RUU TPKS Sah Jadi Inisiatif DPR, Apa Selanjutnya?
Setelah dibahas selama enam tahun, ada lampu hijau bagi pengesahan RUU TPKS. Namun, masyarakat perlu tetap mengawasinya sampai RUU ini disahkan.
Setelah berlarut-larut sejak 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada (18/1) sebagai inisiatif mereka. Namun, bukan berarti RUU ini otomatis sah diundangkan. Masih ada proses panjang yang perlu diupayakan setelah rapat paripurna hari ini.
Mengutip Detik.com, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mengatakan, DPR perlu bersurat pada Presiden Jokowi. Jika surat itu bersambut, Jokowi harus mengirim surat presiden (surpres) bersamaan dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Setelahnya RI-1 perlu menunjuk kementerian tertentu untuk membahasnya bersama DPR. Misalnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) atau Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA).
Baca Juga: Irasional dan Bias Jadi Hambatan Pengesahan RUU TPKS
Apabila balasan dari Presiden sudah diterima, alat kelengkapan dewan yang membahas RUU TPKS akan dibicarakan oleh DPR melalui rapat paripurna. Kemudian, Badan Legislatif (Baleg) yang diberikan kewenangan akan mendiskusikan RUU tersebut bersama pemerintah. Nantinya, RUU TPKS menjadi termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas, bersama 40 RUU lainnya.
Merespons pengesahan RUU Inisiatif DPR ini, dalam sebuah rilis Jaringan Perempuan memberikan tiga masukan. Pertama, mendorong keterlibatan masyarakat sipil yang fokus dan bekerja bersama korban dalam Surpres.
Kedua, mendorong pemerintah dan DPR membahas RUU TPKS dengan transparan, partisipatif, dan mengakomodasi pengalaman perempuan, korban, kelompok rentan, dan pendamping korban.
Baca Juga: Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Terakhir, mengajak publik mengawal RUU TPKS agar dibahas dan disahkan sesuai tujuan pembentukannya, termasuk memastikan tidak terdapat isu-isu kesusilaan yang tumpang tindih dengan UU KUHP.
“RUU TPPKS ini aturan khusus untuk merespons persoalan kekerasan seksual, mulai dari pencegahan, penanganan dan pendampingan, hingga pemulihan korban,” tertulis dalam rilis tersebut.