Korean Wave

Drakor ‘Mr. Queen’, Aset Negara dan Bentuk ‘Soft Power’ Korea Selatan

Melalui kisah yang mengangkat latar sejarah ini, penonton mancanegara diajak untuk berkenalan dan menerima berbagai produk budaya Korea Selatan.

Avatar
  • March 23, 2021
  • 4 min read
  • 569 Views
Drakor ‘Mr. Queen’, Aset Negara dan Bentuk ‘Soft Power’ Korea Selatan

Drama Korea (drakor) populer Mr. Queen baru saja berakhir. Serial ini berkisah tentang pertukaran tubuh antara Jang Bong Hwan, koki di istana negara Korea Selatan (Blue House) dan Kim So-Yong, ratu pada era Dinasti Joseon—dinasti yang berperan dalam modernisasi Korea Selatan.

Meski drakor ini mengangkat cerita sejarah dan dipenuhi intrik politik, Mr. Queen dipenuhi dengan adegan komedi romantis yang dapat membuat penonton terhibur. Terbukti pada penayangan episode terakhirnya, Mr. Queen berhasil mencapai rating ketujuh tertinggi dalam sejarah setelah drama Korea Crash Landing on You, Goblin, Reply 1988, dan Mr. Sunshine.

 

 

Pada awal penayangannya, Mr. Queen sempat menuai sejumlah kontroversi  karena beberapa narasi dan adegan di dalamnya dianggap merendahkan sejarah Korea. Namun terlepas dari kontroversi yang ada, disadari atau tidak, penayangan drama Mr. Queen ternyata membantu pemerintah Korea Selatan dalam meningkatkan citra negaranya.

Baca juga: Ini Satu Alasan Lagi Mengapa Harus Menonton Drama Korea

Mr. Queen: Aset Soft Power Korea Selatan?

Dalam studi Hubungan Internasional, salah seorang penggagas teori Hubungan Internasional dan ahli politik dari Amerika Serikat, Joseph Nye, memperkenalkan istilah soft power sebagai kemampuan sebuah negara untuk membuat negara lain melakukan hal yang menguntungkan bagi negara tersebut, tanpa melakukan paksaan atau memberi imbalan.

Soft power memiliki beragam bentuk, seperti pameran kebudayaan, pemberian beasiswa, atau penyebaran budaya populer, salah satunya lewat serial drama.

Hasil penelitian Bruno Lovric dari City University of Hong Kong menunjukkan bahwa respons publik yang luas terhadap Mr. Queen merupakan wujud keberhasilan Korea Selatan dalam menggunakan soft power-nya. Pendapat itu didukung dengan adanya video dan artikel yang membahas drama Mr. Queen, yang membuat banyak orang tertarik untuk mendalami sejarah Korea. Tak jarang juga orang yang memuji pemerintah Korea Selatan karena mampu menyimpan catatan sejarahnya dengan baik.

Sebelum Mr. Queen, Korea Selatan memang telah diakui sebagai negara yang mampu memanfaatkan film dan budaya yang dimilikinya sebagai aset soft power dalam meningkatkan citra negara.

Dae Jang Geum (Jewel in the Palace) yang dirilis pada 2003 menjadi drama pertama yang berhasil meningkatkan citra Korea Selatan. Sejak itu, Korea Selatan semakin dikenal bahkan dicintai. Berbagai produk asal Korea pun mudah diterima, baik produk makanan, minuman, kecantikan, maupun musik dan serial drama.

Meski sama-sama membahas tentang sejarah Korea, Mr. Queen lebih mudah diterima karena alur ceritanya yang dipenuhi adegan komedi romantis, sehingga ceritanya terkesan ringan. Selain itu, drama ini dibintangi oleh para pemain yang sudah lebih dulu terkenal melalui serial drama lainnya.

Credit: TvN

 

Baca juga:  Kenapa ‘Reply 1988’ Terus Populer

Memperkenalkan Budaya Lewat Drama

Soft power drama Korea Mr. Queen dapat bersumber pada tiga instrumen yaitu budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri.

Berbicara tentang instrumen yang pertama, dalam drama Mr. Queen, beberapa komponen budaya dimunculkan antara lain bahasa, pakaian, makanan, dan seni.

Setiap menyaksikan drakor, penonton pasti sering mendengar ungkapan Aigo!, Omo!, Kajja!, Palli!, Annyeong haseyo, dan Saranghae. Seluruh ungkapan itu pun muncul dalam drama Mr. Queen.

Tapi, dalam drama ini, sejumlah kosa kata baru diperkenalkan. Misalnya, gelar kerajaan Korea seperti Mama (Yang Mulia), Jeonha (panggilan untuk Raja), dan Daebimama (panggilan untuk Ratu). Atau frasa Korea Kuno, salah satunya Songguhabnida, yang berarti permohonan maaf dan biasa digunakan dalam percakapan formal.

Kemudian, budaya Korea Selatan ditunjukkan melalui pakaian. Seluruh pemeran dalam drama ini mengenakan hanbok, pakaian tradisional Korea. Pada episode pertama, dayang Kerajaan memberikan penjelasan detail mengenai penggunaan pakaian tradisional di kerajaan Joseon.

Selain hanbok, para pemeran pun menggunakan aksesori, seperti binyeo, tusuk rambut tradisional untuk perempuan Korea dan gat, topi tradisional yang biasa digunakan laki-laki.

Makanan khas Korea pun berkali-kali muncul dalam drama, antara lain samyang ramyeon (mi dengan citra rasa pedas), yeolgujatang/sinseollo (sebuah hidangan jamuan pesta yang disajikan dalam royal pot, terdiri dari daging, ikan, dan sayuran), gukbap, (nasi yang dimasukkan ke dalam sup panas), dan hoeori gamja (kentang ulir yang menjadi jajanan populer di Korea Selatan saat ini).

Dalam setiap episodenya, Ratu Kim So-Yong menjelaskan proses persiapan, pembuatan, hingga makna masing-masing makanan. Berbagai tarian, musik tradisional, seni bela diri dan ritual penyembahan raja pun ditampilkan dalam drama ini, termasuk perjamuan kerajaan yang disebut Surit-nal.

Melalui drama ini, penonton pun dapat mengenal kebudayaan Korea yang beragam.

Pemerintah Korea Selatan tidak perlu memaksa publik untuk menerima negara mereka. Mereka hanya menggunakan drama seperti Mr. Queen agar masyarakat asing dapat menerima, menyukai, hingga mendalami sejarah hingga kebudayaan Korea Selatan.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.


Avatar
About Author

Jessica Martha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *