Waktu berkumpul dengan teman-teman sekitar dua pekan lalu, salah satu dari kami melempar pertanyaan menarik seputar hubungan romantis: Seberapa penting sih, healing dari masa lalu sebelum menjalin relasi baru?
Seorang teman menilai, kalau belum healing sepenuhnya, justru mengganggu hubungan selanjutnya. Ada juga yang bilang, proses healing enggak linear—alias kompleks dan membutuhkan waktu. Dengan kata lain, belum tentu seseorang sembuh dari masa lalu, meski sudah punya pasangan baru.
Pertanyaan tersebut kembali muncul, sewaktu melihat River Jusuf (Nicholas Saputra) dalam The Architecture of Love (2024). Beberapa kali ia menghilang, diam, dan marah, gara-gara perilaku Raia Risjad (Putri Marino). Padahal, River juga senang menghabiskan waktu bersama Raia.
Misalnya saat Raia membahas kaos kaki River yang itu-itu saja. Lalu mendengar nama panggilan yang diberikan Raia. Atau respons River, saat Raia bangkit dari jok mobil untuk mengambil tas di bangku belakang.
Sepintas, River enggak tahu apa yang diinginkan dari relasinya dengan Raia. Meski kenyataannya, ia masih teringat pada mendiang istri dan kejadian traumatis yang dialami. Alhasil, River maju mundur untuk mengencani Raia.
Mungkin kita bisa menilai, River belum “sepenuhnya pulih” dari masa lalu. Lagi pula, enggak ada tolok ukur untuk mendefinisikan kondisi tersebut, maupun dari segi rentang waktu. Namun, Healthline menuliskan beberapa hal yang menunjukkan, jika seseorang pulih dari duka akibat kehilangan pasangan.
Di antaranya adalah tidak sakit hati saat memikirkan orang tersebut, tidak menghindari aktivitas ataupun tempat yang penuh kenangan, dan mengingat waktu yang dilalui bersama tanpa merasa sedih. Bahkan, merasa utuh sebagai individu.
Karena itu, memperbaiki diri merupakan salah satu cara untuk “healing” sebelum menjalin relasi baru.
Baca Juga: 6 Cara Sederhana untuk Melewati Masa Putus Cinta
Memperbaiki Diri Setelah Hubungan Romantis Berakhir
Sebenarnya, enggak ada salahnya dekat dengan orang lain walaupun baru mengakhiri hubungan. Asalkan perasaanmu perihal hubungan sebelumnya sudah terselesaikan.
Soalnya, kalau mencari pasangan hanya untuk memvalidasi perasaan dan kamu enggak sepenuhnya available secara emosional, kamu justru akan membandingkan pasanganmu dengan mantan. Atau berujung pada rebound relationship, yakni berpasangan supaya enggak harus menghadapi patah hati dan kehilangan.
Namun, kalau fokus memperbaiki diri, secara enggak langsung mendorong kita untuk mencintai hidup. Hal ini disampaikan oleh penulis dan ahli gizi Arielle Simone, dalam wawancara bersama Cosmopolitan. Beberapa hal yang ia lakukan, adalah konsultasi ke terapis, rutin olahraga, mengonsumsi makanan sehat, dan punya rutinitas setiap pagi.
“Semakin merawat diri, saya semakin menghargai tubuh, pikiran, dan jiwa. Jadi lebih mudah mengenali sesuatu, atau seseorang yang bukan untuk saya,” terang Simone.
Yang perlu diingat, kamu enggak perlu sendirian melakukannya, dan setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memperbaiki diri. Misalnya curhat pada teman dan keluarga, traveling, journaling, mencoba aktivitas baru, atau kegiatan apa pun yang membantumu menyibukkan diri.
Tapi, penting juga untuk merefleksikan, apa yang dipelajari dari hubungan yang baru berakhir, dan yang diinginkan dalam relasi berikutnya.
Kalau pun siap untuk kembali menjalin relasi, pastikan keinginan itu didorong oleh ketertarikan pada orang tersebut—bukan kesepian atau perasaan insecure. Terlebih jika masih emosional, bolak-balik nge-stalk medsos mantan, dan belum bisa melihat diri di luar relasi sebelumnya. Artinya, secara mental kamu belum siap menjalani hubungan baru.
Sebenarnya, selama proses memperbaiki diri pun, bukan berarti kamu harus menutup diri dari berkencan. Di sisi lain, kamu membutuhkan orang lain untuk “pulih” dari luka akibat masa lalu. Yang perlu dilakukan, adalah mengomunikasikan bahwa kamu sedang dalam proses healing.
Baca Juga: Cerita Tiga Perempuan Lajang di Usia 40-an: Kami Tak Menikah tapi Bahagia
Pentingnya Komunikasi dan Keterbukaan
Dalam tulisan yang sama oleh Cosmopolitan, psikoterapis Jodie Slee menjelaskan, keterbukaan merupakan kunci ketika kamu kembali berkencan dengan seseorang, saat sedang menyembuhkan diri dari masa lalu. Yang perlu disampaikan, adalah mengomunikasikan kebutuhan dan apa yang bisa diberikan dalam relasi saat ini.
“Kalau orangnya tepat, dia akan sabar dan mengerti,” jelas Slee.
Menurutnya, kehadiran orang lain dibutuhkan karena kamu perlu mengambil risiko untuk membuktikan, mereka bisa dipercaya. Bahkan, orang yang tepat—dalam arti sadar dan mengupayakan kondisi psikologisnya—bisa menerima, memberikan ruang aman, dan pola pikir yang sehat untuk membangun relasi.
Masalahnya, kepercayaan itu sulit dimiliki, jika cara healing-mu hanya journaling dan merefleksikannya sendirian. Lagi pula, mengharuskan untuk “pulih” sepenuhnya sebelum kembali berkencan, adalah acara untuk melindungi diri dari kemungkinan disakiti.
Dalam The Architecture of Love, ini ditunjukkan saat River menceritakan masa lalunya pada Raia—yang berkaitan dengan keputusan River menetap di New York, AS sementara waktu. Hubungan Raia dan River yang semula enggak pasti, justru lebih jelas setelah River mengungkapkan hal tersebut.
Namun, enggak setiap orang yang lagi healing dari masa lalu, bisa membuka diri untuk berkencan. Bagi sebagian orang akan memicu masalah yang belum terselesaikan. Slee mengatakan, faktornya disebabkan oleh seberapa besar trauma yang dimiliki.
Baca Juga: Jeda Saat Pacaran: Bikin Mesra atau Berujung Bubar?
Meski demikian, kamu perlu mengingat, enggak ada hubungan maupun pasangan yang sempurna. Setiap orang punya masa lalu, beban emosional, dan kemungkinan untuk saling menyakiti walaupun tidak disengaja.
Yang penting, kamu memberikan ruang dan waktu untuk merefleksikan relasi yang sudah berakhir. Kalau pun siap memulai yang baru tapi kemudian merasa terlalu cepat, kamu bisa melangkah mundur.