Madge PCR

Ketika Masa Lalu Pasangan Menyakitkan, Perlukah Kita Kompromi?

Dari Citra Kirana, kita belajar untuk berkompromi dengan masa lalu pasangan. Namun, sejauh mana hal ini perlu dilakukan?

Avatar
  • May 31, 2022
  • 6 min read
  • 1665 Views
Ketika Masa Lalu Pasangan Menyakitkan, Perlukah Kita Kompromi?

“Saya menikah dengan suami saya, saya menerima keadaan (dia) seutuhnya,” ucap artis Citra Kirana, dalam konferensi pers yang digelar lewat kanal Youtube Ana Sofa Yuking, kuasa hukumnya, (27/5).

Pada klarifikasi eksklusif tersebut, ia mengaku menerima masa lalu Rezky Aditya, yang belakangan dinyatakan Pengadilan Tinggi Banten sebagai ayah kandung Naira Kaemita. Diketahui, Naira merupakan anak yang dilahirkan Wenny Ariani, pengusaha yang berpacaran dengan Rezky di masa lalu.

 

 

Pernyataan ini dilayangkan ketua majelis hakim Solahudin, dengan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 46/PUU-VIII/2010. Dalam putusan tersebut disebutkan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau alat bukti lain yang menurut hukum memiliki hubungan darah, dapat membuktikan hubungan keperdataan antara anak dengan laki-laki sebagai ayahnya. Termasuk juga dengan keluarga sang ayah.

Mengacu pada putusan itu, Rezky mengaku siap melakukan tes DNA. Bahkan, ia akan bertanggung jawab dan memenuhi kewajibannya sebagai orang tua, apabila terbukti dirinya ayah biologis Naira.

Kendati demikian, Citra menyatakan dukungannya terhadap sang suami. Menurutnya, tidak ada yang perlu dipertanyakan atas masa lalu Rezky, karena setiap manusia memiliki masa lalu kurang baik.

“Nanti kalau hasilnya suami saya terbukti atau tidak, jadi ayah biologis dari Ananda Naira, itu tidak akan mengubah keadaan rumah tangga saya,” ujarnya. “Inshallah saya siap menerima takdir secara lapang dada.”

Berdasarkan pernyataannya, perempuan 28 tahun itu coba berkompromi dalam pernikahan mereka. Sebagian orang mengapresiasi kekuatan dan kesabaran Citra. Sementara, lainnya mengibaratkan Rezky sebagai red flag yang seharusnya ditinggalkan. Menurut mereka, laki-laki itu enggak jujur sebelum menikah, dan Citra berhak mendapatkan pasangan yang lebih baik.

Lalu, sebenarnya sejauh mana kita perlu berkompromi dengan masa lalu pasangan?

Baca Juga: Mau Nikah tapi Pacar Toksik, Lanjut Enggak Ya?

Kompromi dengan Masa Lalu Pasangan

Pada dasarnya, kompromi merupakan landasan dalam membangun hubungan. Hal ini perlu untuk mempertahankan nilai, keyakinan, pendapat, dan preferensi pribadi, sambil membangun kesepakatan bersama.

Salah satu yang perlu ditekankan adalah masa lalu pasangan. Pasalnya, enggak bisa dimungkiri diri kita sebelumnya yang membentuk kehidupan saat ini. Itu juga yang berlaku dalam menentukan masa depan hubungan, sekaligus membangun relasi yang sehat.

Pertanyaannya, sejauh mana masa lalu perlu diketahui satu sama lain?

Menurut pakar hubungan Jonathan Bennett, kamu enggak perlu membuka hal-hal yang ingin disimpan karena privasi. “Misalnya menurutmu itu memalukan, bikin menyesal, atau karena pasangan enggak ingin tahu,” tuturnya dikutip Bustle.

Sebenarnya, ini perlu disesuaikan. Apakah pasangan akan mempelajari sesuatu dari masa lalu kita, dan memengaruhi caranya memperlakukanmu dalam relasi. Yang menjadi pertimbangan, adalah respons pasangan setelah membuka diri tentang hal tertentu.

Pembicaraan tentang pasangan seksual menjadi salah satunya. Berdasarkan survei yang dilakukan OnePoll dan Lelo di AS pada 2020, jumlah pasangan seksual merupakan topik yang paling enggak nyaman untuk dibicarakan.

Namun, kalau kamu bertujuan membangun hubungan yang serius maupun berkomitmen untuk menikah, kehidupan seks sebelumnya perlu diketahui, walaupun tidak perlu dijelaskan secara detail.

Hal ini demi mengetahui, apakah pasangan memiliki penyakit menular seksual, atau pernah melakukan hubungan yang berisiko. Misalnya hamil atau menghamili seseorang, seperti terjadi pada Rezky Aditya.

Meskipun sampai sekarang enggak diketahui apakah ia pernah bercerita tentang Naira pada istrinya, akan sulit bagi seseorang untuk kembali membangun kepercayaan dalam hubungan. Maka itu, keterbukaan tentang masa lalu juga diperlukan untuk mencegah permasalahan, yang tiba-tiba muncul tanpa sepengetahuan pasangan.

Melansir Talkspace, selain kehidupan seksual, ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang masa lalu pasangan dan diperlukan kompromi.

