Madge PCR

‘Dating Burnout’: Saat Aplikasi Kencan Melelahkan, Apa yang Harus Dilakukan?

Terlalu banyak ‘swipe’ kanan dan kiri di aplikasi kencan justru melelahkan. Ada kalanya perlu berhenti mencari.

Avatar
  • February 4, 2022
  • 5 min read
  • 1015 Views
‘Dating Burnout’: Saat Aplikasi Kencan Melelahkan, Apa yang Harus Dilakukan?

Menggeser telunjuk ke kiri dan kanan, malam itu saya sibuk “menyeleksi” laki-laki di aplikasi kencan yang baru diunduh beberapa jam sebelumnya. Begitu match dengan profil yang memikat, tanpa ragu saya mengucapkan kalimat perkenalan.

Namun ternyata tak banyak obrolan yang bisa bertahan lama. Mayoritas percakapan berhenti sampai pembahasan seputar hobi, pekerjaan, dan selera musik, itu pun tak lebih dari sepuluh bubble chat. Sisanya terpaksa ditinggalkan karena keburu mengajak bertemu, dan menawarkan cuddling atau friends with benefits.

 

 

Akibat tak sesuai ekspektasi, menjelajahi dating apps akhirnya hanya menyita waktu dan tenaga. Beberapa kali saya menghapus dan kembali mengunduh aplikasi tersebut. Itu pun paling banter hanya digunakan dua minggu.

Sejumlah hal muncul dalam kepala, mulai dari menyalahkan diri sendiri karena enggak jago bikin obrolan menarik, hingga merasa tidak cocok berkenalan lewat aplikasi kencan.

Setelah menjelajahi internet, ternyata kondisi ini dinamakan dating burnout. Bahkan Logan Ury, Director of Relationship Science di aplikasi kencan Hinge mengatakan, setiap orang mengalami respons berbeda saat mengalami kondisi itu.

“Ada yang putus asa dan khawatir tidak menemukan pasangan yang tepat, atau ingin berhenti berkencan,” katanya dilansir Cosmopolitan.

Tak perlu dipertanyakan jika kamu merasakan hal serupa, karena merujuk pada survei aplikasi Badoo, 78 persen pengguna merasa stres dan kecewa dengan kencan mereka yang tidak sesuai. Bahkan 31 persen lainnya mengaku sulit mengutarakan tujuannya menggunakan aplikasi tersebut, karena terlalu memikirkan opini orang lain tentangnya.

Baca Juga: Bagaimana Tren Kencan Selama Pandemi?

Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengalami dating burnout, hingga bolak-balik install kemudian uninstall aplikasi kencan. Misalnya dari banyaknya pengguna yang match, tidak ada yang benar-benar membangun percakapan dengan niat. Lalu terlalu banyak swipe tanpa interaksi apa pun, dan di-ghosting.

Faktor lain yang datang dari dalam diri. Contohnya malas berkenalan dari awal—alasan utama orang berusia 20-an seperti saya, pengalaman kencan yang buruk, sampai merasa sulit mendapatkan pasangan yang cocok karena menganggap diri kurang menarik dan tidak berharga.

Untungnya, mencari pasangan di aplikasi kencan yang kerap bikin melelahkan ini bukan perkara yang tak dapat diselesaikan. Jika kamu mengalami beberapa ciri di atas, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi dating burnout.

Berhenti Mencari

Kamu melakukan langkah tepat jika memutuskan menghapus dating apps, terutama jika perkara kencan ini justru membebankan. Pasalnya, selama berinteraksi dengan pasangan kencan secara virtual—maupun yang sudah bertemu langsung, kita terlalu fokus memikirkan citra diri di hadapan mereka dan mencari validasi, sampai lupa siapa diri sebenarnya.

Hal ini juga disarankan oleh Clarissa Silva, penulis dan ilmuwan spesialis perilaku. Kepada Bustle ia bilang, “Jauhkan diri dari aplikasi itu kalau kamu merasa sudah menghabiskan banyak waktu di sana, dan frustasi karena belum menemukan pasangan.”

Pun terlalu berkutat di dalamnya membuat masalah perkencanan ini bukan untung bersenang-senang. Seperti saya yang saat itu memaksakan keinginan punya pacar, padahal sebenarnya belum diperlukan untuk saat ini. Setelah merefleksikan tujuan menggunakan Bumble, ternyata alasan utama saya mengunduhnya karena iseng mencari teman ngobrol.

Toh ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan dalam kesempatan ini untuk mengenal diri dan orang-orang di sekitar. Misalnya menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman, mengeksplorasi hobi, menekuni kegiatan baru, me time, atau fokus pada kesehatan mental.

Beberapa aktivitas itu juga dapat mempersiapkan diri untuk kembali ke dating apps. Namun, perlu ditekankan, setiap orang memiliki waktu dan caranya masing-masing, untuk membangun koneksi dengan orang lain. Kesuksesan sebuah hubungan akan diperoleh ketika seseorang lebih memahami diri serta mengetahui apa yang diinginkan.

Baca Juga: Ketika Aplikasi Kencan Gay Jadi ‘Racun’

Ambil Kontrol dalam Menggunakan Aplikasi

Saat pertama kali menggunakan dating apps beberapa tahun lalu, saya hanya berpangku tangan, menunggu lawan jenis nge-swipe profil dan memulai percakapan. Maklum, waktu itu masih punya pola pikir “cewek nggak boleh PDKT duluan”.

Sayang, giliran ada pria yang mengajak berkenalan, penampilan dan minatnya nggak sesuai keinginan saya. Ujung-ujungnya, aplikasi itu usang dan dibiarkan begitu saja selama beberapa minggu.

Kenyataannya, setiap orang memiliki preferensi dan intensi berbeda dalam menggunakan aplikasi kencan. Ada yang menginginkan hubungan kasual, mencari partner berhubungan seksual, hingga serius mencari pasangan hidup.

Sebagai pengguna aplikasi kencan, kita punya kendali untuk menyesuaikannya sesuai keinginan dan kebutuhan, sehingga harus bersikap proaktif. Ury pun sependapat dengan pernyataan ini. Menurutnya, cara terbaik menghindari dating burnout adalah mengejar keinginan diri sendiri, dengan menunjukkan ketertarikan terhadap orang-orang yang ingin dikencani, dan bersikap lebih intensional.

Pada dating apps, pengguna dihadapkan dengan banyak pilihan yang membuat kewalahan, apabila tidak digunakan dengan bijak. Artinya, kita dapat lebih selektif dalam mencari pasangan, daripada hanya menunggu disukai orang lain dan tidak puas dengan profilnya karena tidak sesuai keinginan. Sedangkan setelah menemukan match, segera mengirimkan pesan dan bersikap responsif untuk mempertahankan obrolan.

Mencoba Slow Dating

Berdasarkan pengalaman beberapa kali bermain di dating apps, kebanyakan pengguna yang saya temui terburu-buru menjajaki tahap selanjutnya, di saat identitas dan karakternya masih meninggalkan banyak tanda tanya. Ketika ditanya, alasannya mereka sama, yaitu jarang membuka aplikasi dan lebih nyaman melalui platform pesan singkat lainnya.

Baca Juga: 5 Tipe Cowok di Aplikasi Kencan yang Tampak Normal Tapi ‘Unmatchable’

Namun, perkenalan lewat beberapa bubble chat itu bertolak belakang dengan slow dating yang saya inginkan. Istilah itu didefinisikan oleh Founder dan CEO Hinge, Justin McLeod sebagai proses pendekatan untuk berkencan yang lebih bijaksana. Contohnya dengan membuat profil yang sesuai dengan diri sebenarnya, karena ini membantu menghindari terlalu banyak basa-basi pada tahap perkenalan.

“Ini dibentuk berdasarkan keinginan pengguna untuk mengenal satu sama lain tanpa tekanan, dan fokus pada hubungan dan kedekatan yang berkualitas,” ujar McLeod dikutip NBC News.

Dari situ, mereka akan menekankan proses untuk menunjukkan ketertarikan terhadap satu sama lain. Juga untuk saling mempelajari berbagai hal yang dihargai, seperti pandangan terhadap suatu isu dan nilai-nilai yang diyakini.

Sementara dari aspek psikologis, psikolog klinis Dr. Elizabeth Cohen menuturkan, slow dating membuat seseorang memiliki ruang untuk memikirkan tentang yang sedang terjadi. Dan merupakan bagian dari kesehatan mental, dengan menghindari emosi negatif yang dirasakan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *