December 5, 2025
Safe Space Screen Raves

Temani, Bukan Hakimi: Nonton Drama Korea Remaja Bareng Anak

Bukan sekadar hiburan, serial remaja seperti Weak Hero Class 1 & 2 bisa jadi ruang belajar keluarga asal orang tua mau hadir, bertanya, dan berdiskusi.

  • May 5, 2025
  • 5 min read
  • 1772 Views
Temani, Bukan Hakimi: Nonton Drama Korea Remaja Bareng Anak

Di tengah banyaknya pilihan tayangan remaja yang kian beragam dan kadang tak terduga, saya, sebagai ibu, merasa peran saya bukan hanya soal membatasi waktu layar atau mengingatkan jadwal belajar. Saya ingin bisa hadir sebagai teman ngobrol, seseorang yang bisa menemani ketika anak-anak mencoba memahami cerita-cerita yang mereka tonton. Salah satu serial yang baru-baru ini kami saksikan bersama adalah Weak Hero Class 1 & 2. Seperti judulnya, serial ini tidak menyuguhkan “pahlawan” dalam arti yang biasa, tetapi tokoh-tokoh yang tampak lemah secara fisik, namun memiliki keteguhan dan keberanian yang mengejutkan.

Awalnya, saya agak ragu. Serial ini menampilkan kekerasan dan perundungan yang cukup intens, lengkap dengan tekanan psikologis sejak episode awal. Tapi justru karena itu saya merasa perlu ikut menyaksikan. Bukan untuk mengawasi, melainkan agar mereka tidak menelan mentah-mentah kekerasan tanpa konteks, atau mengagumi karakter tanpa memahami nilai yang dibawa. Kami menontonnya bersama, dan lebih penting lagi, kami membicarakannya.

Baca juga: Drama Korea ‘Study Group’: Aksi Seru di Sekolah yang Penuh Kekacauan

Tokoh utama, Yeon Si Eun, adalah remaja yang tenang, bertubuh kecil, dan cenderung tertutup. Tapi di balik itu, ia memiliki kecerdasan luar biasa dan prinsip moral yang kuat. Ia tidak memilih kekerasan sebagai jalan utama, tapi juga bukan sosok yang tinggal diam. Ia bertahan, bukan dengan kekuatan fisik, tapi dengan kemampuan berpikir. Menyaksikan cara ia menghadapi tekanan dan kekerasan dengan strategi, bukan emosi, adalah pengalaman yang cukup menggugah.

Saya tidak ingin menjadikan “kekerasan cerdas” sebagai sesuatu yang dibenarkan, tapi saya juga menyadari bahwa anak-anak kita, dalam kehidupan nyata, juga kadang berhadapan dengan dinamika sosial yang rumit. Mereka bisa menjadi saksi, korban, atau bahkan pelaku dalam situasi yang tidak ideal. Lewat karakter Si Eun, kami berdiskusi tentang bagaimana bersikap dalam tekanan, bagaimana membela diri tanpa membalas, dan pentingnya tetap berpikir jernih ketika situasi memanas.

Serial ini bukan hanya tentang perlawanan. Weak Hero juga berbicara tentang persahabatan dan kebutuhan untuk merasa diterima. Si Eun bertemu Suho dan Beomseok, dua teman yang membentuk semacam keluarga kecil di tengah lingkungan yang kurang peduli. Dinamika mereka menarik: Suho kuat dan berani, Beomseok ingin diakui, dan Si Eun menjadi pusat keseimbangan. Tapi seperti banyak hubungan dalam hidup, yang terlihat solid pun bisa retak. Beomseok merasa tidak cukup dihargai, menyimpan sakit hati, lalu berubah dari sahabat menjadi ancaman.