Pertama, apakah pasangan pernah berselingkuh. Tentu kamu perlu mengetahui apakah hubunganmu akan berakhir karena alasan yang sama. Yang dikhawatirkan, pada akhirnya relasi itu akan melelahkan lantaran penuh dengan argumen dan ketakutan, serta ketidakpercayaan.

Kedua, apakah pasangan pernah diselingkuhi. Bukan perkara mudah untuk mengembalikan kepercayaan seseorang. Umumnya, mereka akan memiliki trust issue, sehingga dibutuhkan perhatian ekstra untuk menunjukkan kasih sayang. Termasuk menghindari perilaku yang akan menimbulkan kecemasan.

Ketiga, apakah mereka adalah penyintas kekerasan seksual. Trauma yang terbentuk akibat peristiwa tersebut umumnya berdampak panjang pada seseorang, dan dapat berpengaruh terhadap relasi. Karena itu, penting untuk menyesuaikan diri dalam memperlakukan pasangan. Misalnya lebih sensitif, sabar, memahami, membuka komunikasi, dan tidak menghakimi.

Keempat, belajar komunikasi dengan baik. Tidak semua orang mampu mengungkapkan perasaannya. Terlebih laki-laki korban maskulinitas toksik, yang dipaksa masyarakat untuk menyembunyikannya. Untuk mengatasinya, kamu perlu bersikap proaktif dalam menanyakan keadaannya. Kemudian, ajak untuk berbicara, dan mengurangi untuk tidak mengekspresikannya dengan memukul atau berteriak.

Baca Juga: Bahagiakah Kamu dengan Pernikahanmu?

Sejauh Mana Kompromi Diperlukan?

Kompromi yang sehat seharusnya menguntungkan kedua belah pihak. Bagaimana pun, tujuannya adalah mendekatkan hubungan, meningkatkan sisi autentik satu sama lain, dan menyelesaikan konflik.

Meskipun demikian, secara naluri ada tipikal orang yang lebih banyak memberi dan berkorban untuk menyenangkan pasangannya. Dalam tulisannya untuk Psychology Today, akademisi filosofi asal Israel, Aaron Ben-Zeev mengatakan, secara umum perempuan muda lebih cenderung melakukan kompromi romantis ketika menjalin suatu hubungan.

Walaupun perempuan punya banyak pilihan, penyebabnya adalah perasaan takut ditinggalkan pasangannya. Kata Ben-Zeev, mereka berkeinginan untuk hamil, membesarkan anak di usia muda, maupun alasan sosial ekonomi seperti pekerjaan dan gaya hidup.

“Ketika keinginan itu enggak bisa direalisasikan di usia muda, mereka akan sulit berkompromi dengan cara hidupnya,” jelasnya. “Perempuan juga akan merasa enggak begitu penting dalam hidup pasangannya, karena mereka bisa menjalaninya sendiri.”

Namun, bukan berarti perempuan harus menerima masa lalu pasangannya begitu saja, sekali pun mereka ingin membangun masa depan bersama. Pasalnya, setiap orang berhak mendapatkan pendamping yang terbaik. Pun pengorbanan yang enggak seimbang dalam berkompromi, dikhawatirkan menciptakan hubungan yang tidak sehat.

Nantinya, relasi itu hanya melelahkan, dipenuhi kekesalan, dan frustasi lantaran merasa dimanfaatkan pasangannya. Terlebih jika konfliknya cukup besar.

Melalui risetnya, Greg Chung-Yan dan Christin Moeller menggarisbawahi, terdapat aspek psikologis yang harus dibayar ketika berkompromi.

Baca Juga: Jangan Menikah Karena Lihat Konten ‘Uwu’ di Media Sosial

“Ketika tingkat konfliknya tinggi, seseorang yang berusaha berkompromi untuk menyelesaikan masalah, akan mengalami kecemasan, depresi yang lebih tinggi, dan disfungsi sosial,” tulisnya dalam The psychosocial costs of conflict management styles (2010).

Dengan kata lain, pengorbanan dalam berkompromi dapat membuat seseorang lebih rentan, dan menurunkan kesejahteraan psikologis. Maka itu, kamu perlu memperhatikan apabila dalam hubungan jadi banyak red flags-nya, akibat terlalu sering berkompromi.

Contohnya ketika kamu merasa tidak seperti diri sendiri. Artinya, kamu menjadi people pleaser demi kebahagiaan pasangan, dan mengorbankan hal-hal yang penting dan disukai. Atau berulang kali mempertanyakan keputusan yang diambil, karena merasa enggak nyaman, enggak puas, dan enggak sesuai dengan keinginanmu.

“Kalau kamu berada dalam situasi itu, kemungkinannya kamu dikontrol pasangan,” kata ahli hubungan dan kesehatan Shula Melamed, pada Elite Daily.

Karena itu, coba kenali perasaanmu. Lagi pula, selain menguntungkan kedua pihak, berkompromi yang sehat dalam hubungan juga bertujuan untuk mencapai gol bersama, bukannya fokus untuk diri sendiri. Jadi, jangan sampai kamu mengesampingkan diri sendiri, demi menerima masa lalu pasangan dan mempertahankan hubungan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *