Pesanku pada Adik-adik Perempuan Tentang Standar Kecantikan
Dari zaman dulu hingga sekarang, standar kecantikan kulit putih dan badan kurus sudah melukai perempuan.

Sejarah Standar Kecantikan Indonesia Cantik Itu Putih
Pembentukan standar kecantikan Indonesia yang mustahil ini sebetulnya sudah terbentuk dari masa-masa kolonial Belanda. Hal ini dijelaskan oleh Luh Ayu Saraswati, Profesor Kajian Wanita dari Universitas Hawaii, dan penulis “Seeing Beauty, Sensing Race in Transnational Indonesia” mengatakan, di masa pra-penjajahan Belanda, putih tak melulu dilekatkan dengan ras, melainkan sekadar warna. Baca juga: Mengapa Menjadi Cantik Penting di Media Sosial Setelah itu muncullah kepercayaan, putih bukan cuma sekadar warna, tetapi juga dicitrakan lebih baik dan bersih ketimbang hitam. Hal ini pun berlanjut hingga masa kolonialisme Belanda, di mana gagasan terkait kecantikan itu bukan cuma kulit putih tetapi perempuan kulit putih berkebangsaan Eropa. Begitu juga yang terjadi ketika Indonesia dijajah Jepang, para penjajah Jepang pun memunculkan standar cantik versi mereka, yaitu orang berkulit lebih terang dan berkebangsaan Jepang. Ketika Indonesia tidak lagi dijajah dan zaman semakin berubah, ternyata standar kecantikan Indonesia yang menganggap cantik itu putih, tetap langgeng dalam pemikiran masyarakat. Sebagian besar perempuan saat ini masih terjebak dalam standar kecantikan mustahil media, dan membuat mereka melakukan segala cara agar bisa masuk dalam standar tersebut. Usaha untuk bisa masuk dalam standar kecantikan saat ini semakin dipermudah juga dengan kehadiran teknologi filter cantik di ponsel pintar kita. Tinggal klik ini dan itu, wajah kita pun bisa berubah sesuai dengan keinginan kita.Memberikan Dampak yang Buruk pada Kesehatan Mental
Saya pernah berada di masa-masa ketika saya sangat membenci tubuh saya dan warna kulit saya. saya berpikir mengapa sih saya tidak seputih teman saya, atau setinggi teman saya, mengapa rambut saya pendek? Pemikiran-pemikiran ini yang membuat rasa ketidak percayaan diri saya menurun dan bahkan saya pernah berada di fase depresi karena omongan tante saya terkait dengan tubuh saya. Dari pengalaman ini, saya semakin yakin bahwa standar kecantikan Indonesia yang mengatakan bahwa cantik itu putih sangat berdampak negatif pada perempuan dari generasi ke generasi. Baca Juga: Saya Feminis, Saya Menentang Narasi ‘Semua Perempuan Cantik’ Hal ini juga pastinya akan berdampak pada kesehatan mental anak-anak perempuan seusia keponakan saya yang belum paham bahwa omongan-omongan jahat soal tubuh dan kulit mereka itu bukanlah salah mereka, dan tak ada yang salah dengan diri mereka. Untuk adik-adik perempuan di luar sana, saya cuma ingin berkata bahwa kulitmu itu sudah cantik, dan tak ada salahnya dengan bentuk tubuhmu yang mungkin lebih besar dari teman-teman seusiamu. Jika orang-orang berkata jahat soal tubuhmu, abaikan mereka, dan sayangilah dirimu sendiri.