Screen Raves

Wednesday Addams, Alter Ego yang Mungkin Kita Dambakan

Ada alasan khusus kenapa kita mudah mencintai karakter Wednesday Addams, yang serialnya tengah tayang di Netflix.

Avatar
  • December 14, 2022
  • 7 min read
  • 5592 Views
Wednesday Addams, Alter Ego yang Mungkin Kita Dambakan

Jarang tersenyum, benci warna cerah, selalu tenang, dan enggak peduli dengan omongan orang lain. Mungkin itu bukan kata-kata yang biasa yang kita dengar untuk menggambarkan karakter gadis remaja pada umumnya. Namun, tidak berlaku buat Wednesday Addams, putri dari Gomez dan Morticia.

I’m not a freak — I’m a force of nature.

 

 

Itu cara dia mendeskripsikan dirinya dalam film The Addams Family 2 (2021). Menariknya, karakter ini dicintai oleh banyak orang, terutama perempuan. Enggak heran jika kemudian ia paling jadi buah bibir begitu serial barunya tayang di Netflix belakangan.

Karakter Wednesday Addams sendiri muncul sebagai karakter tanpa nama dalam kartun The New Yorker berjudul Charles Addams, yang berlangsung selama 50 tahun sejak 1938. Baru di acara TV ‘60-an, dia diberi nama Wednesday seperti dalam nursery rhyme – Full of woe. Namun, baru pada franchise film di tahun 90-an, The Addams Family (1991) dan Addams Family Values (1993), Wednesday menjadi karakter yang gelap, licik, dan cerdas yang dicintai banyak orang. 

Wednesday jadi internet sensation, seiring dengan populernya serial Wednesday Addams, spin off garapan Tim Burton. Apalagi, karakter Wednesday yang diperankan Jenna Marie Ortega itu makin badass karena ditantang untuk mengusut misteri pembunuhan di Kota Jericho.

Karakter Wednesday Addams, Alter Ego yang Mungkin Kita Dambakan
Sumber: IMDB

Tak hanya serialnya yang mengalahkan popularitas Dahmer dari segi jumlah penonton. Namun, karakter Wednesday dengan penampilan klasiknya yang serba hitam dan her signature resting bitch face jadi banyak menginspirasi generasi muda. Berbagai konten terkait Wednesday akhirnya membanjiri internet, terlihat dari tagar #wednesdayaddams di TikTok yang sampai menyentuh 16 miliar penayangan.

Popularitas Wednesday bikin kita bertanya, kenapa karakter eksentrik ini mudah dicintai banyak orang dan jadi inspirasi dari dulu hingga sekarang? Berikut adalah jawabannya versi Magdalene.

Baca Juga: 10 Alasan Kenapa Phoebe Buffay adalah yang Terbaik 

1. I Am Ok Being Myself

Dunia ini memang diciptakan lewat keberagamannya. Tak ada satu pun manusia yang benar-benar sama. Mereka punya keunikan masing-masing. Sayang, keberagaman tak selamanya dirayakan. Masyarakat kita nyatanya mendambakan konformitas di mana setiap orang bersikap sama.

Dampaknya, individu yang terlihat “berbeda” pun kerap kali dikucilkan. Lebih parah lagi, kita dibentuk untuk selalu haus validasi agar bisa fit in dalam masyarakat. Lingkaran setan ini membuat manusia apalagi di dunia modern semakin kehilangan autentitasnya. 

Di dunia yang tak lagi menyenangkan karena manusia kerap berlomba untuk menjadi versi dirinya yang palsu, karakter Wednesday Addams hadir dan jadi idola. Di sekolah lamanya, atau di Nevermore, ketika Enid menjelaskan geng-geng sekolah, Wednesday selalu punya sikap yang sama. She doesn’t give a fuck.  Wednesday tak pernah mau berkompromi dengan orang lain. 

I’m not interested in participating in tribal adolescent clichés.”

Wednesday dengan cepat memberi tahu Enid, dia tidak punya satu pun rencana atau keinginan untuk menyesuaikan diri atau tinggal lama di Nevermore. Ia tak mau menghabiskan waktunya untuk hidup demi validasi orang lain. Hal yang sama juga ia tekankan kepada Eugene, temannya di Nevermore ketika Eugene berusaha keras untuk bisa diterima di lingkungan pertemanan sekolahnya.

Listen, people like me and you, we’re different. We’re original thinkers, intrepid outliers in this vast cesspool of adolescence. We don’t need these inane rites of passage to validate who we are.”

Dari perkataannya ini, Wednesday memperlihatkan kenyamanan dan menghargai dirinya sendiri sebagai seorang outcast. Ia memahami dunia ini sudah terlalu kompleks dan punya banyak misteri yang lebih menarik untuk diikuti. Tak heran, komitmennya untuk terus menjadi dirinya sendiri, spooky, eksentrik, dan sarkastik, membuat Wednesday menarik bahkan jadi semacam panutan bagi Eugene dan Enid.

Baca Juga: Menggemari Karakter Fiksi Sampai Meniru Identitasnya?

2. I am a SJW You Wanted to be

Social Justice Warrior atau disingkat SJW belakangan menjadi label negatif, apalagi jika dikaitkan kepada perempuan. Label yang dulunya mengacu pada seseorang yang punya kesadaran terhadap ketidakadilan, mengalami peyorasi makna di Twitter sejak 2011.

Dilansir dari The Washington Post, label SJW kini dilekatkan pada seseorang yang punya pandangan progresif termasuk feminisme, hak sipil, juga multikulturalisme. Namun, mereka dipandang hanya mencari pembenaran diri dengan kepedulian palsu. 

Label SJW ini akhirnya jadi alat bagi masyarakat, terutama laki-laki untuk membungkam perempuan dengan cara mengkerdilkan pengetahuan serta pengalaman mereka. Fafifuwasweswos, they said.

Di sinilah kemudian Wednesday hadir sebagai angin segar. Wednesday bisa dibilang adalah SJW sejati yang tak kenal rasa takut. Sebagai perempuan yang berasal dari keluarga Latin, ia paham dirinya adalah minoritas. Posisi yang rentan membuat ia lebih jelas melihat ketidakadilan di sekitarnya.

Namun, bukannya takut akan ancaman atau berbagai label dari orang sekitarnya, ia justru berani mengkonfrontasi “musuh”. Ucapannya begitu sarkastik. Ini juga jadi strateginya merespons ketidakadilan dengan membuat lawan bicaranya tidak nyaman dengan privilese yang mereka punya. 

Ia juga tak segan melakukan tindakan yang cukup ekstrem untuk ukuran anak sekolah. Maka tak heran, ia secara terus menerus mengkonfrontasi pihak-pihak yang menurutnya jadi biang kerok ketidakadilan. Salah satunya terlihat dari bagaimana ia terus melanjutkan investigasi atas pembunuhan di Jericho dan mengungkap asal usul kota ini kendati sudah diperingatkan berkali-kali sampai bikin marah kepala sekolah Weems. Menurutnya, tak ada yang sebanding dari masalah yang ia ciptakan daripada harus beratus-ratus tahun hidup dalam bayang diskriminasi.

If trouble means standing up to lies, decades of discrimination, centuries of treating outcasts like second-class citizens or worse…”

Baca juga: Terlalu Baik, Terlalu Menarik: Karakter Cowok Drakor Tak Masuk Akal?

3. I am a Girl So What?

Dunia tak hanya terobsesi pada konformitas, tetapi juga ekspektasi dan peran gender. Setiap individu harus memilih bagaimana ia mengidentifikasikan diri lalu berperilaku sesuai dengan identitas yang ia pilih. Sayangnya, identitas ini hanya terpaku pada dua pilihan, perempuan dan laki-laki. Feminin dan maskulin. 

Jika kamu mengidentifikasikan diri sebagai perempuan, masyarakat menuntutmu untuk jadi sosok yang lemah lembut. Keibuan. Murah senyum. Tentunya hobi melakukan sesuatu yang identik dengan apa yang masyarakat kotak-kotakkan sebagai pekerjaan atau hobi perempuan. Memasak atau bermain boneka misalnya.

Sumber: IMDB

Kalau kamu tidak melakukan hal-hal di atas, kamu harus siap kena “omelan” atau sindiran dari orang-orang sekitarmu. “Masa perempuan begitu?” kata mereka. Tekanan ini mungkin terkadang membuatmu jengah dan frustasi, tapi hadirnya Wednesday jadi pengingat baik pada perempuan tentang kebebasan menjadi diri sendiri.

Use the words ‘little’ and ‘girl’ to address me again and I can’t guarantee your safety.”

Wednesday tidak takut jadi dirinya sendiri terlepas dari ekspektasi dan peran gender yang sudah ditetapkan masyarakat kepadanya. Ia tidak mau tersenyum jika disuruh, apalagi jika ada laki-laki yang meminta bertindak demikian. 

Ia juga tak segan mengeluarkan kata-kata sarkastik tanpa pemanis agar dipandang sebagai “perempuan yang anggun.” Buatnya kebenaran nomor satu, bersikap anggun layaknya perempuan hanyalah konstruksi yang hanya memberatkan hidupnya.

Tak hanya itu, keberanian dalam memecahkan kasus pembunuhan dan kemampuan Wednesday dalam bermain angar dan bela diri juga menggarisbawahi bagaimana ia adalah sosok yang kuat dan mandiri. 

Ia tak mau jadi sosok yang bergantung pada orang lain atau terlalu manja. Karenanya ia juga tidak digambarkan desperate for love. Sifat yang secara tidak langsung didoktrin kepada banyak anak perempuan supaya mereka merasa tidak utuh jika tidak bisa mendapatkan pasangan.

4. I am Great but It Doesn’t Mean I am Always Right

Manusia punya alergi terhadap perubahan. Perubahan itu menakutkan karena mengancam status quo atau zona nyaman kita. Perubahan juga melelahkan karena kita harus mengeluarkan tenaga untuk belajar hal baru dan beradaptasi dengannya. 

Wednesday kurang lebih mengalami hal yang sama. Sudah nyaman dengan dirinya sendiri lengkap dengan caranya bertindak dalam merespons keadaan, ia kerap kali keras kepala. Sanking kerasnya, Wednesday tak jarang menyakiti orang lain di sekitarnya.

Ia boleh saja keras kepala, terlihat cuek bahkan angkuh, tetapi sebenarnya Wednesday dalah seseorang yang empatik dan punya jiwa yang besar. Kejujuran yang ia miliki membuatnya lebih mudah untuk bisa introspeksi diri. Ia tak segan memberikan evaluasi terhadap dirinya sendiri. Merunut kesalahan yang telah ia perbuat dan meminta maaf atas perbuatannya tersebut. 

Kejujuran pula yang membuat dia lebih mudah terbuka dengan perspektif baru. Penghakiman lewat tatapan mata tajam atau ungkapan sarkastik memang secara natural jadi respons utamanya, tetapi ia tetap mau membuka dirinya untuk belajar hal baru dan menerimanya perlahan.

Kita melihatnya dari bagaimana Wednesday salah mengira Gomez Addams, ayahnya sebagai seorang pembunuh. Atau bagaimana bersama sahabatnya Enid Sinclair, secara tidak sadar Wednesday mulai belajar menerima dunia Enid dan perilakunya yang berbeda 180 derajat dengannya.

Anytime I grow nauseous at the sight of a rainbow or hear a pop song that makes my ears bleed, I’ll think of you,” begitu katanya pada Enid.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *