Apa Itu Hak Digital dan Mengapa Perempuan Perlu Paham Soal Ini?
Perempuan perlu memahami apa itu hak digital karena banyak tindakan kekerasan berbasis gender di dunia digital yang mengancam keamanan dan keselamatannya.
Saat bangun tidur, sering kali hal yang pertama kali orang-orang cari adalah ponsel. Memang, sebagian orang menganggap bahwa ponsel sudah tidak bisa dilepaskan dari hidup kita. Namun, sayangnya pemakaian gawai dan teknologi komunikasi ini kerap tidak dibarengi dengan pengetahuan tentang hak-hak digital yang mereka miliki.
Loh, Memangnya Ada Ya, Yang Namanya Hak Digital?
Oh, tentu saja ada, dong. Dikutip dari laman Association for Progressive Communication, hak digital merupakan bagian hak asasi manusia. Hak asasi manusia ini didasarkan pada Deklarasi Universal atas Hak Asasi Manusia, untuk menegakkan kesetaraan dan martabat setiap manusia di mana pun, termasuk di dunia digital.
Baca juga: Mahasiswa Rentan Alami KBGO, Sedikit yang Paham Cara Menanganinya
Dunia digital itu sendiri bukan hanya berbicara soal ruang-ruang di internet seperti media sosial dan forum-forum online, tetapi juga ruang-ruang yang memfasilitasi interaksi antara manusia dan juga teknologi, seperti teknologi artificial intelligence.
Apa Saja Hak yang Kita Miliki dalam Mengakses Informasi?
Beberapa di antara kamu yang perempuan pasti familier dengan kasus-kasus yang akan saya sebutkan. Pertama, akun media sosial kamu pernah di-stalk oleh seseorang. Kedua, data pribadi kamu disalahgunakan oleh seseorang di internet. Foto kamu tersebar di situs atau akun open BO, atau kamu pernah dikirimi dickpic dari seseorang yang tak kamu kenal. Realitasnya, perempuan itu termasuk kelompok yang hak digitalnya rentan dirampas. Berikut ini beberapa hak digital yang mesti kamu ketahui.
- Hak untuk Merasa Aman di Dunia Digital
Salah satu hak digital setiap individu adalah merasa aman di dunia digital. Namun, faktanya kekerasan di dunia digital saat ini sangat marak terjadi, terutama kekerasan berbasis gender online(KBGO). Pelaku kekerasan ini memiliki niatan melecehkan korban berdasarkan gender atau seksualitasnya yang difasilitasi oleh teknologi.
Baca juga: Tantangan Advokat Gender Dampingi Korban KBGO
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada peningkatan jumlah KBGO sejak 2015. Modusnya pun makin beragam. Pada 2017, ada 65 laporan kasus KBGO yang diterima oleh Komnas Perempuan. Pada 2020, KBGO meningkat akibat dari pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh dunia. Dari laporan Komnas Perempuan, sepanjang Maret 2020, tercatat ada 93 laporan masuk ke Komnas Perempuan, dan sebagian besar bentuk kekerasannya adalah KBGO.
Apa saja sih, bentuk-bentuk KBGO?
Semakin canggih teknologi yang berkembang dalam masyarakat, maka semakin “kreatif” juga orang-orang menyalahgunakan teknologi ini untuk melecehkan seseorang, terlebih perempuan. Hal ini juga yang membuat KBGO kian hari bentuknya kian banyak. Perlu kamu garis bawahi bahwa semua bentuk KBGO itu melanggar hak-hak digital yang kita miliki. Berikut ini beberapa bentuk KBGO yang kami kutip dari laporan SAFEnet yang perlu kamu ketahui.
- Pelanggaran privasi, seperti mengakses, menggunakan dan menyebarkan data pribadi seseorang dalam berbagai bentuk. Lalu, ada juga yang dinamakan doxing atau menyebarkan dan menggali info-info pribadi seseorang dengan maksud jahat atau intimidasi di dunia nyata.
- Pengawasan dan pemantauan di dunia digital, seperti menanam aplikasi spyware tanpa sepengetahuan orang untuk memantau gerak orang tersebut. Selain itu, stalking media sosial juga termasuk KBGO, loh.
- Pelecehan seperti ujaran merendahkan di kolom komentar, menghina, ujaran kebencian dan lain sebagainya.
- Ancaman dan kekerasan langsung seperti perdagangan perempuan melalui platform online atau pemerasan seksual.
- Perusakan reputasi dan kredibilitas individu dengan menyebarkan informasi yang salah atau konten intim tanpa sepengetahuan dan seizin yang punya.
- Hak untuk Berekspresi di Dunia Digital
Kamu tahu nggak sih, akibat banyaknya KBGO, beberapa di antara kita akhirnya jadi takut untuk mengekspresikan diri di dunia digital. Padahal, mengekspresikan diri di dunia digital itu adalah salah satu hak digital kita, loh! Ada beberapa di antara kita yang akhirnya malah melakukan self censorship dan lain sebagainya agar terhindar dari orang-orang yang bakal menyalahgunakan konten kita.
Hak berekspresi ini juga bisa terhalangi karena adanya pasal-pasal karet di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP. Ada yang ketika mengekspresikan pendapatnya dijerat dengan pasal pencemaran nama baik. Selain itu, UU ITE juga sering kali digunakan pelaku kekerasan seksual untuk mengkriminalisasi korbannya.
Baca Juga: Ketimpangan Digital di Indonesia Pengaruhi Kemampuan Orang Bertahan Saat Pandemi
Berdasarkan data dari Direktorat Tindak Pidana Siber Kepolisian, sejak 2017 hingga 2020 ada 15 ribu laporan yang diselidiki oleh kepolisian, 32 persen di antaranya adalah kasus pencemaran nama baik. Sisanya ujaran kebencian dan penyebaran pornografi.
- Hak untuk Mendapat Akses Internet
Selain hak untuk merasa aman dan bebas berekspresi di dunia digital, perlu kamu ingat bahwa setiap individu, di mana pun dia berada, memiliki hak untuk mendapat akses internet yang setara. Nah, ini yang masih menjadi permasalahan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang infrastruktur komunikasinya belum merata. Hal ini sangat terlihat saat pandemi Covid-19 melanda, ketika semua kegiatan harus dilakukan secara daring.
Ketimpangan akses terhadap internet ini sangat berdampak terhadap aspek ekonomi dan sosial masyarakat, apalagi perempuan. Walaupun di Indonesia penetrasi internet pada kuartal 2020 meningkat menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, dari catatan SAFEnet, peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kepuasan masyarakat. Ketimpangan akses internet juga sangat terlihat jika kita membandingkan akses antara Pulau Jawa dan juga pulau-pulau lainnya, apalagi di kawasan Timur Indonesia.