Perempuan Ukraina di Garda Depan Perang: 4 Siasat Lawan Rusia
Perempuan Ukraina tak tinggal diam menyikapi serangan Rusia. Mereka andil mempertahankan negaranya dengan berbagai cara.
Sejak Presiden Vladimir Putin mengumumkan “operasi militer khusus” Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari, kota-kota di negara yang dipimpin Presiden Volodymyr Zelensky itu terancam rontok digempur tentara. Rusia menyerang dengan dalih telah menerima ancaman konstan dari Ukraina, sehingga membuat kehidupannya tidak aman.
Atas nama “mempertahankan perdamaian” yang diklaim Putin, kondisi ini mendorong laki-laki Ukraina untuk mempertahankan negara. Lalu bagaimana dengan para perempuan yang notabene jadi kelompok rentan?
Sebagaimana dijelaskan UN Women, perang menyebabkan penderitaan yang tidak proporsional selama dan setelahnya. Di antara penderitaan itu adalah ketidaksetaraan, jaringan sosial yang rusak, dan kekerasan maupun eksploitasi seksual.
Namun, bukan berarti perempuan Ukraina minim berkontribusi. Mereka telah menunjukkan keberdayaannya lewat sejumlah tindakan. Berikut kami rangkum beberapa hal yang mereka lakukan untu mempertahankan negaranya.
Baca Juga: Peran Penting Perempuan dalam Penyelesaian Konflik dan Terorisme
1. Bekerja di Rumah Sakit Militer dan Jadi Relawan
Salah satu upaya perempuan berperan sebagai garda terdepan adalah bekerja di rumah sakit militer. Oleksandra Wysoczanska, perempuan yang menetap di Lviv, merawat para korban yang terluka.
Mengutip ABC7 News, Wysoczanska mengatakan yang tersulit adalah mengobati luka psikologis. Saat di stasiun kereta di Lviv, ia bertemu seorang perempuan yang kehilangan segalanya, dan menawarkan memberikan makanan serta dukungan. Namun, perempuan itu hanya menangis dan tidak dapat mengatakan apa pun.
Selain Wysoczanska, relawan perempuan dari organisasi pramuka juga ikut terlibat. Mereka memberikan bantuan dengan mengantar jemput pasokan medis, air, dan makanan. Atau Alina Mishkur, seorang warga yang berinisiatif membuat roti dan membagikannya gratis untuk para tentara.
“Laki-laki berjuang di garis terdepan, tapi mereka butuh dukungan dan inilah peran perempuan,” ujar Sabina Malinowska, salah seorang anggota organisasi pramuka tersebut.
2. Kontribusi Perempuan Ukraina dengan Membuat Molotov Cocktail
Sebagai warga yang menetap di Dnipro—sebuah kota di Ukraina tengah yang berencana akan dikepung Rusia, para perempuan berkontribusi dengan membuat molotov cocktail, peledak yang dirakit dari bahan mudah terbakar dalam wadah kaca tebal.
Mereka membuat molotov dari polistirena yang diparut layaknya keju, dan merobek lembaran kain kemudian dimasukkan ke dalam botol. Arina, seorang guru Bahasa Inggris, mengatakan kepada BBC, upaya itu adalah hal paling penting untuk dilakukan. Dibandingkan berdiam diri di rumah tidak melakukan apa pun, membuat suasana lebih menakutkan.
Selain Arina, Raisa Smatko, pensiunan ekonom juga melakukannya untuk mempertahankan pinggiran kota Kyiv. Dalam wawancara bersama CNN, ia mengaku mempelajari caranya melalui Google, dan menunjukkan sebuah gudang di pekarangan rumah sebagai tempat penyimpanannya.
Dengan kobaran api yang cepat dan meluas, molotov itu akan digunakan sebagai senjata melawan serangan Rusia.
Baca Juga: Feminisme Interseksional Setelah Perjuangan Kemerdekaan
3. Para Perempuan Ukraina Terlibat Sebagai Tentara
Ukraina memiliki pasukan militer perempuan tertinggi dibandingkan negara-negara lainnya, seperti Polandia, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat, dengan total 22,8 persen pada 2021 jika merujuk pada Kementerian Pertahanan. Pasalnya, mereka memutuskan bergabung untuk membela negara dari ancaman Rusia.
Salah satunya adalah Kristina, seorang wedding singer yang memutuskan kembali ke Ukraina, setelah menetap di Italia selama lebih dari 10 tahun. Ia melakukan semua kegiatan pada kedudukan yang sama dengan laki-laki.
“Mereka memperlakukan saya sebagai seorang perempuan militer, teman, dan saudara,” ucapnya kepada Vice.
Awalnya perempuan tidak diizinkan ikut bertempur, mereka cenderung bekerja sebagai sekretaris, perawat, penjahit, dan juru masak. Juga terdapat banyak laporan diskriminasi berbasis gender, serta tuduhan pelecehan seksual di lingkup militer.
Namun, pada 2018 undang-undang kesetaraan gender dalam militer disahkan, sehingga perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Dan pada Desember 2021, Kementerian Pertahanan mengharuskan perempuan di rentang usia 18-60 tahun yang memenuhi ketentuan, mendaftarkan diri sebagai anggota militer agar dapat digerakkan selama perang.
Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki motivasi sama untuk bergabung dalam pasukan militer, yakni mempertahankan kebebasan Ukraina.
“Saya memiliki tekad dan percaya diri, tanpa rasa takut atau merasa kasihan pada musuh,” kata Chekh, seorang pekerja sipil yang ikut mengambil bagian dalam latihan militer dan bergerak melawan penjajah.
“Saya punya keluarga, dan kekhawatiran saya bukan hanya tentang mereka, tapi semua warga negara,” tegasnya.
Baca Juga: Kepahlawanan Perempuan Abad 21 Seperti Apa?
4. Berlatih Menggunakan Senjata
Tak hanya tentara perempuan yang menggunakan senjata sebagai pertahanan diri. Perempuan dari berbagai latar belakang pun berlatih menggunakannya, seperti dilakukan anggota Parlemen Ukraina Kira Rudik.
Saat dihubungi ABC News, ia mengungkapkan alasannya mempelajari penggunaan senjata. “Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk melindungi negara kami,” jelasnya.
Ia menegaskan situasi di Ukraina saat ini membuatnya marah, bukan takut, karena negara tersebut telah berdiri independen selama 30 tahun. Rudik menekankan, keadaan mendorongnya untuk tetap kuat, dan memastikan semua persediaan yang dibutuhkan tersedia.
“Kami bersiap membantu tentara berpatroli di kota-kota, dan untuk melindungi diri sendiri saat tentara Rusia menyerang dalam skala penuh,” jawabnya ketika ditanya kapan senjata itu akan digunakan.
Selain Rudik, Miss Ukraina 2015 Anastasiia Lenna melakukan hal yang sama. Melalui Instagramnya, ia mengunggah foto tengah memegang senjata dengan caption #standwithukraine #handsoffukraine.
Lenna juga mengunggah video Instagram story, saat sedang latihan menembak. “Training. The Invaders will die on our land! All world see this!” tulisnya.
Sebenarnya, di Ukraina terdapat organisasi yang memberikan pelatihan militer dan bela diri kepada perempuan. Salah satunya adalah Ukrainian Women’s Guard, didirikan pengacara Olena BIletska pada 2014, pasca intervensi militer Rusia di Ukraina kala itu.
Setelah permintaan kursus berkurang sejak 2018, kini perempuan kembali berinisiatif mengikuti pelatihan. Bahkan sejumlah 1.000 orang perempuan asal Kyiv telah mendaftarkan diri, belum termasuk kota-kota lain.
Jurnalis Mariia Korytova adalah salah satu pesertanya, karena sebelumnya belum pernah tinggal di kota yang sedang berperang, dan ingin memahami kemungkinan yang dapat terjadi. Seperti serangan, cara mengenalinya, yang perlu dilakukan untuk bertahan hidup, dan bagaimana cara melarikan diri dari kota.
“Sekarang saya mengerti bahwa itu perlu dipersiapkan,” jelasnya kepada Australian Broadcasting Corporation, mengingat perang pada 2014 yang merenggut 14.000 nyawa.
Ilustrasi oleh Karina Tungari