Lifestyle Opini Politics & Society

Girl Math, Tren Lucu-lucuan yang Datang dari Keresahan Sungguhan

‘Girl math’ mungkin bukan saran keuangan yang baik, tapi membantu perempuan merasa berdaya dengan uangnya.

Avatar
  • September 27, 2023
  • 4 min read
  • 1221 Views
Girl Math, Tren Lucu-lucuan yang Datang dari Keresahan Sungguhan

Jika kamu pernah menghitung ongkos per pemakaian tiap kali kamu mengenakan gaun yang mahal, atau merasa mendapatkan untung setelah mengembalikan celana jeans yang tidak pas, bisa jadi kamu seorang ahli dalam “matematika perempuan” atau girl math.

Girl math tengah menjadi topik yang viral di media sosial di dunia, dan meski terdengar seperti tren yang konyol (atau bahkan seksis), tapi fenomena ini sebenarnya menggambarkan banyak hal tentang hubungan antara gender, uang, dan emosi.

 

 

Girl math memperkenalkan sistem klasifikasi pembelanjaan: pembelian di bawah nilai tertentu, atau dilakukan secara tunai, tidak “dihitung”. Secara psikologis, hal ini membuat pembelanjaan bernilai rendah terasa aman dan menekankan pentingnya nilai jangka panjang yang diperoleh dari barang-barang yang lebih mahal. Misalnya, girl math memberi tahu kita bahwa membeli gaun mahal hanya “sepadan” jika kamu bisa memakainya lebih dari sekali ke berbagai acara.

Baca juga: Asal Suami Senang: Bias Aturan Perbankan dan Sulitnya Perempuan Punya Usaha

Pendekatan ini memiliki kemiripan dengan teori portofolio–sebuah metode untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko dalam memilih investasi. Dengan mengevaluasi kontribusi setiap pembelian terhadap portofolio belanja, konsumen yang mempraktikkan girl math pada dasarnya menjadi manajer portofolio belanja.

Uang dan Perasaan

Orang-orang dari semua jenis kelamin, kaya atau miskin, merasa cemas ketika berurusan dengan keuangan pribadinya. Banyak orang di Inggris, tempat saya mengajar, tidak memahami pensiun atau tabungan yang cukup untuk membiayai masa pensiun mereka.

Tanpa motivasi untuk belajar, seseorang akan menghindar untuk sama sekali berurusan dengan uang. Salah satu cara untuk menemukan motivasi ini, seperti yang ditunjukkan oleh girl math, adalah dengan memiliki hubungan emosional dan nyata dengan keuangan kita.

Di permukaan, penggunaan girl math terkesan merendahkan perempuan dan mendorong mereka mengeluarkan terlalu banyak uang. Namun, dari perspektif yang berbeda, girl math mengisyaratkan sesuatu yang penting: agar seseorang benar-benar peduli terhadap sesuatu yang tampaknya abstrak seperti keuangan pribadi, mereka perlu merasa bahwa mereka dapat terhubung dengannya.

Memikirkan tentang uang dalam kaitannya dengan nilai pembelian dapat membantu menciptakan hubungan emosional dengan keuangan dan membuat kita jadi lebih ingin memerhatikannya.

Girl Math yang Kita Butuhkan

Perempuan adalah kekuatan konsumen yang harus diperhitungkan, mengendalikan hingga 80 persen belanja konsumen secara global. Tren girl math menunjukkan kemahiran perempuan menerapkan teori portofolio dalam belanja mereka, menjadikan mereka kekuatan investasi yang potensinya diabaikan oleh industri jasa keuangan.

Ketika berbicara tentang cuan dan keuangan, perempuan adalah kelompok yang dirugikan. Di Inggris, misalnya, perempuan rata-rata berpenghasilan £260 ribu (Rp4,97 miliar) lebih rendah dibandingkan laki-laki selama karier mereka. Tak hanya itu, pendapatan pensiun laki-laki pun dua kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Baca juga: Gender Lens Investing Berdayakan Perempuan, ‘Berkah’ untuk Investor

Seperti yang saya temukan dalam penelitian saya soal gender dan keuangan, perempuan memiliki efikasi diri finansial (kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri) yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini juga tidak membantu jika perempuan merasa direndahkan ketika mencari nasihat keuangan.

Karena dunia keuangan diciptakan oleh laki-laki untuk laki-laki, bahasa dan budayanya pun secara intrinsik laki-laki. Baru pada pertengahan 1970-an perempuan di Inggris memperoleh hak untuk membuka rekening bank tanpa tanda tangan laki-laki. Pada 1980, mereka dapat mengajukan kredit secara mandiri. Meski undang-undang yang sekarang lebih (tetapi tidak sepenuhnya) setara gender, industri jasa keuangan masih gagal terhubung dengan perempuan.

Studi menunjukkan bahwa 49 persen perempuan cemas soal keuangan mereka. Namun, mereka tak sepakat dengan masukan yang merendahkan atau mansplaining (penjelasan oleh laki-laki ke perempuan dengan nada meremehkan) oleh penasihat keuangan. Pendekatan yang ketinggalan zaman ini cenderung menyarankan bahwa perempuanlah, dan bukan sistem keuangan yang tak berfungsi, yang perlu diperbaiki.

Baca juga: Kesenjangan Upah Gender: Masalah yang Tak Kunjung Tuntas, Apa Sebabnya?

Perempuan terus merasa bahwa mereka bukan bagian atau tidak bisa mempercayai dunia keuangan. Dan mengapa perempuan harus mempercayai industri dengan kesenjangan upah gender hingga 59 persen–setidaknya di Inggris–dan sangat kekurangan perempuan di posisi senior?

Girl math belum tentu merupakan nasihat keuangan yang baik. Namun, jika ia membantu segelintir perempuan merasa lebih berdaya untuk mengelola dan memahami keuangan mereka, cara ini tidak boleh diabaikan.


Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.



#waveforequality


Avatar
About Author

Ylva Baeckstrom

Senior Lecturer in Finance, King's College .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *