December 5, 2025
Issues Lifestyle Opini Politics & Society

#HariAnak2025: Anakmu Kecanduan Gim Anomali? ‘Parenting’ Digital Berbasis Pancasila Bisa Jadi Kunci 

Tren anak-anak bermain gim Anomali mencerminkan krisis parenting di era digital. Ini bisa ditangkal dengan nilai-nilai Pancasila.

  • July 23, 2025
  • 4 min read
  • 1166 Views
#HariAnak2025: Anakmu Kecanduan Gim Anomali? ‘Parenting’ Digital Berbasis Pancasila Bisa Jadi Kunci 

Belakangan, sejumlah ahli parenting mulai mengkhawatirkan tren baru di dunia gim: Anomali. Bukan sekadar hiburan digital, gim horor psikologis ini menyajikan visual disturbing, cerita absurd, dan atmosfer suram—kombinasi yang memicu kecemasan soal kesehatan mental anak. Istilah brain rot pun ramai diperbincangkan, merujuk pada kondisi otak yang makin tumpul dalam berpikir dan merasa akibat konsumsi digital berlebihan, termasuk dari gim-gim seperti ini. 

Viral lewat TikTok dan YouTube Shorts, Anomali menarik perhatian karena tampilannya yang aneh dan sulit dipahami. Tak cuma membingungkan, gim ini juga menimbulkan rasa takut lewat elemen creepy-core—jenis horor yang bikin merinding tanpa sebab jelas. 

Istilah Anomali sebenarnya bukan merujuk satu judul tertentu, melainkan genre eksperimental yang penuh glitch visual, noise suara, dan cerita acak yang sulit dipahami. Pemain dibuat asing, takut, bahkan mati rasa. Tak ada tujuan yang jelas apalagi kemenangan sebagai indikator keberhasilan. 

Konten seperti ini kerap disebut sebagai liminal horror atau weirdcore, yang memang sengaja memancing rasa ingin tahu remaja pada hal-hal absurd dan enggak biasa. Sekilas memang tampak remeh, tapi kalau dikonsumsi terus-menerus, dampaknya serius. Otak jadi susah fokus, tak mampu membentuk narasi, empati menurun, dan kenyataan terasa enggak menarik lagi. 

Anak-anak yang kecanduan gim seperti ini sering kehilangan daya pikir kritis, makin tumpul kepekaan sosialnya, dan bisa saja jatuh ke jurang depresi. Mereka jadi pasif, kehilangan motivasi belajar, dan makin menjauh dari dunia nyata yang sebenarnya lebih kompleks dan bermakna. 

Sayangnya, respons banyak orang tua masih berkutat pada pelarangan ketat tanpa pendampingan emosional. Pola asuh yang mengontrol tanpa koneksi, faktanya tak cukup untuk menghadapi tantangan digital zaman sekarang. 

Baca juga: #HariAnak2025: Sekolah Jam 6.30, Kebijakan KDM yang Bikin Warga Kalang Kabut

Parenting yang Membebaskan dan Membangun Kesadaran 

Feminisme Pancasila menawarkan jalan keluar bagi keluarga melalui nilai-nilai dasar bangsa—Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial—yang digabungkan dengan kesadaran kesetaraan dan penghargaan atas subjektivitas anak. 

Dalam konteks parenting, pendekatan ini menolak relasi orang tua-anak yang dominatif. Sebagai gantinya, dibangun hubungan dialogis, setara gender, berbasis kasih, dan bertanggung jawab secara sosial. Lima sila Pancasila bisa jadi fondasi dalam menyusun strategi parenting digital yang efektif untuk menangkal brain rot

Prinsip Ketuhanan mengajak orang tua menumbuhkan kesadaran spiritual dan moral anak sejak dini. Misalnya dengan mengajak anak mengobrol soal makna hidup, kebaikan, dan cara memilih konten digital yang punya nilai. 

Baca juga: Akun ‘Bermain Bersama Bapak’, Solusi ‘Fatherless’ Berbasis Komunitas

Gim seperti Anomali yang nihilistik dan kabur moralnya bisa dijadikan bahan refleksi bersama. Tanyakan hal sederhana pada anak, seperti: “Bagaimana perasaanmu usai main gim itu?” atau “Menurutmu, gim itu bikin kamu lebih baik atau sebaliknya?” Semua dalam suasana ngobrol santai, bukan interogasi. 

Prinsip Kemanusiaan menekankan anak adalah subjek, bukan objek. Dorong mereka untuk punya kepercayaan diri memilih konten yang sehat. Sediakan ruang bermain yang positif, kenalkan gim edukatif, dan ajak ikut kegiatan seru bersama keluarga. 

Prinsip Persatuan dalam parenting artinya membangun rumah sebagai tempat yang hangat dan penuh solidaritas. Sudah rahasia umum jika banyak anak lari ke dunia digital karena kesepian. Maka, aktivitas seperti makan bareng, mengobrol rutin, atau main bersama secara fisik bisa memperkuat koneksi itu. 

Prinsip Demokrasi mendorong pola asuh partisipatif. Dengarkan alasan anak tertarik pada gim tertentu. Setelah itu, tawarkan alternatif yang sama serunya tapi lebih mendidik, misalnya gim strategi atau simulasi sosial. 

Prinsip Keadilan Sosial artinya semua anak berhak atas akses digital yang sehat. Anak dari keluarga menengah ke bawah sering kurang pengawasan atau fasilitas. Karena itu, orang tua, komunitas, dan negara harus bersama-sama membangun literasi digital. Mulai dari pelatihan untuk orang tua sampai penyediaan ruang digital aman di sekolah. 

Baca juga: Membacakan Buku untuk Anak: Praktik Sederhana, Dampak Luar Biasa

Komunikasi sebagai Inti Parenting Digital 

Fenomena brain rot dari gim seperti Anomali jadi alarm keras buat kita. Anak-anak tidak bisa dilepas begitu saja di hutan digital yang penuh jebakan. Larangan saja jelas tidak cukup. 

Orang tua bisa kenalkan gim yang tetap seru tapi edukatif, seperti Minecraft (Creative/Education Mode) untuk latihan kreativitas dan logika spasial; Human: Fall Flat buat koordinasi motorik dan problem solving dengan gaya humor; Brain Out / IQ Dungeon buat asah logika dan berpikir lateral; atau Roblox (dengan kurasi) buat mengembangkan kreativitas dan kolaborasi. 

Yang paling penting, kembangkan komunikasi yang intens dan terbuka. Main bersama anak bisa jadi alat pengawasan sekaligus membangun kepercayaan. Gunakan fitur parental control dengan bijak untuk bantu atur konten dan durasi. 

Parenting ala Feminisme Pancasila mengajak orang tua membangun hubungan yang setara, spiritual, dan bertanggung jawab secara sosial. Tujuannya agar anak tumbuh sebagai individu utuh, yang bisa memilah dan menolak konten digital yang merusak. 

Dengan begitu, anak-anak bisa tumbuh bahagia dan berdaya, dibimbing nilai-nilai kemanusiaan dan kedaulatan pribadi yang jadi cita-cita utama Pancasila. 

About Author

Eva Kusuma Sundari

politisi, enthusiast Feminisme Pancasila, pendiri Institut Sarinah dan konsultan SDGs, gender and development,