Kemerdekaan dan pembangunan Indonesia setelah 1945 telah meningkatkan standar kehidupan penduduk secara signifikan.
Lima tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, usia harapan orang Indonesia dari lahir hanya sekitar 40 tahun. Artinya, pada 1950, itulah jumlah rata-rata usia yang diperkirakan pada seseorang atas dasar angka kematian pada saat itu. Tiga puluh tahun berikutnya, usia harapan hidup meningkat menjadi 57 tahun. Empat puluh tahun kemudian naik lagi di atas 70 tahun.
Usia penduduk Indonesia naik 81 persen dari tahun 1950 ke 2022 atau jangka 72 tahun terakhir.
Walau ada kemajuan yang signifikan, angka itu lebih rendah dibanding negara-negara yang usia kemerdekaanya hampir sama, seperti Korea Selatan atau lebih belakangan seperti Malaysia dan Singapura.
Usia harapan hidup merupakan indikatif utama pembangunan kesehatan, apakah pemerintah berhasil meningkatkan kesejahteraan secara umum dan derajat kesehatan secara khusus.
Apa saja faktor-faktor yang mendorong kenaikan harapan hidup dalam 70 tahun terakhir di Indonesia? Mengapa usia harapan hidup naik begitu signifikan, tapi usia harapan hidup sehat masih rendah?
Faktor Teknologi Kesehatan
Peneliti biostatistik dan surveilans penyakit Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Iqbal Elyazar mengatakan banyak kemajuan dalam peradaban manusia dalam setengah abad terakhir yang mendorong kenaikan usia harapan hidup penduduk di dunia.
Salah satunya adalah tersedianya teknologi vaksin dan farmasi yang mampu memproduksi massal dan lebih murah vaksin dan obat-obatan. Dan produk itu terbukti efektif mencegah dan mengobati penyakit menular. Misalnya vaksin polio, campak, penyakit gondok, rubella, difteri, tetanus dan lainnya. “Contoh lainnya adalah tersedianya obat malaria artemisin yang mampu membersihkan parasit malaria di pembuluh darah,” kata Iqbal, 11 Agustus 2022.
Sekitar tahun 1950, Menteri Kesehatan pada masa Orde Lama, Johannes Leimena, menyatakan bahwa malaria adalah musuh nomor satu di Indonesia. Namun setelah 60 tahun, malaria hanya menyebabkan 0,06 persen hilangnya waktu orang Indonesia untuk hidup sehat dan bebas dari disabilitas.
Teknologi lainnya, menurut Iqbal, adalah terciptanya kelambu berinsektisida yang melindungi manusia dari gigitan nyamuk infektif malaria. “Anak-anak bayi setidaknya terhindari dari serangan parasit yang mematikan,” ujarnya.
Intervensi Kesehatan Ibu dan Anak, Layanan Kesehatan, dan Pembangunan Ekonomi
Intervensi lainnya yang meningkatkan harapan hidup, menurut Iqbal, adalah perbaikan dalam layanan kesehatan ibu dan anak, meliputi persalinan yang aman, perbaikan nutrisi, imunisasi dan perbaikan sanitasi rumah dan kesehatan lingkungan.
Program keluarga berencana juga berkontribusi menurunkan angka kematian ibu.
Baca juga: Memaksa Laki-laki Cegah Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir
Turunnya kematian meningkatkan “ledakan” jumlah penduduk. Tujuh puluh tahunan lalu, penduduk Indonesia baru sekitar 70 juta orang. Selain sistem kesehatan, sistem politik, ekonomi, dan pembangunan yang relatif stabil sejak 1970-an, sempat bergejolak pada 1998, memengaruhi pertumbuhan penduduk. Kini jumlah penduduk mencapai sekitar 275 juta jiwa.
Berkat pendapatan pemerintah yang meningkat, pemerintah menambah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Jumlah rumah sakit pada 1950-an yang berjumlah kurang dari 50 unit berkembang menjadi lebih dari 3.100 unit pada 2022. Belum lagi dengan keberadaan puskesmas yang semakin banyak, dari sekitar 2.000 unit pada 1970-an dan kini lebih dari 10.200, dan dekat dengan masyarakat.
Setiap kecamatan setidaknya punya satu puskesmas. Tenaga kesehatan yang tadinya didominasi oleh kelompok elite pada masa Perang Kemerdekaan semakin bertambah dengan dibukanya fakultas kedokteran di setiap provinsi.
Faktor lainnya adalah dampak ekonomi dan pembangunan yang disertai dengan dibukanya akses transportasi, informasi, ekonomi, dan mobilitas penduduk.
Lingkungan yang tadinya rawan dengan nyamuk malaria menjadi tergusur dan digantikan dengan pemukiman. “Keterlambatan penanganan kasus darurat dapat diminimalkan dengan adanya tenaga kesehatan di desa-desa yang jauh dari puskesmas sekaligus dengan tersedianya angkutan darurat,” kata Iqbal.
Dengan demikian, angka kematian akibat penyakit menular dan persalinan perlahan menurun.
Tantangan Baru: Harapan Hidup Sehat Rendah dan Kesenjangan
Di balik naiknya angka harapan hidup Indonesia itu, ada masalah besar yang sedang dihadapi oleh penduduknya yakni beberapa penyakit menular seperti tuberkulosis masih tinggi dan penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, stroke juga meningkat.
Menurut Iqbal, ada indikator lain yang menarik untuk dilihat yaitu Healthy Life Expectancy (HALE). HALE merupakan rata-rata orang akan tetap hidup dalam kondisi sehat (bebas dari penyakit, konsekuensi dari terkena penyakit dan disabilitas).
“Misalnya begini. Anda mungkin panjang umur tapi hidup lama dengan rasa sakit kepala, berjuang melawan kanker, terinfeksi tuberkulosis, maka kualitas hidup Anda akan berkurang,” kata Iqbal.
Berdasarkan data Global Burden of Disease Study 2019, rata-rata angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia itu 63 tahun pada 2019, lebih tinggi dibanding pada 1990 yang 56 tahun. Angka ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya seperti Jepang (74), Australia (70), Cina (69), Amerika Serikat (65), dan Brasil (65).
Namun jika dibandingkan dengan upaya mengatasi masalah kesehatan selama 30 tahun ini, angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia naik 7 tahun. HALE Cina juga naik 9 tahun dan Brasil 7 tahun.
Menurut Iqbal, angka ini setidaknya mengindikasikan kerja keras yang melatarbelakangi perubahan derajat kesehatan yang dramatis tersebut. “Perubahan HALE ini masih lebih dramatis dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya naik 1 tahun,” ujarnya.
Tantangan lainnya adalah memperkecil kesenjangan kualitas hidup antara barat dan timur Indonesia. Iqbal mencontohkan di Papua harapan hidupnya 65 tahun. Angka harapan hidup di sana lebih rendah 6 tahun dibandingkan rata-rata nasional. Angka harapan hidup di Papua kurang lebih setara dengan Papua Nugini (65 tahun) dan Afghanistan (65), negara yang dilanda konflik berkepanjangan.
Baca juga: Rendahnya Kualitas Hidup Penyandang Disabilitas
Angka harapan hidup sehat (HALE) Papua pun hanya 57 tahun, kurang lebih sama dengan dua negara tersebut. Di Papua pada 1990, beban penyakit menular, masalah ibu dan anak serta nutrisi, lebih tinggi 60 persen dibandingkan dengan penyakit tidak menular.
Namun pada 2019, beban ini berpindah karena 40% beban penyakit tidak menular yang lebih banyak. “Perubahan beban ini setidaknya mengindikasikan perlunya intervensi kesehatan masyarakat yang bersifat lokal namun massif untuk segera menyelesaikan masalah penyakit menular, kesehatan ibu dan anak serta nutrisi,” ujar Iqbal.
Jadi, Indonesia perlu kerja lebih keras lagi untuk secepatnya menyelesaikan masalah penyakit infeksi, kesehatan ibu, dan anak serta nutrisi. Selain itu, memang tidak dapat dimungkiri, masalah kesehatan akibat penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan utama Indonesia. Jika masalah tidak diatasi, hal ini menurunkan kualitas kehidupan penduduk: usia hidup harapan naik tapi didera sakit berkepanjangan.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.