Travel & Leisure

Bukan Salah Ratu Kidul: Fakta Fenomena ‘Rip Current’ yang Banyak Makan Nyawa

Selain upaya pencegahan, kita juga mesti mengetahui langkah-langkah penyelamatan diri saat terkena rip current.

Avatar
  • May 12, 2022
  • 5 min read
  • 635 Views
Bukan Salah Ratu Kidul: Fakta Fenomena ‘Rip Current’ yang Banyak Makan Nyawa

Rip current – kematian orang akibat terseret arus di pantai terjadi setiap tahun. Pada libur lebaran tahun ini, kematian akibat terseret arus terjadi di pantai di Sukabumi; Jawa Barat, Kebumen, Jawa Tengah, Pacitan; Jawa Timur, hingga Pasaman Barat; Sumatera Barat.

Di pulau Jawa, kasus ini kerap dikaitkan dengan mitos Nyi Roro Kidul (Ratu Kidul), sosok perempuan yang dipercaya ‘menguasai’ pantai selatan. Guna menghindari bala dan menjamin keselamatan warga, sejumlah komunitas yang menyelenggarakan ritual sesembahan kepada Nyi Roro Kidul. Ritual ini disebut larung sesaji atau sedekah laut.

 

 

Sebagian masyarakat juga percaya larangan penggunaan pakaian berwarna hijau di pantai selatan karena disukai Nyi Roro Kidul. Orang yang memakai baju ini dipercaya bakal hanyut dan tenggelam karena diculik sang ratu.

Secara saintifik, kasus kematian di pantai selatan sebenarnya terkait dengan fenomena rip current (arus balik atau disebut juga arus rabak). Arus ini terjadi akibat adanya pertemuan dua arus sejajar pantai yang kemudian berbalik dengan cepat ke laut.

Baca juga: Profesor Rawan Kena Hoaks, Lalu Apa Solusinya?

Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, kematian akibat arus balik dapat mencapai 35 orang per tahun dengan usia antara 10-29 tahun–lebih tinggi jika dibandingkan dengan serangan hiu. Di Australia, kasusnya mencapai 26 orang per tahun. Kebanyakan orang tersebut tidak mengetahui bahwa mereka terseret arus balik.

Kasus kematian akibat arus balik juga kerap melanda para wisatawan yang tidak mengenal daerah tersebut.

Karena itulah, para wisatawan seharusnya mengenali karakter kawasan pantai dan meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah risiko terseret arus. Langkah-langkah menangani arus balik di pantai juga harus dipahami agar kejadian ini tak berujung pada kematian.

Lokasi Rawan Arus Balik

Tidak semua pantai mengalami fenomena arus balik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi batimetri (dasar pantai dan kedalamannya) dan faktor oseanografi lainnya. Arus balik juga bisa terjadi beberapa kali di titik yang berbeda dalam satu pantai.

Adapun arus balik kerap terjadi di pantai yang berkarakter semi tertutup (seperti diapit dua dinding) dan mempunyai gelombang yang tinggi. Namun kejadian ini bisa juga disebabkan oleh bangunan pantai seperti dermaga.

Sedangkan dari letak geografis, pantai yang bersinggungan langsung dengan samudera akan lebih rentan terjadi rip current. Faktor lainnya seperti gelombang, fitur pantai (kelerengan pantai, sedimen, bangunan pantai), dan faktor geomorfologi (pembentukan) pantai.

Baca juga: Selain di Laut, Udara Jakarta juga Mengandung Mikroplastik

Penelitian saya bersama tim pada 2018 mengidentifikasi fenomena arus balik di Pantai Pangandaran dan Pelabuhan Ratu di Jawa Barat.

Di wilayah pantai barat Pangandaran, misalnya, rawan terjadi arus balik karena fitur pantai yang membentang sangat panjang dengan kontur yang berbeda-beda. Keduanya memiliki karakter yang sama yakni berada di selatan Jawa dengan kondisi arus serta gelombang yang cepat dan menyusur sejajar pantai.

Kami juga mendapati arus balik Pangandaran dan Pelabuhan Ratu juga berpindah-pindah seiring dengan waktu harian. Perpindahan ini dipengaruhi pola pasang surut dan angin di setiap wilayah perairan pantai.

Jumlah kejadian arus balik ini dapat bervariasi setiap harinya. Namun, semakin besar gelombang, maka potensi rip current akan bertambah.

Di pantai selatan Jawa seperti Pangandaran dan Pelabuhan Ratu, arus balik dapat berlangsung lebih banyak pada siang hari, terutama pada Juni-Agustus, ketika angin monsun bertiup dari Australia. Kondisi ini dapat berubah dalam waktu singkat (1-3 jam) tergantung pada perubahan oseanografi misalnya arus, pasang surut, dan angin.

Kendati demikian, ada juga lokasi arus balik yang permanen.

Penelitian lainnya dari tim Universitas Gadjah Mada menemukan arus balik juga terjadi di Pantai Drini di Gunung Kidul DI Yogyakarta. Berbeda dengan di Pangandaran, arus balik di kawasan ini bersifat menetap di beberapa lokasi karena adanya rataan terumbu karang.

Adapun kejadian tersebut banyak berlangsung di siang hari pada saat surut karena dua arus sejajar perairan yang surut menabrak dasar pantai sehingga langsung tertarik ke tengah laut.

Baca juga: Perempuan yang Timbul Tenggelam dalam Narasi Peralihan Rezim

Bagaimana Cara Mengatasi Rip Current?

Upaya pencegahan agar tak terkena arus balik dapat dimulai sejak tiba di pantai. Para wisatawan dapat menanyakan lokasi-lokasi yang aman kepada penjaga pantai ataupun otoritas setempat untuk berenang. Kenali juga tanda-tanda larangan berenang di titik-titik tertentu di kawasan pantai tersebut.

Fenomena arus balik sebenarnya dapat dilihat secara kasat mata. Salah satu cirinya adalah warna air yang berbeda dengan sekitarnya dengan lebar sekitar 2-3 meter. Selain itu kondisi airnya juga sedikit lebih tenang jika dibandingkan dengan sekitarnya. Orang dewasa dapat membantu mengenali arus balik dengan senantiasa mengawasi kondisi arus di pantai.

Pencegahan ini juga dapat diperkuat dengan kebijakan penjagaan pantai. Misalnya, saat musim liburan, pemerintah daerah bisa melakukan publikasi seputar arus balik kepada para wisatawan. Upaya ini juga bisa diberlakukan bagi warga setempat, khususnya komunitas-komunitas yang mengadakan ritual budaya di sekitar pantai.

Kebanyakan orang yang terkena arus balik akan berusaha melawan arus ke pantai dengan berenang sekuat tenaga. Ini menjadi masalah karena arus balik tersebut berkecepatan tinggi, yakni sekitar 0,5 sampai 2 meter per detik sehingga sulit dilawan bahkan oleh perenang professional sekalipun. Akhirnya, tenaga orang tersebut terkuras kemudian terseret arus ke tengah peraian. Pada waktu ini, tenaga sudah habis dan kemudian tidak sanggup lagi untuk bertahan hidup.

Cara yang paling baik untuk menghadapi arus balik adalah dengan tidak melawannya. Agar tak terseret arus balik, sebaiknya kita berenanglah membentuk huruf “L”: berenang terlebih dahulu sejajar dengan garis pantai agar menjauhi lokasi rip current, lalu tegak lurus ke arah pantai.

Sementara, jika kita terlalu lelah untuk berenang, maka tenangkan diri. Simpanlah tenaga untuk menjaga tubuh kita agar tidak tenggelam.The Conversation

 

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.



#waveforequality


Avatar
About Author

Noir Primadona Purba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *