadapan korban bencana, Bahlil berjanji akan menindak para pengusaha tambang yang melanggar aturan. Dia bilang sudah memerintahkan anak buahnya untuk menertibkan perusahaan tambang.  

“Saya yakinkan sekali lagi, untuk di pertambangan kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan Saya tidak segan-segan untuk mencabut,” jelasnya, dilansir dari CNN Indonesia

Enggak cuma Prabowo dan Bahlil yang perform di Sumatera. Menteri Koordinasi Bidang Pangan, Zulkifli Hasan juga melakukan hal serupa. Terlihat video Zulhas menenteng beras untuk diantar ke rumah-rumah warga. Dia bahkan membantu warga mengeruk lumpur yang masuk ke ruang tamu.  

Anaknya tak kalah mulia. Mengikuti jejak sang ayah, Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata Zita Anjani mengunggah video sedang mengajak warga bernyanyi sambil bertepuk tangan. Dia juga ikut helikopter untuk membagikan bantuan kepada warga yang terdampak. Di akun Instagramnya, sudah ada 13 konten Zita sedang membantu warga Sumatera.  

Pertanyaannya, dari semua kebaikan yang tertangkap kamera ini, apakah pemerintah benar-benar peduli?  

Baca juga: Krisis Lingkungan di Tesso Nilo: Hutan Menyempit, Gajah Kian Terjepit 

Kebanyakan Citra, Nol Aksi Nyata 

Jauh sebelum pemerintah pusat datang ke lokasi, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution sudah lebih dahulu turun langsung untuk mengevakuasi warga. Dalam video di akun Instagramnya, (28/11) lalu, Bobby berjalan menerjang banjir menghampiri warga yang terjebak di rumah. Masalahnya, Bob, ini bukan tugas gubernur.  

Tak mungkin Bobby mencari satu per satu warga yang hilang seorang diri. Dia seharusnya lebih sibuk berkoordinasi dengan BNPB untuk menemukan strategi evakuasi yang efisien. Makanya, saya enggak menemukan satu pun alasan video tersebut harus bermunculan di timeline media sosial warganet. Toh, setelah Bobby mencari pun, menurut situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), masih ada 127 orang yang belum ditemukan di Sumut. 

Sementara, untuk pemerintah pusat, menyikat maling dan perusahaan yang melanggar hukum seharusnya dilakukan sebelum bencana terjadi. Janji itu harusnya tidak diutarakan Prabowo dan Bahlil di hadapan warga terdampak bencana, tetapi diumumkan ketika sudah kejadian dan terlihat bukti nyatanya.  

Lagipula, kenapa Bahlil baru menyadari ada perusahaan yang menyalahi aturan sekarang? Bukankah mengawasi pertambangan adalah tugas yang harusnya dilakukannya setiap hari? Terlebih, Sumatera bukan satu-satunya pulau yang lingkungannya dihajar pertambangan.  

Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua pun bisa mengalami bencana serupa jika perusahaan tambang mengeruk sumber daya secara ugal-ugalan. Saat itulah mungkin Bahlil akan sadar ada perusahaan yang melanggar peraturan di pulau-pulau lain.  

Pemerintah perlu belajar dari kesalahan pendahulunya. Pembabatan hutan secara berlebihan untuk kepentingan bisnis akan menimbulkan bencana di masa depan. Merujuk data Forest Watch Indonesia, lebih dari 1,5 juta hektare hutan dibabat pada periode 2009-2013.  

Kira-kira siapa yang bertanggung jawab untuk pembukaan lahan sebesar itu? Izin pembukaan lahannya dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan. Kamu tidak salah baca, Zulhas yang sama, belasan tahun kemudian menenteng beras dan menyerok tanah di rumah warga yang terkena bencana.  

Pada 2018, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) saat itu, Drajad Wibowo bilang, Zulhas banyak membuka lahan untuk mendukung program pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  

“Salah satu yang dikejar adalah izin untuk dunia usaha. Jika Bang Zul tidak menjalankan itu maka dia tidak menjalankan agenda pemerintah,” kata Drajad dilansir dari Tempo.co. Dari pernyataan tersebut, mungkin Zulhas juga sedang menjalankan program pemerintahan Prabowo: Tampil di panggung bencana sebagai performative government.  

Menko PMK, Pratikno mengatakan pemerintah terus waspada karena Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Papua akan tinggi hingga akhir tahun ini.  

Baca juga: ‘Tiga Hari Tak Ada Kabar dari Anak Saya’: Kisah Korban Banjir Sumatera 

Namun, saat Magdalene bertanya cara pemerintah mengantisipasi curah hujan tinggi supaya tidak terjadi longsor dan banjir lagi setelah konferensi pers (3/12) selesai, ia hanya melambaikan tangan sambil meninggalkan ruangan.  

Sementara, Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya pemerintah melalui satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sedang mendalami penyebab bencana di Sumatera terjadi. “Selain faktor cuaca yang ekstrem tentunya, ada faktor kerusakan lingkungan yang memperparah bencana.”  

“Ini terus ditelusuri secara serius, dan seiring dengan evakuasi dan penanganan, pemerintah melakukan evaluasi dan investigasi secara menyeluruh terkait bencana ini,” pungkas Teddy. 

About Author

Andrei Wilmar

Andrei Wilmar bermimpi buat jadi wartawan desk metropolitan.