5 Pelajaran Penting dari Pengalaman Patah Hati
Alih-alih gagal move-on, akhirnya saya bisa bangkit dan menemukan beberapa pelajaran penting dari pengalaman patah hati.
Selepas berpisah dari beberapa mantan kekasih, akhirnya saya bisa berdikari dan memetik pelajaran dari hubungan-hubungan yang tak sehat itu. Alih-alih gagal move-on—mengurung diri di kamar berhari-hari, memasang foto profil dan membuat story di WhatsApp hitam polosan serta tak mood makan, saya menemukan beberapa pelajaran penting dari pengalaman patah hati.
Berikut hal-hal yang bisa saya petik dari pengalaman putus cinta tersebut.
-
Menghargai Waktu
Selama saya berkomitmen dengan seseorang, kok, ya, saya kurang beruntung karena bertemu dengan mereka-mereka yang ingin meluangkan waktu bersama pasangannya 24/7. Saya punya kesibukan, dia juga punya kesibukan. Kesibukan kami tidak bisa dilakukan dalam waktu bersamaan, tetapi terkadang mantan saya tetap bersikeras untuk melakukan kesibukan bersamanya.
Waktu yang saya miliki rasanya sudah dieksploitasi oleh pasangan. Saya juga butuh waktu untuk mengerjakan kesibukan dengan sendirian, bermain bersama teman-teman, dan bekerja dengan fokus. Tetapi salahnya, saya juga tidak bisa menjaga waktu sedemikian baiknya. Alhasil, beberapa kali saya mengorbankan waktu berharga demi mantan kekasih.
Setelah berpisah dengan pasangan, kini saya lebih bisa konsisten untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu tanpa harus mengkhawatirkan tersitanya waktu. Kabar baiknya, saya lebih rajin beribadah tepat pada waktunya tanpa harus molor atau tergesa-gesa.
Baca juga: 6 Cara Lepaskan Diri Dari Jerat Mantan yang Kuasai Akun Media Sosial
-
Punya Ruang Privasi yang Tak Terbatas
Terkadang saya terhipnotis oleh rayuan gombal dan dalih atas kepercayaan sehingga memberikan password media sosial. Kalau dipikir, untuk apa juga? Begitu putus, masing-masing dari kita pun segera mengganti password agar tak diintip masuk lagi.
Saya merasa lebih lega dan tenang ketika berpisah dan akses media sosial sudah terkunci untuk saya sendiri. Bukannya saya lantas bisa aneh-aneh, tetapi memang rasanya canggung saja ketika media sosial saya, tiba-tiba diusik oleh orang baru yang umur hubungannya saja tak lebih lama dari akun saya.
Dari kejadian tukar password media sosial tersebut, saya lalu berpikiran, berarti ketika ada salah satu dari pasangan yang saling meminta bahkan memaksa untuk tahu akses media sosial pasangannya, ia belum sepenuh hati menaruh kepercayaan dan perasaan kepada pasangannya. Ada sebuah masalah kepercayaan (trust issues) terhadap pasangannya sendiri maupun dirinya sendiri.
-
Sekadar Cocok Saja Belum Cukup
Dulu, saya berpikir, memantapkan hati dengan orang lain, lalu ada balasan yang menyenangkan hati, kemudian berjanji untuk saling menjalin hubungan asmara, sudah lebih dari cukup. Lalu, setelah terjadi berbagai kompleksitas permasalahan dalam hubungan dan mengalami jatuh bangun patah hati, saya menggeser pemikiran itu.
Ternyata, lebih jauh dari kecocokan, saling toleransi dan menghargai satu sama lain jauh lebih penting dan utama. Sayangnya, kami belum bisa memiliki waktu yang cukup untuk merekatkan sikap toleransi dan menghargai satu sama lain. Emosi sudah di ujung tanduk, hubungan pun ikut kandas dan tak lagi berbentuk.
Baca juga: LDR: Hubungan Cinta yang Memabukkan
Kini, saya belajar banyak hal jika akan memilih dan menambatkan hati pasangan. Cocok saja belum cukup. Perlu dipilah-pilah terlebih dahulu mana yang cocok untuk dijadikan teman berjuang dalam jangka waktu panjang. Ada banyak hal lain juga yang perlu dipikirkan saat akan menjalin hubungan: kepercayaan, keterbukaan, dan sikap saling mendukung.
-
Waktunya Refleksi Diri
Setelah pengalaman patah hati, saya tak ingin menyergap dan menyudutkan para mantan kekasih dengan pola pikir saya, karena saya sadar, saya pun masih penuh dengan kekurangan. Karenanya, setelah saya dan mantan kekasih putus cinta, kini waktunya saya untuk merefleksikan diri. Untuk merenungkan hal-hal apa saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan saya untuk bisa diselaraskan dengan calon pasangan. Akan ada banyak perenungan-perenungan diri lagi yang saya lakukan demi hubungan yang lebih baik pada masa mendatang.
Ada hikmahnya dari jatuh bangunnya menjalin hubungan asmara. Semuanya ada dalam sebuah proses. Jika saya tak merasakan patah hati, bagaimana bisa saya belajar untuk lebih bersikap bijaksana dan dewasa untuk ke depannya? Saya bisa mengambil ilmu dari situ. Akhirnya, saya mempercayai Bung Fiersa, dalam salah satu judul lagunya bertajuk Waktu yang Salah itu nyata adanya.
Baca juga: 5 Tipe Cowok di Aplikasi Kencan yang Tampak Normal Tapi ‘Unmatchable’
-
Penerimaan Diri Itu Penting
Bahkan, hingga detik ini, masih ada pertanyaan mengapa saya bisa terjerumus dalam hubungan yang tak sehat seperti itu. Satu-dua kali masih wajar, tapi ini mencapai enam kali uji coba. Namun, bagaimana pun itu, saya tetap senang dengan adanya proses perjalanan asmara saya. Dari perjalanan patah hati dan putus cinta yang kurang mengenakkan itu, saya bisa mengambil pelajaran penting dalam mempersiapkan diri untuk calon pasangan saya.
Saya kira, sebelum menjalin hubungan dengan seseorang yang kita cintai, kita perlu mematangkan diri, membiarkan pikiran terbuka, visioner untuk keduanya, dan menyingkirkan ego demi kebaikan bersama. Jangan sampai ada unsur pemaksaan dan ketidakrelaan yang seolah-olah agar membuat pasangan bahagia.
Pada dasarnya, kelanggengan hubungan karena adanya kekuatan fondasi bersama dalam hal kepercayaan, konsistensi, dan keterbukaan. Urusan asmara tak melulu soal pasanganmu, melainkan juga penerimaan dirimu. Tak ada yang benar-benar bisa merawat hati dan perasaan kita, selain diri kita sendiri. Kita berhak bahagia atas segala pilihan dan keputusan masing-masing. Semoga saya bisa berbenah diri.