Korean Wave

Jisoo BLACKPINK dan Diskriminasi Atas Kemampuan Bahasa Inggris Idola K-Pop

Idola K-Pop sering ditanya tentang kemampuan berbahasa Inggris dalam wawancara media AS dan itu adalah bentuk xenofobia.

Avatar
  • January 11, 2021
  • 6 min read
  • 1149 Views
Jisoo BLACKPINK dan Diskriminasi Atas Kemampuan Bahasa Inggris Idola K-Pop

Sebelum menutup tahun 2020, BLINK—sebutan penggemar BLACKPINK—dibuat geram oleh TC Candler, inisiator daftar 100 Most Beautiful Faces, karena dinilai mengolok-olok kemampuan bahasa Inggris Jisoo.

Anggota BLACKPINK yang baru saja berulang tahun pada 3 Januari itu menduduki peringkat 50 daftar tersebut, dan dalam deskripsi tentang Jisoo, TC Candler menulis, “Her English is a pity”. Hal itu menyulut kemarahan BLINK secara global, yang menyatakan itu adalah hal yang salah dan merendahkan Jisoo. Mereka menuntut meminta permintaan maaf lewat tagar #APOLOGIZETOJISOOTccandler di media sosial.

 

 

Sebagai pembelaan, Candler menyebut kalimat itu merupakan referensi dari Jisoo sendiri. Kali pertama Jisoo terekam menyebut kata pity tersebut pada video BLACKPINK Summer Diary 2019 in Hawaii. Saat itu Lisa salah menyebut kata “dumpling” menjadi “dumbling” yang kemudian dibalas “Her english is a pity,” oleh Jisoo dan disambut tawa anggota grupnya. Dalam wawancara bersama Jimmy Kimmel Oktober lalu, ia juga menyebut “That’s a pity,” sebagai kalimat bahasa Inggris favoritnya.

Tapi para BLINK berpendapat konteks ketika Jisoo menyebut kata itu bersama BLACKPINK adalah guyonan antara keempat anggota grup tersebut. Sementara tulisan Candler dianggap tidak sesuai dengan konteks yang ada dan terkesan mengejek kemampuan bahasa  Inggris Jisoo.

Pertanyaan “Do you speak English?” Mengalienasi

Dalam wawancara dengan BLACKPINK, Kimmel bertanya tentang apa kalimat kesukaan Jisoo dalam bahasa Inggris. Hal ini jadi semacam pola membahas kemampuan bahasa Inggris idola K-pop ketika melakukan wawancara bersama media atau acara di AS.

Kalimat semacam “do you speak English?” atau “your English is very good” kerap dilontarkan kepada idola K-pop, seolah-olah kompetensi idola juga harus dilihat sejauh dan sebanyak apa mereka tahu kosa kata bahasa Inggris.

Baca juga: ‘Fandom’ K-Pop, Pekerja Migran Warnai Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Misalnya saat grup idola perempuan SNSD tampil di Live! With Kelly pada 2012 silam. Anggota SNSD, Tiffany dan Jessica menjawab pertanyaan tentang proses audisi yang mereka alami dalam bahasa Inggris. Mendengar hal tersebut, salah satu pembawa acara, Howie Mandel, lalu mengatakan “Your English is very good.” Tiffany kemudian membalas bahwa dia memang lahir di Amerika dan bercanda, “Thank you so much, I studied so hard.

Leader grup BTS, RM alias Kim Namjoon juga sering mendapatkan pertanyaan seperti ini, dan para pewawancara terperangah saat tahu ia belajar bahasa Inggris secara otodidak.

Grace Ji Sun Kim, seorang akademisi Korea-Amerika, menyatakan dalam esainya, Do You Speak English? Racial Discrimination and Being the Other, bahwa pertanyaan tentang kefasihan berbahasa Inggris bisa jadi tidak memiliki niat jahat di baliknya. Meskipun begitu, ada isu kekuasaan dan privilese di balik pertanyaan tersebut.

Orang-orang kulit putih secara otomatis dianggap fasih berbahasa Inggris. Sementara, orang yang dinilai “asing” harus mendefinisikan diri bahkan diidentifikasi dengan kata sifat tertentu. Mereka dianggap berbeda, secara tradisional dicurigai dan terasing dari suatu komunitas.

“Ini mengizinkan dominasi sistem kyriarki untuk mempertahankan praduga ‘normativitas’, sambil memaksa mereka yang tidak masuk dalam kategori untuk terus mengidentifikasi diri mereka,” tulisnya.

Kyriarki sendiri adalah istilah yang diciptakan Elisabeth Schussler Fiorenza, seorang feminis radikal yang mempelajari teologi pembebasan. Kyriarki memperluas patriarki menjadi sebuah sistem sosial atau perangkat yang mencakup dan terhubung dengan struktur-struktur opresi dan privilese lain, seperti rasialisme, ableism, kapitalisme, dsb.

Komentar Soal Bahasa Inggris Termasuk Mikro Agresi

Penelitian psikolog-psikologi di Amerika yang berjudul Racial Microaggressions in Everyday Life: Implications for Clinical Practice (2007) juga menyebut komentar tentang kemampuan berbahasa Inggris seseorang sebagai bentuk mikro agresi rasialis untuk menandakan bahwa seseorang adalah asing. 

Baca juga: ‘Uri Good Boy’ Han JiPyeong dan Anak Yatim Piatu di Korea Selatan

Kezia, seorang BLINK Indonesia, menyebut komentar tentang kemampuan bahasa Inggris Jisoo membuat wawancara tentang musik bergeser pada fokus lain. Pertanyaan itu juga secara tidak langsung mengharuskan setiap individu harus bisa berbahasa Inggris sekaligus merendahkan tanpa memandang latar belakang Jisoo.

Selain itu, pertanyaan yang tidak berhubungan dengan proses musik bahkan yang mengalienasi mereka juga masuk dalam daftar pertanyaan. Misalnya, Kimmel juga bertanya pada BLACKPINK apakah sebelumnya mereka sudah tahu Will Smith dan Cardi B, yang Kimmel sudah sebutkan sendiri sebagai teman duet mereka dalam The Album. Pertanyaan tersebut membuat BLACKPINK berasal dari tempat yang sangat asing dan tidak mengetahui apa yang dipahami Kimmel.

Komentar “Speak English” kepada Idola

Tuntutan untuk bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris tidak hanya datang dari media, tapi bisa dilanggengkan oleh penggemar itu sendiri. Sudah tidak asing lagi melihat komentar yang meminta idola untuk berbicara menggunakan bahasa Inggris ketika melakukan siaran langsung di aplikasi V Live atau di Instagram.

Penggemar yang meminta hal tersebut ingin lebih mudah memahami perkataan idola  karena  mereka menganggap bahasa Inggris adalah bahasa yang universal, dan mereka memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa Korea. Akibatnya muncul ekspektasi besar bahwa idola mampu menuturkannya. Mereka lupa bahwa idola tumbuh besar di Korea Selatan dengan bahasa ibu mereka sendiri, tanpa melihat ada kemungkinan mereka mengalami hambatan dalam mengerti bahasa Inggris.

Baca juga: ‘Start-Up’ Picu Perang Kubu Rasa Pilpres, Bedah Teori Cinta Segitiga

Perilaku penggemar dan apa yang dialami Jisoo bisa dicap sebagai perilaku xenofobia yang melanggengkan anggapan semua orang, termasuk idola K-Pop, harus bisa berbicara bahasa Inggris. Oleh karena itu pula, lagu mereka yang sebagian besar dituturkan dalam bahasa Korea sering dipertanyakan jika disukai banyak orang dan perlahan masuk ke pasar global. Mengutip dari Teen Vogue, selalu ada anggapan hanya musisi yang melantunkan lagu berbahasa Inggris yang bisa sukses dan menembus selera musik secara global.

Grup musik BTS yang melakukan gebrakan internasional beberapa tahun terakhir acap kali mengalami perilaku xenofobia itu. Dalam perhelatan penghargaan musik, BTS dipisahkan dan dikotakkan tanpa memperhatikan genre yang mereka bawa. Banyak stasiun-stasiun radio di AS juga menolak memasang lagu-lagu mereka yang berbahasa Korea, padahal penggemar mereka sangat banyak jumlahnya di Amerika Serikat.

Hal yang sama juga berlaku untuk musisi atau grup musik asal Korea Selatan lainnya. Selain itu, muncul banyak anggapan bahwa mereka disukai oleh penggemar bukan dari segi musikalitasnya.

Menanggapi aksi penggemar yang keras kepala dan terkadang nyolot meminta idola berbahasa Inggris,  Kezia mengatakan tidak perlu spam komentar ‘speak English’ karena cepat atau lambat pasti ada terjemahan. Ia berharap publik maupun pengeemar memahami latar belakang idola dengan bahasa Korea sebagai bahasa utama yang nyaman mereka gunakan.

“Saya kira kita juga tidak akan merasa nyaman kalau tiba-tiba ada yang bilang, makanya belajar bahasa Korea dong. Tidak ada yang salah dari belajar bahasa Inggris, tapi salah ketika melihat mereka sedang live dan memaksa untuk berbahasa Inggris,” ujarnya.

Cover diambil dari Youtube.



#waveforequality


Avatar
About Author

Tabayyun Pasinringi

Tabayyun Pasinringi adalah penggemar fanfiction dan bermimpi mengadopsi 16 kucing dan merajut baju hangat untuk mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *