Ada banyak kesenjangan antara generasi saya dan ibu saya, yang terpaut tiga puluh tahun. Tapi kalau soal kesehatan reproduksi, ternyata masih banyak yang berubah, termasuk mitos-mitos soal kehamilan yang telah dipercayai secara turun temurun.
Contoh yang paling nyata adalah soal nanas yang katanya efektif menggugurkan kehamilan yang masih muda. Kakak saya sampai tidak mau sama sekali menyentuh nanas saat ia hamil, karena takut terjadi sesuatu pada sang jabang bayi. Sebagai orang yang punya penyakit lambung, saya dulu diperingatkan dokter agar jangan kebanyakan makan nanas. Tapi benarkah itu bisa pengaruh ke rahim dan janin?
Menurut Marcia Soumokil, Country Director IPAS Indonesia, yang berfokus pada isu kesehatan reproduksi dan hak-hak anak perempuan dan perempuan, mitos soal nanas ini adalah yang paling populer dalam kesehatan reproduksi.
“Padahal kalau ibu hamil makan nanas dalam jumlah yang wajar itu malah bagus, karena nanas banyak mengandung vitamin C. Itu enggak akan bikin keguguran,” ujar Marcia, yang juga seorang dokter umum itu.
“Kecuali kalau makan dimakan dalam jumlah yang terlalu banyak, setruk misalnya. Mungkin bisa sakit ususnya. Usus yang berkontraksi berlebihan itu bisa pengaruh ke rahim. Tapi itu kan kalau makannya dalam jumlah yang enggak masuk akal. Emang iya orang sanggup makan segitu?” ia menambahkan.
Jangan sedih, selain nanas, masih ada mitos-mitos seputar kehamilan yang masih dipercaya sampai sekarang.
-
Tidak boleh makan ikan dan es batu
Meski banyak mengandung protein, ikan harus jadi makanan yang diwaspadai ibu hamil. Padahal sebetulnya yang harus dihindari itu ikan mentah, semacam yang ada di sushi, karena khawatirnya masih ada bakteri atau racun, atau limbah perairan yang terkandung di dalamnya yang dapat memengaruhi janin.
“Dulu ada tragedi Minamata di Jepang, yaitu pencemaran air laut oleh tumpahan merkuri. Merkurinya dimakan ikan, dan ikannya kemudian dikonsumsi oleh ibu hamil. Akhirnya banyak anak yang lahir dengan gangguan fisik dan keterbelakangan mental. Jadi lebih baik berhati-hati kalau makan sesuatu yang mengandung bahan kimia,” ujar Marcia.
Baca juga: 5 Alat Kontrasepsi untuk Perempuan dan Efek Sampingnya
Selain soal ikan, ada juga mitos soal es batu. Suatu kali saat sedang makan di sebuah restoran, kakak saya yang sedang hamil lima bulan memesan jus mangga dengan tambahan es batu. Pesanan itu dibatalkan suaminya, karena katanya es batu bisa membuat ukuran bayi terlalu besar, atau membuat keguguran. Benarkah?
Menurut Marcia, pantangan-pantangan seperti larangan minum air es/es batu atau makan makanan pedas sampai makan ceker ayam (nanti tulisan anaknya jelek seperti ceker ayam), itu jelas merupakan mitos. Es batu sendiri ketika sampai ke alat pencernaan akan mencair dan tidak akan lagi bentuk es batu, sehingga itu tidak berbahaya bagi ibu hamil.
“Sama saja dengan alasan bahwa es batu bisa bikin gemuk, padahal itu tidak benar,” ujar Marcia.
-
Tidak boleh berhubungan seks saat hamil
Menurut Marcia, selama kehamilannya normal atau tidak ada masalah kesehatan seperti pendarahan dan kandungan yang lemah, melakukan hubungan seksual ketika hamil itu tidak masalah. Jika kehamilannya berisiko, sebaiknya hubungan seks baru dilakukan pada trimester kedua atau setelah tiga bulan.
“Untuk yang sedang hamil tua pun sebetulnya tidak masalah ya, kalau mereka mau berhubungan badan. Ada kasus yang perempuannya sudah hamil tua dan belum kunjung melahirkan. Dokternya kemudian menyarankan agar dia berhubungan seks supaya ada kontraksi dan tidak perlu induksi,” ujarnya.
“Tapi ini kasus kehamilan normal ya, dan ketubannya belum pecah. Kalau ketuban sudah pecah ya jangan,” ujar Marcia.
-
Perempuan berpinggul besar lebih gampang melahirkan
“Wah, pinggulmu besar, nanti lebih gampang waktu melahirkan normal.”
Kata-kata semacam itu suka saya dengar dari obrolan kakak saya yang sudah punya tiga anak, saat berkumpul dengan teman-temannya. Sebagai perempuan berpinggul kecil, kata-kata tersebut membuat saya waswas.
Namun, menurut Marcia, asumsi soal pinggul besar ini sebetulnya kurang tepat. Ia mengatakan bahwa yang memengaruhi persalinan itu tinggi badan, bukan pinggul.
Baca juga: Hidup dengan Gangguan Reproduksi dan Tuduhan Bukan ‘Perempuan Utuh’
“Yang jadi masalah adalah lingkar pinggul yang relatif lebih kecil pada orang-orang yang tingginya kurang dari 145 cm. Kenapa lingkar ini penting? Karena itu kan jadi lubang lewatnya kepala bayi, ibarat corong nih, lingkar pinggul itu bagian yang lebarnya, tapi yang penting kan tetap lubang corong buat air masuk,” ujar Marcia.
-
Makanan-makanan tertentu bisa membuat bayi berkulit putih dan berambut lebat
Pernah dengar bahwa rajin minum air kelapa muda membuat anak berkulit putih dan mulus? Atau konsumsi bubur kacang hijau akan membuat anaknya berambut lebat? Mungkin masih banyak lagi jenis makanan yang dihubungkan dengan fisik janin, namun semuanya adalah mitos.
Marcia mengatakan, makanan-makanan yang dianjurkan dan dipercaya masyarakat bisa memengaruhi bayi itu tidak benar. Kulit bayi berwarna gelap, cerah, putih atau rambutnya lebat itu berhubungan dengan genetika, tidak bisa serta merta diubah dengan makanan tertentu saat sedang hamil.
“Mungkin maksud orang-orang tua zaman dulu menyuruh makan ini itu biar ibu hamil makan makanan bergizi. Tapi biar dia mau, dikasih embel-embel nanti anaknya jadi lebih apalah. Padahal dilihat dari dunia kesehatan itu enggak ada korelasinya. Lebih tepatnya makanan yang sehat, berprotein tinggi itu berguna untuk pertumbuhan janin. Sudah, gitu aja,” ujar Marcia
-
Melihat sesuatu bisa membuat bayi ‘tidak normal’
Banyak orang di Indonesia yang masih percaya bahwa segala sesuatu yang “ganjil” jika dilihat oleh ibu hamil bisa memengaruhi bayinya. Gerhana matahari, misalnya, jika dilihat perempuan hamil maka anaknya bisa terlahir dengan bibir sumbing atau tanda lahir yang besar.
“Ada juga mitos yang beredar kalau ibu hamil enggak boleh melihat orang difabel ,nanti takutnya sang anak bisa ikut-ikutan difabel, padahal kan itu mitos yang salah kaprah. Selama ibu hamil melihat atau beraktivitas yang tidak berhubungan dengan janin, enggak akan ada pengaruhnya,” ujarnya.
“Bibir sumbing itu kan gangguan anatomis yang terjadi sesudah 20 minggu kehamilan, dan sebabnya juga bukan karena melihat orang difabel. Menyalahkan mereka itu kan enggak baik juga,” kata Marcia.
Baca juga: Klitoris adalah Penis yang Tak Tumbuh dan Mitos-mitos Lain Soal Vagina
-
Perempuan hanya bisa hamil sampai umur 30-an
Di Indonesia, perempuan yang masih lajang di usianya yang menginjak kepala tiga, selain disebut perawan tua, biasanya disuruh kejar tayang menikah dan punya anak. Karena katanya setelah usianya 30 tahun akan sulit dan berisiko punya anak. Hal ini ditepis oleh editor Magdalene, Hera Diani, yang hamil dan melahirkan di usia menjelang 40 tahun, dan menuangkan pengalaman itu pada memoar grafisnya, 38 and Pregnant.
Menurut Marcia, bisa atau tidaknya perempuan hamil itu tergantung pada apakah alat reproduksinya berfungsi dengan baik atau tidak. Meskipun perempuan menikah di usia yang relatif muda, bisa jadi ia sulit punya anak karena organ reproduksinya belum berfungsi sepenuhnya. Begitu pun kehamilan di usia 40an bisa saja terjadi selama alat reproduksinya berfungsi.
“Organ reproduksi itu kan mulai berfungsi saat perempuan pertama kali haid. Efektivitas untuk hamilnya itu masih rendah di umur segitu, namun seiring berjalannya waktu itu terus meningkat,” ujarnya.
“Idealnya masa subur itu antara umur 21-35 tahun. Apakah sesudah 35 masih berfungsi? Tentu masih berfungsi tapi menurun. Kalau sudah menopause atau berhenti datang bulan, itu sudah enggak bisa lagi. Selama itu belum terjadi perempuan bisa berpotensi hamil,” ujar Marcia.
-
Menyusui adalah alat kontrasepsi alami
Aktris Kimberly Rider baru-baru ini ramai jadi perbincangan karena curhatannya di Instagram, soal kehamilan anak kedua akibat dia tidak ikut program keluarga berencana. Rider mengatakan ia percaya apa kata orang bahwa menyusui itu merupakan alat kontrasepsi alami. Tapi ternyata ia hamil lagi padahal anak pertanya baru berusia beberapa bulan. Ia pun berasumsi kalau itu semua adalah mitos.
Marcia mengatakan, masalah menyusui sebagai alat kontrasepsi alami itu sebetulnya fakta. Namun, harus diingat bahwa setiap perempuan mengalami tingkat kesuburan yang berbeda-beda. Pada kasus Rider, berarti ia tidak bisa hanya mengandalkan menyusui saja, namun harus tetap menggunakan alat kontrasepsi bantuan.
“Saat tubuh perempuan itu sedang secara total menyusui, ia biasanya enggak akan hamil. Tapi itu dengan catatan ibunya menyusui dengan rutin tanpa jeda. Karenanya, kita tetap harus memeriksakan diri ke dokter. Apa memungkinkan enggak KB-nya hanya mengandalkan menyusui saja, sedangkan badan lagi subur-suburnya,” kata Marcia.