Baca juga: Bahaya Incel dan Femisida: Percakapan Penting Setelah Nonton ‘Adolescence’

Saat cerita fiksi jadi cermin kehidupan remaja

Di titik inilah, obrolan kami dalam keluarga menjadi lebih dalam. Kami membicarakan bagaimana perasaan yang tidak tersampaikan bisa berubah menjadi kemarahan, dan bagaimana pentingnya punya tempat aman untuk berbicara. Anak-anak saya melihat Beomseok bukan hanya sebagai “musuh”, tapi sebagai seseorang yang sedang berjuang untuk dipahami. Dan dari situ, saya merasa mereka tidak hanya menonton, tapi juga belajar memahami.

Serial ini juga menyinggung tentang system sekolah dan peran orang dewasa. Di Weak Hero, banyak guru dan figur otoritas digambarkan pasif, bahkan cenderung membiarkan kekerasan terjadi. Kami sempat bicara soal hal ini juga, tentang pentingnya memiliki orang dewasa yang berpihak, yang bisa dipercaya ketika sesuatu tidak beres. Saya bilang, “Kalau ada yang bikin kalian enggak nyaman, kalian bisa cerita. Kalian enggak sendiri.” Itu kalimat sederhana, tapi saya tahu tidak semua anak terbiasa mendengarnya.

Buat saya, mendampingi anak menonton bukan berarti mengatur atau menyensor tiap adegan. Saya bukan polisi moral. Saya hanya ingin ada di sana, untuk mendengar kalau mereka ingin bicara, dan bertanya kalau mereka bingung. Kami bicara soal banyak hal—tentang kekerasan, etika, rasa kecewa, sampai bagaimana kadang teman terdekat pun bisa menyakiti. Kami tertawa, terdiam, dan kadang berdebat. Tapi dari semua itu, kami merasa lebih dekat. Rasanya seperti sedang belajar bersama, bukan menggurui.

Baca juga: Kalau Freire ke Pengajian Ibu-Ibu, Pasti Dia Ikut Ngaji

Karena meskipun dunia dalam Weak Hero tampak berlebihan, banyak hal di dalamnya yang terasa akrab. Kekerasan verbal, tekanan sosial, dinamika kelompok—itu semua bisa terjadi di sekolah, group chat, atau lingkungan sekitar. Maka, kalau saya mengambil satu pelajaran dari pengalaman ini, itu adalah: anak-anak tidak seharusnya menonton sendirian. Bukan karena kita harus mengontrol semua yang mereka lihat, tapi karena mereka sedang membentuk cara pandang mereka, dan butuh seseorang yang bersedia menemani proses itu.

Dan begitulah, dari serial remaja berjudul Weak Hero, kami sekeluarga justru sampai ke obrolan tentang keberanian, harga diri, dan cara menghadapi ketidakadilan. Anak-anak saya belajar bahwa kekuatan bukan selalu soal siapa yang paling keras, tapi siapa yang tidak ikut menyakiti saat semua orang sedang berlomba jadi paling berani. Sementara saya, sebagai ibu di zaman algoritma ini, sadar bahwa tugas saya tidak lagi sesederhana membatasi waktu layar atau mematikan Wi-Fi.

Kini, saya harus bisa ikut menavigasi dunia yang sibuk dan emosional antara chat grup, tekanan sosial, dan drama sekolah. Saya duduk di samping mereka bukan sebagai tokoh bijak ala buku parenting, tapi sebagai manusia biasa yang pura-pura tenang di depan anak, lalu googling “cara menangani anak yang makin kritis setelah nonton drama Korea”. Tapi mungkin di situlah letak maknanya: menjadi orang tua hari ini bukan berarti selalu tahu segalanya, tapi cukup berani untuk tetap hadir, bertanya, mendengar, dan sesekali menyisipkan teh hangat di tengah semua kekacauan dunia remaja yang terus bergerak cepat.

Foggy FF adalah seorang ibu, novelis, dan esais yang tinggal di Bandung. Giat berkampanye tentang Isu Kesehatan Mental dan Pemberdayaan Perempuan.

About Author

Foggy FF

Foggy FF adalah novelis dan cerpenis, aktif berkampanye tentang isu kesehatan mental dan pemberdayaan perempuan.

Leave a Reply