Issues Opini Politics & Society

Menyeret PM Israel dan Penjahat Kemanusiaan Palestina ke Meja Hijau

Surat perintah penangkapan ICC terhadap Israel-Hamas jadi ujian besar bagi keadilan internasional. Publik perlu kawal bersama.

Avatar
  • May 27, 2024
  • 6 min read
  • 1465 Views
Menyeret PM Israel dan Penjahat Kemanusiaan Palestina ke Meja Hijau

Di tengah keputusasaan akan genosida Israel ke Palestina, tuntutan Karim Khan, Jaksa Ketua Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) bak angin segar. Ia mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel dan Hamas. Langkah tersebut digadang-gadang bisa memberikan keadilan bagi para korban kejahatan internasional di Israel dan Palestina.

Khan meminta para hakim ICC untuk mengeluarkan surat perintah terhadap Yahya Sinwar (kepala Hamas di Gaza), Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri (juga dikenal sebagai Mohammed Deif, komandan sayap militer Hamas) dan Ismail Haniyeh (kepala biro politik Hamas, yang berbasis di Qatar) atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

 

 

Mereka diduga bertanggung jawab atas kejahatan internasional di wilayah Israel dan Palestina setidaknya sejak 7 Oktober 2023.

Khan juga telah meminta diterbitkannya surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, lagi-lagi atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka diduga bertanggung jawab atas kejahatan di Jalur Gaza sejak 8 Oktober 2023.

Baca juga: Pembantaian Tepung: Bukti Kelaparan Massal jadi Alat Genosida Israel pada Palestina

Apa yang Dituduhkan kepada Mereka?

Sinwar, Al-Masri dan Haniyeh didakwa terkait serangan terhadap warga sipil Israel pada 7 Oktober 2023 yang membuat sekitar 1.200 warga sipil Israel terbunuh dan sedikitnya 245 orang disandera.

Selain itu, para pemimpin Hamas juga dituduh melakukan kejahatan lain dalam konteks konflik yang sedang berlangsung di Gaza. Ini termasuk:

  • pemusnahan
  • pembunuhan
  • penyanderaan
  • perkosaan dan tindakan-tindakan kekerasan seksual lainnya
  • penyiksaan
  • perlakuan kejam

Khan mengatakan dalam pernyataannya:

Saya melihat adegan-adegan serangan-serangan yang menghancurkan ini dan dampak yang mendalam dari kejahatan yang tidak masuk akal seperti yang dicantumkan dalam berkas tuntutan yang diajukan hari ini. Saya berbicara dengan para penyintas, mendengar bagaimana cinta dalam sebuah keluarga, ikatan terdalam antara orang tua dan anak, diputarbalikkan untuk menimbulkan rasa sakit yang tak terkira melalui kekejaman dan sangat tidak berperasaan. Tindakan ini harus dipertanggungjawabkan.

Khan mengatakan bahwa pihaknya melakukan investigasi ekstensif, termasuk kunjungan ke lokasi dan wawancara dengan para korban yang selamat, dan mengandalkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kondisi di mana para sandera Israel ditahan di Gaza.

Netanyahu dan Gallant diduga bertanggung jawab secara kriminal atas sejumlah kejahatan internasional sejak Israel melancarkan aksi militernya terhadap Hamas di Gaza pada 8 Oktober lalu, termasuk:

  • kelaparan warga sipil sebagai metode peperangan
  • dengan sengaja menyebabkan penderitaan yang luar biasa
  • pembunuhan yang disengaja
  • serangan terhadap penduduk sipil yang disengaja
  • pemusnahan dan/atau pembunuhan
  • penganiayaan.

Jaksa penuntut mengatakan bahwa kejahatan yang dituduhkan:

… dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil Palestina sesuai dengan kebijakan negara. Kejahatan-kejahatan ini, menurut penilaian kami, masih terus berlanjut hingga hari ini.

Memperhatikan penderitaan mengerikan yang dialami warga sipil di Gaza, termasuk puluhan ribu korban jiwa dan bencana kelaparan, Khan menduga bahwa cara-cara yang dipilih Netanyahu dan Gallant untuk mengejar tujuan militer Israel di Gaza yaitu,

…dengan sengaja menyebabkan kematian, kelaparan, penderitaan yang luar biasa, dan cedera serius pada tubuh atau kesehatan penduduk sipil—adalah tindakan kriminal.

Baca Juga:  Elitisida, Kematian Refaat Alareer, dan Pembunuhan Orang Penting di Palestina 

Apa Artinya Secara Praktik?

Langkah selanjutnya dalam proses ini adalah tiga hakim di ruang praperadilan ICC akan memutuskan apakah ada alasan yang masuk akal untuk meyakini kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan benar telah dilakukan. Jika demikian, mereka akan mengeluarkan surat perintah penangkapan. Bisa memakan waktu berbulan-bulan bagi para hakim untuk melakukan pertimbangan.

Namun, meskipun surat perintah penangkapan dikeluarkan, sangat kecil kemungkinannya untuk dieksekusi. Jika tidak ada terdakwa yang dapat ditangkap, maka tidak ada persidangan yang akan berlangsung karena ICC tidak mengadili orang secara in absentia.

Lalu, mengapa kecil kemungkinan terdakwa akan ditangkap? Ada beberapa alasan.

Pertama, tidak ada satu pun terdakwa yang akan menyerahkan diri untuk diadili. Netanyahu bahkan sangat marah atas keputusan Khan menyebutnya “serangan moral yang bersejarah” dan menuduhnya melakukan antisemitisme.

Hamas pun telah mengeluarkan pernyataan mengecam keras penerbitan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpinnya, dan menyatakan hal tersebut menyamakan “korban dengan pembunuhnya”.

Kedua, tidak ada satu pun dari para terdakwa yang menempatkan diri mereka dalam posisi untuk ditangkap dan diserahkan kepada ICC. Israel bukan negara yang ikut menadatangani Statuta Roma yang membentuk ICC. Sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS), juga bukan anggota. Hal ini akan menjamin Netanyahu dan Gallant dapat melakukan perjalanan ke AS tanpa takut ditangkap.

Sementara itu, Haniyeh tinggal di Qatar, yang juga bukan negara anggota ICC. Dia mungkin perlu membatasi perjalanan ke negara lain untuk menghindari risiko penangkapan. Dua pemimpin Hamas lainnya diyakini bersembunyi di Gaza-mereka tampaknya lebih berisiko dibunuh oleh pasukan Israel daripada ditangkap.

Namun, Palestina adalah negara anggota ICC, sehingga secara teknis berkewajiban untuk bekerja sama dengan pengadilan. Namun dalam praktiknya, sulit untuk melihat bagaimana penangkapan tersebut dapat terjadi.

Ketiga, ICC bergantung pada negara-negara anggotanya untuk melakukan tindakan. ICC sendiri tidak memiliki kepolisian yang independen atau kapasitas untuk mengeksekusi surat perintah penangkapan.

ICC memiliki 124 negara anggota, sementara PBB memiliki 193 negara anggota. Perbedaan ini memperjelas kesenjangan antara apa yang ingin dicapai oleh ICC, yaitu pertanggungjawaban universal untuk kejahatan internasional, dengan apa yang secara praktis dapat dicapai jika tidak mendapat dukungan dari negara-negara yang terlibat atau non-blok.

Baca Juga:Magdalene Primer: Yang Perlu Diketahui tentang Isu Palestina-Israel

Apa Artinya bagi ICC?

Langkah Khan belum pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya kantor kejaksaan mengajukan tuntutan terhadap seorang kepala negara yang didukung oleh negara-negara Barat.

Langkah ini memicu tanggapan yang sudah bisa ditebak dari AS. Presiden Joe Biden menyebutnya “keterlaluan” dan mengatakan:

[…] tidak ada persamaan—tidak ada sama sekali—antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu berdiri bersama Israel melawan ancaman-ancaman terhadap keamanannya.

Tetapi Khan menekankan pentingnya independensi dan ketidakberpihakan ICC, serta penerapan hukum yang setara.

Tidak ada prajurit, komandan, pemimpin sipil-tidak ada seorang pun—yang bisa bertindak tanpa konsekuensi hukum.

ICC sebelumnya telah mengkonfirmasi yurisdiksinya atas kejahatan yang diduga dilakukan oleh kelima pemimpin tersebut minggu ini. Jaksa penuntut yakin bahwa majelis praperadilan akan mengeluarkan surat perintah penangkapan, berdasarkan sifat kejahatan yang sangat jelas dan banyaknya bukti yang tersedia untuk menunjukkan alasan yang masuk akal untuk melakukan penuntutan.

Permintaan surat perintah penangkapan tidak diragukan lagi akan memperumit hubungan antara Israel dan sekutu-sekutunya yang merupakan negara anggota ICC. Dalam konteks yang sarat dengan muatan politik seperti itu, cukup adil untuk menggambarkan upaya ini sebagai ujian bagi komitmen komunitas internasional terhadap tujuan untuk mengakhiri kekebalan hukum bagi para pelaku kejahatan internasional.

Amy Maguire, Associate Professor in Human Rights and International Law, University of Newcastle.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Amy Maguire

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *